Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merasakan Harum Bunga Segar di Pasar Kembang Solo

3 Maret 2016   15:57 Diperbarui: 4 April 2017   16:31 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pedagang bunga di Pasar Kembang mengelar dagangan , foto : Suci Harjono"][/caption]“Pokoknya  kalau cari kembang (bunga) ya di Pasar Kembang. Sudah pada tahu, Mbak,” tutur Mbah Dar, 68 tahun, salah seorang pedagang kembang (bunga) aneka warna atau lebih dikenal dengan kembang telon. Ia bersama  tak kurang dari sepuluh  pedagang perempuan dengan berbagai usia saban hari mengelar dagangan bunga di Pasar Kembang, tepatnya di seberang Pasar Kembang.

Bertahun-tahun yang lalu, Mbah Dar, mengelar dagangan tepat di areal Pasar Kembang, tetapi karena semakin banyak pedagang, ia memilih bergeser, mengelar dagangan di sebrang jalan pasar. “Kathah sing dagang sekar, lha kulo terus pindah mriki mawon ,”(banyak yang berdagang bunga, saya terus pindah ke sini saja),” tambahnya sambil memilah bunga mawar yang sebagian rontok dari tangkainya.

[caption caption="Mbah Dar, biasa begadang menunggu dagangan bersama pedagang lainnya, foto : Suci Harjono"]

[/caption]Dari puluhan pasar tradisional di Kota Solo, pasar yang secara khusus  terkenal dengan dagangan bunga adalah Pasar Kembang. Nama Pasar Kembang sesuai dengan barang dagangan yang dijual yaitu bunga/kembang, meskipun di dalam pasar juga ada yang menjual sayuran dan sembako.

Bagi warga Solo dan kabupaten sekitarnya, saat membutuhkan bunga dalam jumlah besar, misalnya ada keluarga yang meninggal dunia, pastilah mereka akan menuju ke Pasar Kembang.

[caption caption="foto : Suci Harjono"]

[/caption]Terletak di jalan dr Rajiman  Kelurahan Sriwedari Kecamatan Laweyan Solo, pasar ini berada di pinggir jalan, persis di pinggir perempatan jalan.  Jika dari arah jalan Slamet Riyadi, arah timur, saat menemui perempatan jalan (sebelah kanan hotel Novotel), ambil arah kiri. Lurus saja ke selatan (jl Honggowongso) sekitar 400 meter akan menemukan Pasar kembang. Sebelum sampai ke pasar yang juga sering di sebut Pasar Sekar, di pinggir jalan sudah berjejer penjual bunga.

Keberadaan pasar  yang dibangun sejak tahun 1967 ini, tidak terlepas dari budaya warga Solo (Jawa) yang mempunyai bermacam-macam kebiasaan yang  membutuhkan bunga sebagai pelengkap tradisi turun temurun.  Tradisi yang dilakukan antara lain nyadran yaitu ziarah kubur yang biasa dilakukan menjelang bulan puasa.  Tradisi untuk melengkapi salah satu prosesi sebelum menikah dengan siraman (mandi  air yang dicampur bunga beraneka macam).  Ada lagi saat menjadi pengantin membutuhkan rangkaian bunga melati bagi mempelai laki dan perempuan. Kemudian ritual khusus menjelang bulan–bulan tertentu seperti suro, jamasan pusaka dll.

[caption caption="Uborampe untuk kematian dan ritual adat lainnya tersedia di sini, foto : Suci Harjono"]

[/caption]Selain menyediakan bunga untuk kebutuhan tertentu, dipasar ini juga banyak pedagang yang menjual bunga segar yang biasa dipergunakan untuk menghias dekor pengantin, buket, bunga tangkai pertangkai untuk hadiah dll. Tak lupa juga pelengkap sesaji /ritual, ziarah seperti  keranjang bunga, lemper, kendi, payung, dupa  untuk orang meninggal, dan uborampe lainnya tersedia.

[caption caption="buket bunga cantik dan segar juga tersedia , foto : Suci Harjono"]

[/caption]Menurut penuturan Mbah Dar dan Mbah Rejo, kepada saya, hari  Kamis(3/3/2016) di Pasar Kembang, keduanya pedagang yang berasal dari Pengging Kabupaten Boyolali ini, bunga yang dijual dibeli dari petani bunga yang berasal dari Boyolali. Beragam bunga seperti mawar, kenanga, melati, kamboja, kanthil, sedap malam semuanya didatangkan dari Boyolali. Setiap pagi, pedagang mendapatkan pasokan bunga dari Boyolali sehingga bunga yang dijual  selalu berganti dan masih terlihat segar meskipun sampai sore hari.

Orang meninggal, menjadi rejeki bagi pedagang

Sebagian pedagang  berjualan  dari jam 07.00 sampai malam hari,  tetapi ada yang berjualan dari pagi bahkan terkadang sampai dini hari. Di hari-hari tertentu misalnya saat nyadran atau imlek, sampai dini hari pun banyak orang yang mencari bunga sehingga pedagang selalu mengelar dagangan.

Saat ada yang meninggal, saat itupulalah rejeki datang menghampiri. Biasanya keluarga yang meninggal akan membutuhkan banyak bunga sehingga pedagang merasakan kelimpahan berkah. Karena untuk hari biasa, dagangan laku biasa saja. Sementara saat ada yang meninggal dan di bulan-bulan khusus barulah pembeli mengantri.

Pulang jam berapa Mbah?” tanya saya sambil merasakan keharuman aroma bunga mawar yang mengelitik hidung.

Ya nggak pulang Mbak. Kalau ramai ya buka sampai malam. Siapa tahu ada yang butuh bunga dini hari”

"Memangnya ada yang butuh bunga saat pagi?"

"Ada. kalau ada yang meninggal, pagi-pagi sudah pada beli."

Istirahatnya dimana?”

Tuh di depan bengkel. Bareng-bareng sama pedagang lainnya. Sambil nunggu  dagangan,” ujarnya sambil terkekeh.

Mbah Dar menuturkan sudah biasa berdagang tanpa mengenal waktu, hanya sesekali pulang ke rumah. Ia mengaku sudah berjualan sejak berumur 21 tahun, artinya lebih dari separo usianya digunakan untuk berdagang bunga.

Saat dagangan sepi, ia akan menjemput bola, mendatangi para pelanggannya untuk menjual bunga. Di sekitar Kampung Singosaren dan Mangkunegaran ia sudah mempunyai pelanggan tetap yang bertahun-tahun membeli bunganya.

 

Biasa menerima pesanan bunga ronce

Mbah Rejo, usianya menjelang 70 tahun, berasal dari Pengging Boyolali menuturkan bahwa selain menjual bunga telon, ia biasa menerima pesanan bunga ronce, bunga melati yang biasa digunakan untuk pengantin perempuan dan laki-laki.  Ia selalu meronce/merangkai  untaian bunga melati di saat menunggu pembeli datang. Dagangannya tidak banyak, tetapi ia tetap senang karena sudah ada pelanggan. 

Untuk bunga ronce yang khusus untuk pengantin perempuan yang diletakkan di rambut dijual seharga Rp 30.000. Sementara untuk bunga melati yang disampirkan di dada pengantin perempuan dijual seharga Rp 50.000. Jika membutuhkan bunga sepasang (untuk pengantin laki dan perempuan) di jual dengan harga Rp 75.000.

[caption caption="Mbah Rejo meronce kembang melati sambil menunggu pembeli datang, foto: Suci Harjono"]

[/caption]Ia tidak sendiri, banyak pedagang lain yang juga meronce bunga melati karena sudah mempunyai pelanggan tetap.

Meskipun tidak mendapatkan laba cukup banyak, ia mengaku saat modal sebesar Rp 100.000, jika dagangan habis bisa mendapatkan Rp 150.000, tetapi jika sedang sepi, ia malah tombok (rugi). “Sudah biasa Mbak, orang dagang kadangkala sepi kadang ramai. Alhamdulillah disyukuri saja,” ujarnya sambil mengelap peluh dengan tanganya yang renta.

Meskipun  sudah berusia lanjut dan ketajaman matanya berkurang tetapi Mbah Rejo terlihat tetap gesit dan cepat saat meronce  bunga melati. Satu persatu jarum yang  dibubuhi benang panjang  semakin panjang dipenuhi rangkaian bunga melati.

“Mbah, tumbas mbang mlati, sedoso dados kalih njih,” kata seorang pembeli. (Mbah, beli bunga melati, sepuluh ribu dijadikan dua bungkus)

Nggih, Nak,” jawab Mbah Rejo sambil membungkus bunga melati dengan cekatan. Sebaris senyum tersungging di bibirnya saat menerima uang sepuluh ribu.

"Niki rejeki, Nak," katanya berbinar-binar  (Ini Rejeki Nak)

 

_Solo, 3 Maret 2016_

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun