Awalnya saya membayangkan akan melihat sebuah pabrik tua yang kumuh, kotor, tak terawat, gelap, kotor dan seram. Ya, gambaran itu yang terus memenuhi benak saya setelah mendengarkan beberapa cerita tentang bekas pabrik minyak atsiri yang terletak di sebelah timur Kota Solo tepatnya di Desa Plumbon, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Menurut cerita Om Stefanus Toni (kompasianer senior) yang sudah beberapa kali berkunjung ke bekas pabrik minyak atsiri tersebut, pabrik masih seram karena lama tidak terawat. Tapi itu dulu, kelakarnya seraya tertawa. “ Sekarang sedang proses rehab, Mbak,” sambungnya lagi.
Dan untuk menuntaskan rasa penasaran, sesuai kesepakatan, pagi itu, di penghujung bulan April 2016, kami berangkat mengunjungi bekas pabrik minyak atsiri di Tawangmangu.
Dari Solo, perjalanan ditempuh sekitar 1 jam. Saat saya dan rombongan tiba di bekas pabrik minyak atsiri yang saat ini dalam proses menjadi Museum Atsiri, gambaran pabrik tua yang tidak terawat hilanglah sudah. Manakala kaki menginjak tanah yang lembab dan hidung menghirup udara segar yang menyejukkan, hanya kekaguman yang terus saya rasakan. Mata ini benar-benar dimanjakan dengan pemandangan hijau hamparan rumput tebal di lembah .
Bangunan besar dengan model unik tampak menjulang kokoh di tengah hamparan lembah seluas lebih dari 2, 3 hektare. Saya sempat termangu, ada rasa tidak percaya melihat bangunan lama yang kelihatan kuat sekali dengan struktur bangunan yang ‘bergaya’ kolonial dengan pilar besarnya.
Selayang Pandang Pabrik Minyak Atsiri Tawangmangu, Proyek Mercu Suar Presiden Soekarno
Menurut penuturan Mbak Sri Rejeki, salah seorang staf Rumah Atsiri yang mendampingi kami dalam perjalanan dari Solo, di masa lampau pabrik minyak atsiri banyak menyimpan jejak sejarah bangsa ini. Dulu, sekitar tahun 1959 setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, salah satu pilihan politik Luar Negeri Soekarno adalah menjalin kerjasama dengan negara-negara yang menganut paham komunis. Soekarno tertarik dengan pembuatan minyak atsiri yang banyak manfaatnya bagi tentara saat Perang Dunia II. Masa itu, minyak atsiri menjadi alternative pengobatan dan terapi.
Dengan diplomasinya, Soekarno akhirnya berhasil mengajak kerjasama pemerintah Bulgaria untuk mendirikan pabrik minyak Atsiri yang didirikan di Tawangmangu. Tahun 1963 pabrik kerjasama dua negara ini dibangun. Pilihan Tawangmangu lebih karena daerahnya cocok untuk bertanam bahan-bahan minyak atsiri yang salah satunya adalah daun sereh.
Karena kondisi politik tahun 1965, proyek pabrik Atsiri tidak bisa dilanjutkan oleh pemerintah Soekarno, kemudian di tahun yang sama di lanjutkan oleh PBPR Leppin Karya Yasa.
Pabrik sempat berproduksi beberapa tahun kemudian berpindah tangan pemiliknya. Tahun 1986 oleh Presiden Soeharto, pabrik di swastanisasi , dan mengalami perpindahan pengelolaan. Kemudian terakhir tercatat pengelola pabrik adalah PT Intan Purnama Jati. Bertahan sampai 2011 dengan memproduksi minyak masoi yang bahan-bahannya diperoleh dari Papua.
Karena kurang dikelola dengan maximal, tahun 2015 semua peralatan pabrik dijual kepada pengusaha dari Madura. Peralatan pabrik dijual kiloan. Pada akhirnya pabrik berpindah tangan untuk kesekiankalinya (tahun 2015) sampai di tangan pemilik yang sekarang yaitu PT Atsiri Indonesia.
Mengali Sejarah dari Saksi Hidup
Meskipun masih dalam tahap renovasi, tetapi nyatanya bekas pabrik minyak atsiri tersebut kelihatan bersih, dan jauh dari kesan suram. Bangunan pabrik masih tampak kokoh, menjulang tinggi, kuat dan artistik. Meskipun di bangun tahun 1963, tetapi tampak jelas bangunan dipersiapkan untuk jangka puluhan bahkan ratusan tahun.
Kontruksi sangat kuat dengan pilar-pilar beton yang kuat dan dipastikandengan struktur bangunan tahan gempa. Bangunan model sosro bau dengan tiang penyangga besar mendominasi, mencerminkan rancangan dari arsitek luar negeri. Hal itu diamini oleh pegawai lama yang sudah lebih dari dari 25 tahun bekerja di pabrik minyak atsiri tersebut. Pak Markhaban (51 tahun) tercatat sejak tahun 1985 telah menjadi pegawai pabrik.
Siang itu tampak beberapa pekerja bangunan sibuk memperbaiki beberapa bagian bangunan. Kedatangan kami nyatanya tidak kelihatan menganggu kesibukan mereka, terbukti mereka tidak berhenti bekerja.
Dengan dipandu Pak Markhaban , kami diajak berkeliling dan dijelaskan kondisi pabrik saat itu. Beruntung, terik matahari tidak terlihat, hanya keteduhan dan udara sejuk yang senantiasa menemani kami menjelajah bagian-bagian dari bekas pabrik minyak Atsiri.
Menurut Pak Markhaban yang masuk menjadi pegawai pabrik tahun 1985, menuturkan bahwa pengelola pabrik minyak Atsiri ada 3 perusahaan. Yang pertamakali dipegang oleh PT Atsiri Citronela, kemudian PT Kresna dan yang terakhir PT Intan. Saat dikelola PT Intan, pabrik berproduksi sampai tahun 2011.
Merunut penjelasan dari minyakatsiriindonesia.wordpress.com, minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman.
Terdapat sumber-sumber minyak atsiri. Setidaknya dari bahan tanaman semua bagian tanaman bisa bermanfaat yaitu dari akar, batang, kulit , ranting, daunnya. Di Indonesia yang banyak terdapat hutan dengan ratusan jenis tanaman bisa digunakan sebagai bahan baku minyak atsiri yaitu Akar wangi, Kemuning. Bahan Daun yang bisa digunakan yaitu Nilam, Cengkeh, Sereh lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha, Kayu Putih, Gandapura, Jeruk Purut, Karmiem, Krangean, Kemuning, Kenikir, Kunyit, Kunci, Selasih, Kemangi. Untuk tanaman yang memanfaatkan biji adalah Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga, Klausena, Kasturi, Kosambi. Sementara yang memanfaatkan buah adalah Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar. Untuk bahan minyak atsiri dari bunga adalah cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap malam, Cemopaka kuning, Daun seribu, Gandasuli kuning, Srikanta, Angsana, Srigading.
Kulit kayu juga bisa digunakan yaitu kulit kayu manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi, Selasihan, Sintok. Untuk bagian ranting bisa mengunakan ranting pohon cemara gimbul dan cemara kipas. Tanaman berimpang juga bisa digunakan sebagai penghasil minyak atsiri yaitu rimpang jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur, Lengkuas, Lempuyang sari,Temu hitam, Temulawak, Temu putri.
Saat ini , di bekas pabrik atsiri Tawangmangu tersebut sudah ditanam pula daun sereh, pohon jeruk, dan aneka rimpang sepertikunyit, kencur, temu girang, temu hitam dll.
Bahan sereh paling lama di produksi dengan dua jenis sereh yaitu sereh rakyat dan sereh Purwodadi. Sereh sendiri diambil kadar sitrunela. Bahan bakunya segaja di tanam oleh warga sekitar pabrik. Bibit sereh di berikan oleh pabrik, kemudian warga diminta untuk menanamnya. Semua hasil panen sereh dibeli oleh perusahaan.
Selain dari sereh warga sekitar, pabrik juga membeli sereh dari warga di Jrakah, karena hasil penyulingan sereh lebih bagus dibandingkan dari warga sekitar pabrik. Jika kadar sereh yang ditanam warga sekitar berkadar 0,3%, sereh dari Jrakah bisa lebih sedikit tinggi sampai 0,5%. Sereh dari Jrakah berwarna kuning sehingga lebih bagus jika dibandingkan dengan sereh dari warga sekitar yang berwarna agak hijau.
Sementara untuk cengkeh, yang mempunyai kadar minyak tertinggi sampai 19% pernah diproduksi oleh pabrik diantara proses produksi daun sereh. Daun bahan baku cengkeh sendiri didatangkan dari Tulungagung.
Proses produksi
Menurut dokumen dari Pabrik Minyak Atsiri, Pabrik ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian destilasi, ekstraksi dan laboratorium dan tenaga listrik.
Terdapat 9 ketel detilasi @ 5 m2 dan 4 unit destilasi. Terdiri dari satu unit dengan 5 ketel destilasi, satu unit dengan 2 ketel destilasi, satu unit dengan 1 ketel destilasi dan satu unit lagi dengan 1 ketel destilasi. Masing-masing unit dilenglapi dengan kohobasi. Dengan demikian pabrik ini bisa mengolah 4 macam bahan sekaligus.
Secara umum, proses produksi minyak atsiri dilakukan dengan tiga cara yaitu pengempaan (pressing), ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan dengan cara penyulingan (distillation). Dari ketiga proses produksi tersebut, proses penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri.
Menurut penuturan Pak Markhaban, tahapan proses penyulingan dimulai dari proses pemotongan atau pencacahan daun sereh yang dimasukkan ke dalam tungku pencacah. Dalam 1 tungku bisa memuat 1 ton daun sereh.
Pabrik mempunyai 9 tungku besar dan ketel pendidih yang berproduksi setiap hari 24 jam. Setiap kali berproduksi 1 ketel membutuhkan waktu 3 jam. Sehingga 1 ketel dalam seharinya bisa melakukan 8 kali proses produksi. Pak Markhaban mengaku lupa jumlah total produksi minyak dalam 1 hari, tetapi yang jelas masing-masing mesin bisa melakukan 8 kali proses produksi dalam satu hari.
Dari proses penyulingan tersebut menghasilkan minyak yang ditampung dalam tampungan berbahan tembaga. Bahan tembaga dipilih karena mampu membuat bau(esen) minyak awet. Tetapi di tahun-tahun terakhir produksi, bahan penampung mengunakan wadah steanlist sehingga bahan tidak awet seperti saat ditampung dalam wadah tembaga.
Untuk mencapai ruang ekstraksi melalui jembatan artistik yang yang berdiri kokoh terletak diujung pabrik sebelah barat.
Peluang Menjanjikan Minyak Atsiri Indonesia
Sebagai salah satu komoditas eskpor agroindustry, minyak atsiri menjadi salah satu andalan bagi Indonesia untuk menghasilakan devisa negara. Catatan data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian.
Melihat peluang yang besar, tentu saja perkembangan industri minyak atsiri termasuk menjanjikan.
Daerah penanaman dan produksi minyak sereh wangi di Indonesia dengan luas areal pada tahun 2007 sebesar 19.592,25 ha , terbesar di daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar dan produksi mencapai 95% dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat. Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan Pemalang (Data Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008).
