Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tobat Setelah Menjadi Teroris, Keluarga Kunci untuk Menghindari Jeratan Kelompok Radikal

23 Oktober 2016   10:42 Diperbarui: 23 Oktober 2016   11:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara Dialog Isu Kekerasan dan Radikalisme Bersama Kolumnis Media, yang diselenggarakan BNPT

Waspada dan peduli terhadap perubahan sikap anak, anggota keluarga atau orang disekeliling kita menjadi hal yang penting dan harus di miliki orang setiap orang. Kepedulian dan deteksi ini ini penting dilakukan sebagai upaya untuk  memotong  rantai  radikalisme yang mulai  mempengaruhi  anggota keluarga.

Ciri yang mudah dikenali dari orang yang sudah mulai terpengaruh jaringan kelompok radikal biasanya  bisa dilihat dari perubahan perilaku, sbb:

Pertama, menarik dari dari pergaulan. JIka anak/ anggota keluarga yang biasanya suka mengobrol, bicara, bercerita, banyak bicara atau suka bermain, tiba-tiba tidak melakukan itu semua , maka orangtua patut mewaspadainya.   Jika ada tetangga yang mulai menarik diri dari pergaulan, tidak mau lagi bergabung dengan tetangga, perlu di telusuri lebih jauh alasannya.

Kedua, menutup komunikasi dengan keluarga . Tidak ada lagi pembicaraan, anak tiba-tiba menjadi  ‘bisu’ dan tidak peduli dengan orangtua, keluarga. Hanya mau bicara jika ditanya saja, acuh dan bersikap asing

Ketiga, mempunyai kesibukan baru. Anak pulang larut malam dengan alasan banyak kegiatan, ada kesibukan di luar rumah.  Kalaupun di rumah ia lebih suka sibuk dengan urusan sendiri, di kamar sibuk berkutat dengan laptopnya dan itu semua di luar kebiasannya selama ini. Kalaupun di tanya, ia akan menghindar dan main rahasia.

Keempat, berani melawan orangtua. Tahap didasari si anak akan mudah melawan orangtua, membantah bahkan terang-terangan berani mencaci maki. Dalam tahap selanjutnya ia akan mudah mengkritik orangtuanya  dan menuduh orangtuanya kafir, pekerjaan orangtuanya di Negara kafir sehingga sah saja ia berani dan membantah bahkan menyakiti hati orang tuanya.

Kelima, mempunyai komunitas, teman baru.  Bisa jadi  akan ada tamu-tamu  asing dan selama ini tidak dikenal orangtua dan keluarga. Hal ini terjadi juga dengan salah satu kenalan jauh keluarga kami yang anggota keluarganya pernah terlibat dalam kelompok radikal. Ia pernah membawa teman-teman asing dan mereka kasak kusuk , sibuk terus di kamar tanpa diketahui aktivitasnya. Ternyata jauh hari kemudian terbukti ia masuk ke dalam kelompok radikal.

Keenam, dalam tahap selanjutnya mulai berani berbohong dan mencuri.  Anak membantah , mudah emosi kalau di nasehati dan mulai berbohong akan terbiasa di temui di keluarga. Bohong di mulai dengan tidak menceritakan kegiatannya , minta uang untuk keperluan ini itu yang tidak jelas dan biasanya di ikuti dengan pencurian kecil-kecilan di rumah.

Kunci Tobat, Keluarga Menerima Apa Adanya

Menurut  M Sofyan Tsauri , ia bisa kembali ke jalan yang benar, tobat dan tidak lagi menjadi teroris karena keluarganya mau menerimanya apa adanya. Saat ia tertangkap dan di vonis penjara 10 tahun karena kasus teroris Aceh, semua keluarga, tetangga, saudara, teman menjauhinya. Tidak ada lagi yang mau bersaudara, berteman dengan teroris seperti dirinya. Dalam keadaan terpuruk dan jatuh, Sofyan bisa saja justru semakin radikal karena merasa dunia luar tidak menghendaki dirinya kembali. Potensi radikalisme ini sangat tinggi karena ia akan merasa nyaman kembali ke kelompoknya yang mau menerima ia apa adanya.

M Sofyan, mantan teroris yang banyak memberikan kesaksian atas tobatnya
M Sofyan, mantan teroris yang banyak memberikan kesaksian atas tobatnya
Tetapi Sofyan tidak memilih hal tersebut. Ia bisa kembali dan meninggalkan kelompok radikalnya karena dekapan kasih sayang dari kedua orangtuanya yang terus menyiraminya dengan kasih sayang tanpa batas. Dalam kondisi terpuruk, kedua orangtuanya terus memberikan semangat dan mau menerima Sofyan apa adanya. Meskipun menyesali pilihan Sofyan menjadi teroris, tetapi orangtua bisa menerima dan tidak menjauhi Sofyan.  Justru sikap orangtuanya yang mau menerima Sofyan dengan kondisi seperti itulah yang menjadi dorongan terbesarnya untuk meninggalkan kelompok teroris dan kembali menjadi Sofyan yang lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun