Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Alasan Gibran Memberikan Nama Anaknya: Jan Ethes Srinarendra

14 Maret 2016   11:31 Diperbarui: 14 Maret 2016   11:43 10066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber foto : Kompas.com"][/caption]Ini sedikit  pedapat saya, bagi teman-teman terutama yang bukan orang jawa dan yang masih suka  berpandangan sempit ,  berburuk sangka, berkata  ‘nyinyir’ .

Saya mencoba maklum manakala  teman-teman yang seperti saya sebutkan diatas suka resah, gelisah dan bicara asal tentang keluarga Jokowi, ya barangkali karena kurang piknik.  Tetapi manakala keluarga termuda Jokowi yaitu cucu pertama yang buah cinta putra sulungnya, Gibran dan Selvi Ananda juga di ‘nyinyiri’, ini memang sudah keterlaluan dan sama sekali nggak bisa di nalar.

Seperti banyak diberitakan di media , terutama media sosial, tentang kelahiran cucu pertama presiden  yang diberi nama JAN ETHES SRINARENDRA. Istri Gibran melahirkan anak pertamanya, hari Kamis (10/3/2016) sekitar jam 09.38 di RS PKU Muhhamadiyah Solo, Jawa Tengah. Bayi  lahir sehat, berjenis kelamin laki-laki dengan bobot 3,09 kg dan panjang 48,5 cm ini lahir lewat persalinan caesar yang dipimpin tim dokter  Dr. Soffin Arfian Sp.Og.

Beberapa  hari kemudian, setelah  cucu Jokowi diberikan nama  JAN ETHES SRINARENDRA,  berunculan nada sumbang, nyinyir dari beberapa haters yang sebenarnya tidak paham tetapi berlagak paham dengan arti dari nama cucunya Jokowi. Antara lain mengatakan kalau nama bayi tersebut bukan nama islami alias kafir.

Bagi yang bukan  orang jawa dan yang tidak paham makna dari sebuah nama dalam bahasa jawa, kiranya sebelum komentar perlu membaca ulasan singkat ini.

Nama Jan Ethes Srinaredra, adalah nama jawa, jangan terkecoh seperti nama asing karena melihat nama depan yang mengunakan kata Jan. Ini bukan nama asing tetapi  nama jawa yang artinya Sangat, Amat, Sungguh. Misalnya digunakan dalam kalimat seperti ini:

Jan enak tenan masakanmu” artinya : Sungguh sangat enak masakanmu

Atau

Jan ganteng tenan bocah kuwi” artinya : Anak itu sangat ganteng

Atau

Jan pinter tenan,” artinya : Sangat pintar

Kemudian nama kedua, ETHES

Seperti kata JAN, kata ETHES  adalah kosa kata yang biasa  diucapkan di dalam percakapan di Jawa. Bahkan ibu saya sering kali mengucapkan kata ETHES saat melihat cucunya yang lincah,  ceria, tidak gampang capek dan selalu energik, lari kesana kemari dan bermain. ETHES ini bermakna : Lincah, segar, sehat, bugar, tidak gampang lelah, selalu energik, cekatan.

Misalnya diterapkan dalam kalimat :

Bocah kok ethes tenan, ora tau gampang kesel”, artinya : Anak kok sehat sekali, tidak pernah mudah capek.

Atau

Kowe kok ethes men tho, cak cek tandang gawe,” artinya : kamu kok cekatan sekali, gesit mengerjakan pekerjaan

Dan lain-lain

Sementara untuk arti SRINARENDRA  adalah pemimpin yang  baik. Ia berharap nakanya kelak mewarisi sikap mbah kakungnya (Jokowi) sebagai pemimpin yang baik.

Jadi keseluruhan arti nama si bayi kira-kira  adalah Pemimpin yang baik dan sangat cekatan.

Kenapa Gibran memberikan nama tersebut?

Menurut saya, Gibran sangat menghargai budaya lokal yang adiluhung , penuh makna dan mempunyai harapan yang  mendalam.  Ia tidak lupa pada akar budaya, wong Solo, meskipun lama mengecap pendidikan di luar negeri. Ia  ingin nguri-nguri budaya jawa, ingin terus melestarikan budaya jawa.

Gibran luar biasa, anti meanstream, pada saat orang muda sekarang banyak yang menamakan keturunannya dengan nama ‘modern’ , kebarat-baratan dan cenderung nama yang masa kini, tetapi ia memilih nama yang jarang digunakan, dari jawa demi melestarikan kearifan local.

Selain itu, Gibran nyakin bila ia harus terus menguatkan identitas, jati diri keluarganya agar tidak  tercerabut dari akar budayanya. Ia memperkuat akar budaya dengan cara yang mungkin bagi orang lain tidak terpikirkan.

Nah, barangkali ini yang sekarang jarang terpikirkan oleh kita-kita. Menguatkan jati diri dari hal paling sederhana , menguatkan akar budaya dari bawah.

Semoga sedikit mencerahkan bagi yang kurang paham.

 

_Solo, 14 Maret 2016_

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun