Mohon tunggu...
Suciningtyas Nur Alifah
Suciningtyas Nur Alifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potensi Keuangan Islam untuk Pembangunan Berkelanjutan

23 Desember 2021   00:02 Diperbarui: 23 Desember 2021   00:13 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara dengan populasi umat Islam terbanyak di dunia. Berdasarkan worldpopulationreview.com tahun 2021, Indonesia memiliki penduduk muslim sebanyak 231.000.000 umat, setara dengan 86,7 persen dari total populasi Indonesia. Demikian, Indonesia memiliki potensi besar dalam ekonomi dan keuangan Islam untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah konsep pembangunan yang tidak semata-mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang, tetapi juga untuk masa depan, dengan tidak mengurangi, mengorbankan, dan menghancurkan keadaan lingkungan serta memperbaiki kehancuran lingkungan. 

Pada tanggal 25 September 2015 sebanyak 193 negara secara resmi mendeklarasikan dan menyepakati Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai kesepatan pembangunan global yang memiliki 17 tujuan utama pembangunan dan empat pilar, yaitu pilar pembangunan sosial, lingkungan, ekonomi, serta hukum dan tata kelola (United Nations, 2015).

Salah satu tantangan terbesar dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kebutuhan pendanaan yang besar. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dana yang dibutuhkan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk negara-negara berkembang sebesar US$2,5 triliun per tahun (UCTAD, 2014). 

Jika dikonversikan ke dalam rupiah dengan kurs Rp14.327/US dolar maka jumlahnya sekitar Rp35.920 triliun. Sementara itu, Bappenas menghitung kebutuhan pendanaan SDGs di Indonesia melalui skema intervensi tinggi mencapai Rp67.803 triliun (Peta Jalan SDGs Indonesia menuju 2030, 2019).

Menanggapi hal ini, dibutuhkan berbagai instrumen pembiayaan inovatif yang tidak hanya bersumber dari pemerintah, tetapi juga nonpemerintah, misalnya pembiayaan sektor syariah. Karena Indonesia memiliki populasi muslim yang besar, Indonesia dinilai memiliki peluang pembiayaan yang tinggi dari sektor syariah melalui instrumen wakaf, zakat, dan investasi syariah.

Wakaf adalah harta berupa aset bergerak atau tidak bergerak yang disumbangkan untuk diambil manfaatnya demi kemaslahatan umat. Mengingat Indonesia merupakan negara paling dermawan di dunia, menurut data World Giving Index (WGI) 2021, Charities Aid Foundation (CAF) 2021, sehingga Indonesia memiliki kemungkinan besar dalam pembiayaan Sustainable Development Goals (SDGs) dengan wakaf. 

Selain itu, dilansir dari data Sistem Informasi Wakaf (SIWAK) Kementerian Agama, potensi wakaf tanah di Indonesia mencapai jumlah 414.829 lokasi dengan luas 55.259,87 hektar. Sementara itu, Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyatakan potensi wakaf tunai di Indonesia mencapai Rp180 triliun per tahun.

Dengan potensi sebesar itu, wakaf dapat berperan dalam membangun dan memperbaiki berbagai infrastruktur serta menyediakan program pelestarian lingkungan sebagai pendukung Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. 

Contohnya, pemanfaatan wakaf untuk membangun sekolah, rumah sakit, waduk, tempat tinggal yang layak, pembangkit listrik energi terbarukan (alternatif), dan sebagainya. Wakaf juga dapat meningkatkan peluang mobilitas sosial ekonomi dengan menyediakan sumber pendanaan yang cukup permanen, efektif, dan efisien.

Kemudian, zakat merupakan sebagian harta yang dikeluarkan oleh setiap muslim yang memiliki kekayaan melebihi nisab. Kedudukan zakat adalah wajib untuk dilaksanakan setiap umat muslim. Untuk itu, Indonesia sebagai negara dengan umat muslim terbanyak memiliki potensi zakat yang sangat besar. Berdasarkan data outlook zakat Indonesia pada 2021, potensi zakat Indonesia mencapai Rp327,6 triliun.

 Secara rinci, zakat perusahaan sebesar Rp144,5 triliun; zakat penghasilan dan jasa sebesar Rp139,07 triliun; zakat uang sebesar Rp58,76 triliun; zakat pertanian sebesar Rp19,79 triliun; dan zakat peternakan sebesar Rp9,52 triliun.

Berbeda dengan wakaf yang dapat dikelola untuk kepentingan umum, harta zakat hanya dapat diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. 

Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), zakat bertujuan untuk membantu dengan memberikan dukungan pendapatan dan keterjangkauan untuk program peningkatan keterampilan sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. 

Zakat juga dapat digunakan untuk menyediakan dana bagi lembaga pendidikan dan kesehatan sehingga berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia yang dapat membuka lapangan kerja baru. Di sisi lain, zakat dapat memastikan adanya sirkulasi kekayaan pada perusahaan produktif dan masyarakat supaya tidak bertumpuk pada beberapa golongan atau individu saja.

Selain wakaf dan zakat, instrumen investasi syariah juga memiliki potensi yang besar dalam pendanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Hal ini terlihat dari kondisi pasar modal syariah Indonesia yang terus mengalami pertumbuhan tetap dalam lima tahun terakhir. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 30 September 2021, jumlah kepemilikan efek saham syariah sebanyak 1,06 juta investor dan diperkirakan tumbuh sebesar 45,95 persen (year-to-date). Selain itu, kepemilikan reksa dana syariah sebanyak 805.867 investor, tumbuh sekitar 66,69 persen (year-to-date). 

Ditambah lagi, jumlah kepemilikan sukuk korporasi menunjukkan pertumbuhan sebanyak 26,68 persen (year-to-date) sehingga saat ini memiliki 945 investor. Apalagi dalam penerbitan green sukuk, instrumen sukuk syariah yang mendukung kelestarian lingkungan dengan memberikan pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan, investor Indonesia memiliki minat yang sangat luar biasa besar. 

Dilansir dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri Keuangan pada Senin, 22 November 2021, dua hari sebelum masa penawaran ditutup pada tanggal 15 November 2021, target nasional penjualan Green Sukuk Ritel - Sukuk Tabungan seri ST008 sebesar Rp5 triliun telah terpenuhi dengan jumlah investor sebanyak 14.337 orang.

Demikian, dengan mengoptimalisasi potensi-potensi tersebut diharapkan Indonesia dapat memenuhi kesenjangan pembiayaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Untuk dapat memaksimalkan potensi-potensi di atas, salah satu caranya adalah MUI harus menerbitkan fatwa mengenai wakaf, misalnya fatwa tentang kebolehan wakaf uang, sehingga masyarakat terdorong untuk berwakaf. 

Selain itu, pemerintah harus mengembangkan inovasi digital untuk kemudahan masyarakat dalam berzakat dan varian pembiayaan untuk mendorong investasi syariah, terutama green sukuk yang bertujuan untuk mendukung kelestarian lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun