Mohon tunggu...
Suciati Lia
Suciati Lia Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar mengungkapkan sebuah kata agar bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Refleksi Diri: Meneguhkan Prinsip untuk Mengatasi Kecemburuan di Tempat Kerja

8 Maret 2024   12:51 Diperbarui: 9 Maret 2024   19:12 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membina komunikasi dengan rekan kerja. (Dokumentasi Pribadi)

Teman-teman pembaca tentu tidak asing lagi dengan kata kecemburuan. Bukan kata yang sering kita pakai dalam hal asmara tapi di tempat kerja. 

Kata tersebut sering kali muncul di tempat kerja apabila seseorang yang merasa bekerja sepenuh hati. Sementara, ada rekan kerjanya bekerja sebaiknya. Namun, menerima kompesasi berupa gaji dan tunjangan yang sama. Apa perasaan Anda? Hal tersebut dapat menyebabkan perasaan tidak adil dan seharusnya mendapatkan sesuatu sesuai kinerjanya.

Perasaan tersebut menurut pribadi wajar. Namun jika kita pikirkan ternyata dapat menurunkan daya konsentrasi yang mengakibatkan lemahnya semangat. 

Hal ini akan menimbulkan prasangka dan membuat pribadi kurang bijak. Bukankah kita sebagai tenaga pendidik sudah memiliki janji yang diucapkan sewaktu pelantikan menjadi seorang pegawai atau ASN. 

Janji itu sebuah komitmen kita terhadap pekerjaan yang kita jalani selama ini. Dalam ulasan ini saya berbagi pengalaman agar memiliki prinsip yang teguh yang tak mudah digoyahkan oleh situasi atau lingkungan yang kurang mendukung sekalipun

Setiap hak yang kita dapatkan bisa menjadi berkah

Logikanya setiap kita bekerja, kita mendapatkan gaji. Jika kita tidak bekerja maka kita tidak mendapatkan gaji. Jika gaji kita dipotong karena kinerja kita kurang bagus maka jangan sakit hati. Lantas refleksi diri agar tidak menyalahan orang lain. Sebab, menyalahkan orang lain itu lebih mudah daripada mengoreksi kekurangan diri sendiri. 

Kekurangan diri tadi akan berimbas pada pendapatan atau hak yang kita terima. Bukankah hak yang kita terima akan dinikmati oleh keluarga kita. Jika kinerja kita kurang maksimal dan mengharap gaji sama alangkah kurang eloknya. 

Rasanya malu bila itu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dimakan oleh keluarga. Apa yang mereka makan tentu akan menjadi darah daging. 

Oleh karena itu, bekerjalah sesuai prosedur, sebab gaji yang kita berikan dalam bentuk nafkah akan menjadi berkah jikalau kita bekerja dengan sepenuh hati.

Ikut serta penyumbang karakter orang lain

Jikalau kita seorang pendidik, tentu kita secara tak langsung penyumbang perubahan karakter anak didik. Kok bisa? 

Coba bayangkan jika kita memiliki jadwal pelajaran lalu kosong? Apa yang dimanfaatkan oleh anak didik? Apalagi anak didik sekarang yang sering terpapar penggunaan media sosial dan kita tidak bisa mengontrol pemakaiannya. 

Siapa tahu di jam kosong tadi anak didik dapat melakukan sesuatu kurang baik di belakang pengawasan kita. Jikalau kita sebagai guru ikut serta menemani pembelajaran setidaknya hal tersebut dapat diminimalisasi. Sebab, jam kosong tidak selamanya efektif untuk menguatkan karakter. 

Kalaupun itu ada, hanya digunakan untuk pengembangan diri khusus untuk anak didik yang memiliki orientasi masa depan tapi pada umumnya anak didik akan menggunakan untuk bermain-bermain.

Dunia pendidikan memang bukan satu-satunya tempat melatih karakter. Masih ada yang utama yakni di keluarga. Tapi jika kita mendukung habitat (lingkungan) sekolah tentu kita berusaha memenuhi kewajiban kita sebagai guru. 

Sesibuk apa pun diri kita, secapek apa pun diri kita, itu sudah menjadi risiko kita sebagai guru. Jika kita nikmati prosesnya meskipun di kelas kita merasa lelah namun kita bisa menguatkan untuk tujuan dan dampak yang ditiimbulkan daripada meninggalkan kelas. 

Kita bisa melakukan pembelajaran sesuai perencanaan meskipun ada yang kurang. Minimal kita bisa menemani anak didik sampai jam pelajaran selesai. Banyak cara untuk membuat lelah kita jadi hilang jika bisa membaur dengan keadaan.

Mempengaruhi karakter sendiri

Jika kita terbawa oleh arus lingkungan kurang baik atau pengaruh teman tentu kita akan berusaha mencari alasan untuk pulang cepat dari jadwal tempat kerja. 

Berbagai alasan akan terus kita berikan agar tidak masuk kerja sehingga lambat laun akan menjadi karakter dan senang menikmati zona nyamannya. Selain itu juga akan memengaruhi karakter yang kita miliki dan pada saatnya ada perubahan sistem kerja kita merasa ada suatu tekanan yang membuat lingkungan kerja seolah kurang nyaman. 

Ada anggapan seolah ada intimidasi padahal karakter kita tadilah yang membuat sesuatu perubahan pada diri kita sendiri. Oleh karena itu, mari kita belajar tunaikan sesuatu kewajiban dan sesuai aturan yang ada. 

Jangan biarkan tanggung jawab kita juga berpengaruh terhadap karakter orang lain terutama anak didik. Hal itu akan menjadi kebiasaan yang kadang memerlukan waktu yang tak sebentar. Semua hal ada konsekuensinya

Memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan

Sebagai manusia yang memiliki keyakinan, kita percaya bahwa Tuhan itu ada. Kita percaya apa yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban termasuk gaji yang kita peroleh dan amanah yang dilaksanakan. 

Sebisa mungkin kita kerja sesuai prosedur dan merasa bangga setiap awal bulan kita menerima gaji secara utuh sesuai keringat yang kita keluarkan. Dengan bekerja sesuai prosedur semoga kelak pertanggunjawaban kita di hadapan Tuhan dapat bernilai ibadah. 

Takutlah pada Tuhan, bukan takut kepada manusia atau pemimpin. Hal ini tidak mengoyangkan langkah kita untuk konsisten terhadap pekerjaan yang kita tekuni. Jika pemahaman agama kita baik maka juga akan berpengaruh terhadap kinerja kita meskipun itu tanpa pengawasan atasan sekalipun.

Tanamkan rasa malu di hati

Sebagai seorang pendidik, perilaku dan tutur kita menjadi teladan bagi anak didik. Jikalau perbuatan kita tidak sesuai apa yang kita sampaikan di kelas tentu akan menimbulkan polemik bagi diri sendiri. 

Mungkin anak didik akan mengiyakan di depan, tapi belum tentu di belakang akan mencibir kita. Untuk itu, kita perlu memperbaiki kualitas diri secara berkesinambungan dengan terus meminta masukan murid atau orang lain agar kepribadian kita semakin baik dan dapat menjadi panutan untuk menginspirasi orang lain. 

Jika ada rasa malu yang kuat pada diri kita, tentu kita akan berusaha memenuhi kewajiban kerja dengan baik tanpa harus ada pengawasan atasan. Tapi pengawasan secara pribadi dan Tuhan yang selalu ada setiap saat.

Sebagai rasa syukur atas perjuangan untuk mendapat kerja

Jika kita renungi, banyak orang di luar sana berjuang untuk mendapatkan kerja dengan gaji yang layak. Sementara kita kadang bekerja Senin-Kamis, meninggalkan jam mengajar sambil asyik mengobrol demi kepentingan pribadi, atau menikmati jalan-jalan yang tidak ada hubungannya dengan kinerjanya. 

Sebagai rasa syukur tentu kita selalu berusaha sekuat tenaga mencurahkan waktu sesuai tupoksi masing-masing. Apalagi perjuangan untuk mendapatkan kerja tidaklah mudah sehingga kesempatan yang ada seyogyanya membuat kita mengoptimalkan potensi yang miliki. 

Kita tidak tahu karier ke depan seperti apa? Kita hanya bisa berusaha menampilkan apa yang kita bisa dengan terus adaptasi dan belajar sepanjang hayat. Sebab, keyakinan itu perlu untuk menguatkan diri bahwa ada pelangi yang disiapkan oleh Tuhan di suatu hari nanti.

Itulah beberapa hal yang saya lakukan untuk meneguhkan diri tidak larut oleh keadaan. Saya percaya bahwa hidup hanya sementara dan berkeinginan apa yang kita miliki dapat bermanfaat bagi banyak orang. Meskipun terkadang lelah dan penat. Tapi Tuhan telah memberikan tanda-tanda ke tubuh kita sehingga kita perlu sejenak istirahat. 

Untuk itu, penting setiap saat kita berpikir positif. Tanamkan pada diri kita bahwa kita perlu punya prinsip hidup yang tak mudah larut oleh keadaan sekalipun. Berteman boleh saja, tapi jangan mengikuti kegiatannya yang justru menimbulkan dampak pada kinerja kita sebagai guru atau pekerja lainnya.

Kecemburuan di tempat kerja merupakan sebuah tantangan yang umum dihadapi banyak orang. Tidak hanya di instansi tapi juga di organisasi. Pasti ada orang yang rajin, telaten, kurang rajin, dan sebagainya. 

Namun, dengan mengakui dan mengelola perasaan yang kita miliki dengan bijaksana maka kita dapat menjalin hubungan profesional tetap postif dan menguatkan kebahagiaan diri di lingkungan kerja. 

Perlu diketahui, bahwa karakter teman memiliki keunikan dan caranya untuk mencapai keberhasilan masing-masing. Yang terpenting adalah kita fokus pada pertumbuhan dan pencapaian kita untuk hasil yang luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun