Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bantahan Telak Dirut RS Sumber Waras, Hantam BPK dan Lawan Politik Ahok

19 April 2016   11:03 Diperbarui: 19 April 2016   11:08 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber foto : kompas.com"][/caption]

Polemik RS Sumber Waras hampir dipastikan saat ini semakin jelas dan terang benderang setelah Direktur Utama Rumah Sakit Sumber Waras, Abraham Tedjanegara menjelaskan beberapa hal yang selama ini memicu kecurigaan BPK.

Abraham dengan jelas memaparkan beberapa fakta yang membuat kasus RS Sumber Waras terkesan ruwet dan menimbulkan kebimbangan

Diakui atau tidak, pendapat publik sempat terbelah, terutama orang-orang yang simpati kepada Ahok dan bersiap memberikan dukungan pada Pilgub 2017 mendatang. Diakui atau tidak sebagian public sempat ikut bertanya-tanya, sedikit ragu-ragu karena BPK telah  gencar mengeluarkan statement atas hasil pemeriksaaan RS Sumber Waras  sehingga menimbulkan membuat opini baru yang cederung memojokan Ahok.

Sementara bagi public yang selama ini tidak mendukung Ahok, seperti mempunyai amunisi baru untuk semakin gencar menyerang sang gubernur dan muaranya terganjal untuk maju menjadi DKI 1.

Terhadap beberapa hal yang membuat BPK curiga, Abraham telah memberikan jawaban yang telak dan sangat masuk akal.

Pertama, tentang  waktu transaksi jual beli yang  dicurigai KPK. BPK menilai waktu terjadinya transaksi itu tidak wajar, yakni yakni pada 31 Desember 2014, lewat pukul 19.00, atau lewat jam kerja.

 Abraham mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan antara RS Sumber Waras dan Pemprov DKI dalam menentukan batas waktu pembayaran sebagian lahan Sumber Waras. Pada tanggal 7 Desember 2015, sudah ada Kesepakatan dan pengikatan kontrak antara RS Sumber Waras dengan Pemprov DKI. Kalau biasanya dalam transaksi jual beli  pembayaran seharusnya langsung dilakukan di depan notaris, tetapi karena transaksi dengan instansi bisa berbeda. Saat itu Pemprov DKI tidak bisa langsung melakukan pembayaran karena terkendala proses administrasi.

Kedua, tentang kecurigaan karena transaksi  pembelian lahan dilakukan secara tunai .

Menurut Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan , awal kecurigaan pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras berawal dari transaksi tak lazim yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Ketua BPK RI Harry Azhar mengamini dengan menyebutkan  transaksi pembelian sebagian lahan itu menggunakan cek tunai sebesar Rp 755,69 miliar. Anggarannya diambil dari uang persediaan (UP). Sistem pembayaran melalui cek tunai ini, kata dia, sama seperti pembayaran uang tunai. Caranya dengan mencairkan cek tersebut di bank dan kemudian ditransfer ke rekening pihak ketiga, dalam hal ini Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).

Jawaban Abraham, mematahkan kecurigaan BPK. Abraham mengatakan bahwa ia tidak menerima pembayaran tersebut secara tunai. "Uang Rp 755 miliar dan malam tahun baru? Kalau misalnya saya terima, saya pikir saya harus bawa kontainer," kata Abraham.

Logikanya benar, rasanya tidak mungkin uang ratusan milyar di bayarkan tunai  saat transaksi jual beli. Selain butuh container, saya rasa Abraham dkk juga butuh satu peleton pasukan pengaman yang akan mengamankan uang segar tersebut.

Sekali lagi Abraham  menegaskan bahwa pembayaran pembelian lahan itu melalui sistem transfer, yaitu ransfer ke rekening Bank DKI RS Sumber  Waras.

Ketiga, Soal tuduhan BPK bahwa pembelian RS Sumber Waras diindikasikan merugikan negara  sampai Rp 191 M.

Sekali lagi Abraham menolak  tuduhan tersebut,  transaksi tersebut tidak merugikan Negara  justru pemprov DKI yang untung karena  harga bangunan sebesar Rp 25 M tidak termasuk dalam pembayaran. Kemudian harga tanah sesuai NJOP (nilai jual objek pajak) tahun 2014 senilai Rp 20 juta.  Sekali lagi, Pemprov DKI  sudah benar membayar sesuai NJOP karena dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan lahan tersebut berada di Jalan Kiai Tapa, bukan Jalan Tomang Utara yang NJOP-nya Rp 7 juta.

Ketiga hal tersebut, saya kira sudah gamblang dan jelas sekali menjawab ‘kegundahan’ dan kecurigaan BPK.  Dasar kecurigaan BPK sudah terpatahkan oleh  pihak yang melakukan transaksi dengan Pemrov DKI.  Artinya, menurut saya sih, clear sudah kasus RS Sumber Waras. Kalau dasar-dasar yang digunakan BPK untuk mengkasuskan Ahok sudah clear, alasan apalagi yang akan dicari-cari BPK? Rasanya BPK perlu melakukan evaluasi internal ke depannya, sehingga tidak sembarangan mengeluarkan statement terkait hasil pemeriksaan keuangan  pemerintah daerah.  Atau adakah alasan BPK lainnya? Ach sudahlah..

Dan bantahan Dirut RS Sumber Waras tersebut sekaligus membuat lawan politik Ahok yang akan menjajal kemampuan Ahok pada Pilgub 2017 tersodok dan termehek-mehek. Amunisi yang mereka pegang dan dijadikan senjata pamungkas rasanya sudah tidak berdaya lagi.Meskipun mereka masih berharap KPK akan memutuskan berbeda, tetapi sejumlah fakta diatas tentu saja sudah membuat kasus Sumber Waras terindikasi kuat tidak akan menjatuhkan sang gubernur. Lawan politik Ahok harus putar otak mencari amunisi lainnya. Pun para politisi yang besar mulut, yang 'rela mempertaruhkan nyawa'  demi Ahok dengan memotong bagian tubuhnya atau gantung diri, silahkan siap-siap ditagih publik. **

 

_Solo, 19 April 2016_

(Referensi : kompas.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun