Mengenali Gaya Marah Guru yang Mengancam Mental Murid
    Guru memiliki peran yang signifikan di sekolah tak hanya sebagai pengajar tapi pembimbing dan pendidik. Namun, dalam kehidupan sehari-hari atau dalam pembelajaran terkadang tanpa disadari guru tersulut emosi oleh perilaku murid yang tak mengenakan hati ditambah lagi suasana hati yang kurang baik. Hal ini dapat mempengaruhi suasana dalam proses pembelajaran. Suasana pembelajaran akhirnya kurang nyaman karena rasa emosi yang ditimbulkan dari rasa marah. Apalagi rasa marahnya belum dapat dikelola dengan baik maka gaya marah guru dapat berdampak kurang baik terhadap mental murid.Â
     Sebagai seorang manusia biasa, guru juga tak lepas dari rasa marah. Namun, sebagai figur atau panutan memang rasa marah yang bagaimana yang tak mengancam kesehatan murid? Marahnya guru sebaiknya didasari rasa sayang dari niat untuk membimbing dan motivasi murid agar murid menjadi pribadi lebih baik bukan frustasi pribadi yang sesaat. Tak hanya itu, rasa marah bisa menjadi metode profesional. Maksudnya bagian dari strategi mendidik yang terukur dan sesuai sehingga dapat mengekspresiakn emosinya secara terkontrol dan seimbang tanpa melakukan penghinaan atau hukuman yang merugikan murid.
     Selain itu, marahnya guru masih dalam koridor yang sesuai dan aman bagi kesehatan psikis murid. Kemarahan guru mesti disampaikan dalam lingkungan yang mendukung dan kondusif tanpa melukai hati murid sehingga pilihan kata, nada, suara, dan ekspresi wajah tetap mencerminkan rasa penghormatan kepada murid sebagai individu yang masih dalam proses belajar sehingga mengubah kemarahannya menjadi momen belajar. Maksudnya setelah marah guru dapat mendiskusikan situasi murid, menanyakan perasaan yang dirasakan, dan memberikan nasihat bagaimana cara memperbaiki kualitas diri sehingga dapat menunjukkan empati untuk menjaga hubungan positif.
Gaya Marah Guru yang Patut Diwaspadai?
     Sebagai manusia yang terus belajar, guru juga memiliki kelemahan dari tuntutan kebaikan diri yang terus melekat pada kepribadiannya. Namun, kontrol emosinya seiring perjalanan pengalamannya membuatnya banyak merefleksi diri apalagi guru sangat konsisten meminta umpan balik murid tak hanya profesional dan pedagogik tapi juga kepribadian yang dimiliki. Sehingga guru paham dan belajar dari kesalahannya untuk tidak mengekpresikan rasa marah yang berdampak pada psikis murid sehingga murid merasa kehilangan rasa percaya diri, terintimidasi, dan bahkan meninggalkan rasa trauma yang sulit dilupakan.
     Untuk itu, penting bagi guru untuk mengenali gaya bentuk marah yang berdampak pada kesehatan mental murid yakni
Marah dengan membanding-bandingkan
Saat guru marah tanpa disadari mengeluarkan perbandingan antara murid kelas yang diajar dengan kelas lainnya. Padahal sejatinya sebagai manusia tidak menyukai bila dibandingkan dengan orang lain dan menyadari bahwa manusia mempunyai keunikan sendiri. Untuk itu, sekesal apa pun sebaiknya kita tak perlu menggunakan lisan kita membandingkan murid dengan murid lainnya karena ini menyakitkan dan dapat menimbulkan kebencian.
     Kita bisa melakukan refleksi diri saat kita dibandingkan oleh pimpinan di sekolah dengan rekan kita yang jauh lebih disiplin. Bagaimana perasaan kita? Begitu pula rasa yang dialami oleh murid yang sedang kita perlakukan. Untuk itu, bandingkan murid dengan dirinya sendiri agar sebagai bahan evaluasi dan kesadaran untuk berubah menjadi pribadi lebih baik.