Menurut catatan kemenperin.go.id, Indonesia menjadi salah satu pemasok bahan baku minyak atsiri di dunia. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara penghasil minyak atsiri dan masuk dalam 10 besar di dunia. Minyak atsiri yang dihasilkan di Indonesia berbagai macam, ada minyak pala, nilam, cengkeh, mawar, melati, gaharu, dan masih banyak yang lainnya. Bahkan Indonesia mampu memasok 90% bahan baku minyak atsiri jenis nilam yang biasa digunakan untuk membuat parfum. Tetapi stok bahan baku yang melimpah belum dimaksilamlan oleh pelaku industry di tanah air. Tercatat Indonesia hanya mampu mengekspor bahan baku minyak atsiri dengan lebih banyak mengimpor barang jadinya salah satunya parfum.
Saat ini sentral industry bahan minyak atsiri di kembangkan di Sulawesi, Jawa Barat dan Pasaman Barat (Sumatera Barat).
Mengumpulkan Sejarah Yang Terserak, Menyemai Pengetahuan untuk Masa Depan
Melihat sejarah kemanfaatan minyak atsiri, tak salah jika PT Atsiri Indonesia mengelola bekas pabrik terbesar di Asia Tenggara ini menjadi wahana edukasi . Visi yang hendak dicapai adalah melanjutkan cita-cita Soekarno menjadi mercusuar dunia di bidang minyak atsiri untuk mensejahterakan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Sedangkan misinya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
1. Pendidikan .
-Pendidikan pengetahuan sejarah arsitektur, atsiri, proyek mercusuar Soekarno. Untuk mewujudkan gagasan tersebut melalui keberadaanMuseum Atsiri yang melakukan kajian tentang sejarah arsitektur, sejarah atsiri, mercusuar Soekarno.
-Juga melakukan pendidikan tanaman atsiri, pengolahan, pemanfaatan dan hilirisasinya sejak dini. Di wujudkan dengan sekolah alam dan laboratorium
2.Pelatihan
Pelatihan pengetahuan produksi minyak atsiri dan pemanfaatannya
-Balai Latihan Ketrampilan produksi minyak atsiri dan pemanfaatnya
-Balai latihan budidaya tanaman atsiri
-balai latihan peneliti dan pengembangan minyak atsiri
3.Penelitian dan pengembangan
Penelitian dan pengembangan hilirisasi produksi minyak atsiri
-Balai latihan penelitian dan pengembangan
-Laboratorium penelitian dan pengembangan hilirisasi produksi atsiri
Melalui Museum Atsiri, gagasan besar untuk memperjelas jejak sejarah dan memadukan dengan ide kekinian menjadi menarik untuk dinantikan. Setidaknya gagasan tersebut tertuang dalam beberapa rancangan yaitu sebuah museum khusus yang berisi pengetahuan tentang seluk beluk pembuatan minyak atsiri. Kemudian ada wahana edukasi, kelas edukasi minyak atsiri, tempat workshop, restaurant, coffe shop dan lounge hingga ruang pertemuan. Museum atsiri juga akan dilengkapi dengan Kids Lab tempat anak-anak belajar dengan happy bagaimana berbagai penciptaan kimia yang menyenangkan.
Para pengunjung bisa menelusuri jejak sejarah pembuatan minyak atsiri dari proses hulu sampai hilir. Di bagian luar juga disiapkan tanaman-tanaman sebagai bahan pembuatan minyak atsiri seperti tanaman sereh wangi , bunga mawar, dan berbagai jenis rimpang .
Kemudian ruang pengolahan seperti ruang disel, ruang boiler, ruang destilasi, ruang ekstraksi , bahkan laboratorium disediakan sebagai rangkaian dari sejarah itu sendiri.
Melihat rancang bangun yang disiapkan, saya yakin jika Rumah Atsiri ke depan menjadi wahana edukasi yang menarik dan tentunya menyimpan banyak manfaat yang berguna untuk ilmu pengetahuan. Dan seperti harapan Rumah Atsiri, kelak Museum Minyak Atsiri akan menjadi KAWASAN WISATA BARU di Tawangmangu, tempat WISATA SCIENSE yang menyenangkan. Semoga .**
Bahan bacaan pendukung: minyak atsiri.com, minyakatsiriindonesia.wordpress.com, kemenperin.go.id
_Solo, 2 Juli 2016_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H