Pada usia 17 tahun Dewi Ayu harus kehilangan semua keluarganya karena perang saat tentara Jepang mulai memasuki Hindia Belanda, dia juga sempat merasakan hidup dipenjara selama dua tahun, setelah dua tahun dipenjara, Dewi Ayu dan 19 perempuan lainya dipindahkan ke rumah yang di pimpin oleh Mama Kalong, seorang perempuan pribumi pemilik rumah pelacuran. Disanalah Dewi Ayu dan 19 perempuan lainya memuaskan nafsu para tentara Jepang. Â
Dewi Ayu melahirkan empat anak perempuan, dengan tiga anak perempuan perparas cantik dan anak bungsu yang terlahir buruk rupa. Dewi Ayu yang sudah lelah melahirkan tiga orang anak, dan ia tidak ingin melahirkan anak lagi. Sampai pada suatu ketika, ia kembali mengandung. Dalam masa kandungannya Dewi Ayu sering berdoa bahwa kelak anak yang dilahirnya ini menjadi buruk rupa.Â
Dalam novel Cantik Itu luka, pengarang menggunakan sudut pandang ketiga. Pengarang membuat awal cerita dengan menyuguhkan suatu peristiwa dengan kebangkitan Dewi Ayu dari kuburnya. Dengan hal seperti itu pengarang membawa pembaca untuk lebih penasaran lagi dengan kelanjutan ceritanya. Pengarang menggunakan bahasa yang ringan dan kata-kata yang disusun dengan sedemikian agar pembaca merlihat suatu hal yang mengenai dunia sosial.Â
Dengan penjelasan-penjelasan dalam setiap peristiwa yang diceritakan dengan sangat detail oleh pengarang sehingga membawa pembaca dalam suasana yang terbangun dengan peran setiap tokoh yang kuat membuat cerita tersebut sama seperti kehidupan sosial kita. Pada novel ini, pengarang membumbui nilai-nilai sosial yang dapat kita ambil dan pelajari. Tidak hanya nilai sosial, nilai agama pun ada dalam novel ini.Â
Nilai agama yang terdapat pada novel ini yaitu setiap makhluk hidup, memiliki takdir yang sudah ditentuka oleh tuhannya. Dalam novel ini, tokoh Dewi Ayu tidak percaya akan adanya tuhan, tetapi mencoba untuk menyakini apa yang ia pinta terwujud.Â
Pada novel ini juga terdapat eksploitasi kesetaraan gender, pengarang memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan 1) gender dan marginalisasi perempuan, 2) gender dan beban kerja, dan 3) gender dan subornisasi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H