Marah disebabkan benci bukan karena evaluasi
Sebagai manusia, guru juga memiliki hak untuk marah. Rasa marah pada guru hendaknya ditimbulkan dari perilaku negatif dari murid sehingga lebih konsentrasi pada jalan keluar bagaimana cara penanganannya. Dengan begitu, perilakunya kurang baik dapat diminimalisasi bukan kita melampiaskan rasa kesal karena guru benci pada muridnya. Muridnya telah melukai hatinya akibat perilaku dan kata-katanya yang kurang enak di hati.
Guru menggunakan bahasa kasar, memaki, dan menghardik murid
Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara, guru merupakan panutan bagi muridnya. Itu artinya segala perilaku dan ucapan menjadi figur perhatian bagi muridnya sehingga rasanya tak elok apabila saat marah, emosinya tak terkontrol dengan menggunakan diksi yang tak sesuai dengan kepribadian guru. Meskipun situasi sedang santai, bercanda, tawa, dan lainya maka guru patut memilah diksi yang sesuai dengan situasi tanpa menimbulkan rasa menyakitkan di hati. Guru perlu tegas, serius, dan marah positif pada kondisi yang tepat.
Marah dengan kekerasan fisik
Rasa marah pada guru adalah suatu manusiawi. Namun hati boleh kecewa, tapi pikiran tetap dingin. Jangan sampai amarah kita mendorong tangan kita bergerak melakukan kekerasan fisik. Rasa kesal tersalurkan tapi dampak secara berkepanjangan akan membuat guru semakin terjepit dan dapat berakibat fatal sampai ke ranah hukum apabila orang tua murid tidak terima sehingga tak ada pembenaran apa pun yang dilakukan oleh guru yang menggunakan kekerasan fisik sebagai bentuk pelampiasan amarahnya.
Guru minim permainan gestur dan dominan omelan
     Mendengar omelan rasanya kita menelan pil pahit. Begitu pula yang guru lakukan kepada murid. Omelan yang begitu panjang membuat murid semakin keras apalagi diksi yang digunakan kurang mendidik dan membuat murid merasa kurang dihargai. pilahlah diksi yang sesuai kebutuhan dan tidak memakan durasi yang cukup panjang karena akan membosankan bagi yang mendengarkan. Ubahlah pendekatan guru sebagai pendengar untuk mencari tahu apa latar belakang dari masalah murid. Sehingga murid segan dan mawas diri akan perbuatannya.
Marah tanpa nasihat dan pendingin akhir
Marah merupakan bentuk ungkapan perasaan. Hal itu merupakan hal yang wajar. Namun marahnya seorang guru mesti penuh dengan nasihat yang baik dan bisa dijadikan bentuk strategi pendidikan yang memerlukan pendinginan suasana misalnya guru menyampaikan telah memaafkan, memberikan dorongan dan jangan lupa memberikan senyuman tulus yang terpancar dari wajahnya, salim, atau bentuk yang membuat hati murid sejuk kembali.
Itulah beberapa gaya bentuk marah guru dan sebenarnya banyak gaya marah yang patut kita waspadai agar dampak negatif dari amarah guru tidak menumbulkan hal serius pada murid seperti murid kehilangan rasa percaya diri, kecemasan atau ketakutan secara berlebihan, kesulitan berkomunikasi dengan guru atau rekan sebayanya, dorongan belajarnya menurun, dan trauma emosional dalam jangka waktu lama.
Untuk itu, penting bagi guru untuk terus meminta umpan balik dari kepribadian dan belajar menahan diri agar dapat mengontrol emosinya pada situasi yang kurang bersahabat. Dengan banyak evaluasi dan refleksi maka umpan balik akan membuat pribadi guru terus berbenah dan berdampak terhadap murid yang diidiknya.
sumber https://www.instagram.com/kang_leeman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H