[caption caption="sumber foto: kompas.com"][/caption]
Yusril Ihza Mahendra, salah satu bakal calon penantang Ahok dalam bursa pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 terus melaju.
Niatnya kelihatan sudah bulat sekali, tak pantang menyerah dan terus berupaya agar jalan menuju kursi DKI Jakarta 1 melaju mulus. Berbagai cara dilakukan, seperti bertemu dengan sejumlah bakal calon gubernur yang berniat maju menantang Ahok juga bertemu pimpinan partai politik.
Lobi-lobi menjadi salah satu jurus andalan Yusril untuk mendapatkan dukungan. Ya, Yusril berharap bisa didukung partai politik untuk ikut berkontes dalam Pilkada DKI Jakarta setahun mendatang. Ia tidak seberani Ahok yang mantap melaju lewat jalur independen.
Salah satu andalan Yusril untuk terus percaya diri dan mantap bakalan bersaing dengan Ahok dan sukur-sukur terpilih mengantikan Ahok karena ia merasa lebih unggul dari bakal calon lainnya termasuk lebih unggul dari Ahok sendiri. Keunggulannya adalah ia sudah pernah menduduki jabatan penting sebagai menteri. Hanya Adhyaksa Dautl yang pernah menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia bersatu Jilid 1 periode 2004 – 2009.
Sementara untuk bakal calon lainnya seperti Ahmad Dhani, Sandiaga Uno, si Wanita Emas Hasnaeni Moien, bahkan Ahok sendiri belum pernah mencicipi rasanya menjadi menteri.
Yusril pernah menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Hukum dan Perundang-undangan, serta Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada kabinet pemerintahan yang lalu. Tercatat ia mengemban tugas sebagai menteri untuk tiga orang presiden yaitu kala presiden Abdurahman Wahid, Megawati dan SBY.
Dalam Kabinet Pemerintahan Indonesia, 21 Oktober 2004 – 9 Mei 2007 dengan Presiden Abdurrahman Wahid, ia menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kemudian sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada pemerintahan Megawati di Kabinet Gotong Royong . Saat SBY menjabat presiden , Yusril kembali terpilih menjadi Menteri Sekretaris Negara , meskipun pada akhirnya direshuffle dan digantikan besan SBY, Hatta Rajasa.
‘Keunggulan’ Yusril tersebut digadang-gadang mampu menjadi magnet bagi pemilih di DKI Jakarta sehingga mau memilihnya sebagai gubernur saat Pilkada 2017 mendatang.
Kenapa Meremehkan Jokowi?
Percaya dirinya yang besar berdasarkan pengalaman pernah menjadi menteri selama tiga kali, Yusril Ihza Mahendra bahkan mengatakan kalau mestinya npenduduk DKI Jakarta berterimakasih kepadanya karena ia yang memiliki kapsitas nasional mau menangani permasalahan daerah. Seperti kutipan dari kompas.com, Yusril mengatakan"Begini, mestinya Anda berterima kasih sama saya. Ada yang memiliki kapasitas nasional, tetapi mau menangani permasalahan daerah," kata Yusril, di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (25/3/2016).
Terserah Yusril mau bilang apa, karena memang nggak ada salahnya orang dengan kapasitas dirinya yang mantan menteri mau mencalonkan diri menjadi Gubernur. Tidak malu, ragu atau malu serta jaim karena pernah menjabat menteri sekarang ‘turun jabatan’ karena mau bertarung menjadi seorang gubernur.
Tetapi yang tidak elok, saat itu Yusril juga membuat pernyataan yang menurut saya meremehkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di sini beritanya http://megapolitan.kompas.com/read/2016/03/25/15153321/Yusril.Kapasitas.Wali.Kota.tapi.Jadi.Presiden.Kacau.tuh.Jadinya?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
"Jadi, kalau ada tokoh yang mampu memecahkan persoalan nasional dan dia mau turun memecahkan persoalan daerah, ya itu baik juga," ujar Yusril.
"Yang tidak baik itu, kapasitas wali kota tetapi jadi presiden, misalnya. Itu sudah kacau tuh jadinya. He-he-he," kata Yusril.
“…Kapasitas walikota tetapi jadi presiden”, kalimat itu bukankah ditujukan kepada Jokowi? Jadi selama ini Yusril jelas telah menganggap bahwa Jokowi hanya mempunyai kapasitas seorang walikota, tidak mempunyai kapasitas gubernur apalagi kapasitas sebagai presiden.
Wow, kalimat yang sembrono dan tentu saja tidak mendasar. Entah apa yang membuat seorang profesor berpikir seperti itu. Seandainya benar yang ia katakan bahwa Jokowi tidak mempunyai kapasitas sebagai seorang gubernur apalagi presiden, kenapa ia mampu menata dan membawa Jakarta lebih baik saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta? Pun saat ini ia membawa banyak perubahan di Indonesia saat baru memasuki dua tahun menjabat sebagai presiden? Sebut saja perubahan birokrasi diIndonesia, Pemerataan pembangunan infrastruktur terutama di Indonesia timur. Pembangunan waduk, bendungan, jembatan, tol, MRT dan LRT, tol laut, dll (silahkan googling sendiri).
“Itu sudah kacau tuh jadinya” Apanya yang kacau? Bukankah selama ini justru Jokowi menyelesaikan kekacauan di tanah air.
Siapa juga presiden yang mau turun langsung ke Papua, menangani kabut asap, sidak langsung melihat perkembangan proyek di lapangan?
Rupanya Yusril lupa dengan waktu Jokowi yang belum genap dua tahun tetapi mampu menorehkan sejumlah prestasi meskipun memang belum sempurna yang mungkin seperti dipikirkan Yusril. Ingat lho pak Yusril, Jokowi baru juga setahun lebih menjabat presiden.
Untuk memuluskan langkah menjadi Gubernur DKI Jakarta, tidak elok jika Yusril malah meremehkan kemampuan Jokowi. Bukankah lebih baik ia intropeksi diri? Yang jelas Jokowi sudah membuktikan mampu menjadi Gubernur, juga sebagai presiden. Sementara Yusril belum pernah menjadi Gubernur, baru mau menjadi gubernur. Lebih elok jika ia belajar banyak dari pengalaman dan kemampuan Jokowi saat menjabat sebagi Gubernur mengelola DKI Jakarta. Mungkin itu bisa menarik minat calon pemilihnya kelak.**
_Solo, 26 Maret 2016_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H