Mohon tunggu...
suci lintilas
suci lintilas Mohon Tunggu... Mahasiswa - suci

jangan bilang sulit untuk kita menikmati hidup, semua ada waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai Moral dan Nilai Sosial yang Terkandung dalam Eksploitasi Gender pada Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan

11 November 2021   00:00 Diperbarui: 11 November 2021   00:01 6632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul novel : Cantik Itu Luka

Penulis : Eka Kurniawan

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2015

Tebal buku : 481

Cantik Itu Luka merupakan karya pertama dari Eka Kurniawan yang di terbitkan pada tahun 2002 yang bekerjasama dengan Akademi Kebudayaan Yogyakarta dan Penerbit Jendela. Cetak kedua dan seterusnya diterbitkan oleh Gamedia Pustaka Utama pada tahun 2004. 

Novel ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Jepang pada tahun 2006 dengan judul yaitu Bi wa Kizu (Bahasa Jepang), diterjemahkan oleh Ribeka Ota (Shinpu-sha, 2006) dan diterjemahkan pula dalam bahasa Malaysia. 

Novel ini juga masuk long list Khatulistiwa Literary Award tahun 2003 yang membawa penulis dikenal sama hari ini. Eka Kurniawan merupakan seorang penulis asal Indonesia, ia menempuh pendidikan di perguruan tinggi dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.  

Pada tahun 2016, ia menjadi salah penulis Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize dan  terpilih sebagai salah satu "Global Thinkers of 2015" dari jurnal Foreign Policy.

Cantik Itu Luka menceritakan seorang perempuan yang bernama Dewi Ayu yang terlahir kembali setelah 20 tahun dari kematiannya. Keajaiban yang terjadi, ia datang dengan bentuk yang paling fantastis. kuburan tua itu bergoyang, retak, dan tanahnya yang berhamburan bagaikan dituiup dari bawah, yang menimbulkan badaidan gempa, dengan rumput dan nisan yang melayang serta hujan tanah yang bagaikan tirai itu terlihat sosok si perempuan tua berdiri dengan sikap jengkel yang kikuk, maish terbungkus oleh kain kafan seolah kain kafan yang baru semalam dikubur. 

Hal pertama yang dia ingat adalah bayinya, yang tentu saja sudah bukan lagi seorang bayi. Bayi  yang dilahirkannya menjadi seorang gadis sangat buruk rupa yang ia berinama Cantik. Dewi Ayu, menjadi seorang pelacur dengan paras yang sangat cantik di Halimunda pada masa kolonial Belanda.

Pada usia 17 tahun Dewi Ayu harus kehilangan semua keluarganya karena perang saat tentara Jepang mulai memasuki Hindia Belanda, dia juga sempat merasakan hidup dipenjara selama dua tahun, setelah dua tahun dipenjara, Dewi Ayu dan 19 perempuan lainya dipindahkan ke rumah yang di pimpin oleh Mama Kalong, seorang perempuan pribumi pemilik rumah pelacuran. Disanalah Dewi Ayu dan 19 perempuan lainya memuaskan nafsu para tentara Jepang.  

Dewi Ayu melahirkan empat anak perempuan, dengan tiga anak perempuan perparas cantik dan anak bungsu yang terlahir buruk rupa. Dewi Ayu yang sudah lelah melahirkan tiga orang anak, dan ia tidak ingin melahirkan anak lagi. Sampai pada suatu ketika, ia kembali mengandung. Dalam masa kandungannya Dewi Ayu sering berdoa bahwa kelak anak yang dilahirnya ini menjadi buruk rupa. 

Dalam novel Cantik Itu luka, pengarang menggunakan sudut pandang ketiga. Pengarang membuat awal cerita dengan menyuguhkan suatu peristiwa dengan kebangkitan Dewi Ayu dari kuburnya. Dengan hal seperti itu pengarang membawa pembaca untuk lebih penasaran lagi dengan kelanjutan ceritanya. Pengarang menggunakan bahasa yang ringan dan kata-kata yang disusun dengan sedemikian agar pembaca merlihat suatu hal yang mengenai dunia sosial. 

Dengan penjelasan-penjelasan dalam setiap peristiwa yang diceritakan dengan sangat detail oleh pengarang sehingga membawa pembaca dalam suasana yang terbangun dengan peran setiap tokoh yang kuat membuat cerita tersebut sama seperti kehidupan sosial kita. Pada novel ini, pengarang membumbui nilai-nilai sosial yang dapat kita ambil dan pelajari. Tidak hanya nilai sosial, nilai agama pun ada dalam novel ini. 

Nilai agama yang terdapat pada novel ini yaitu setiap makhluk hidup, memiliki takdir yang sudah ditentuka oleh tuhannya. Dalam novel ini, tokoh Dewi Ayu tidak percaya akan adanya tuhan, tetapi mencoba untuk menyakini apa yang ia pinta terwujud. 

Pada novel ini juga terdapat eksploitasi kesetaraan gender, pengarang memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan 1) gender dan marginalisasi perempuan, 2) gender dan beban kerja, dan 3) gender dan subornisasi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun