Ketika air laut turun dan daratan naik, beliau kemudian menaruko atau merambah daerah tersebut dan mulai membangun pemukiman. Nama desa pertama yang dibangun adalah Pariangan. Pemukiman terus berkembang hingga sampai ke daerah tempat berdirinya Istana Pagaruyung. Daerah itu kemudian dinamakan Tanah Datar dan diberi simbol warna kuning sebagai simbol asal usul adat.
Setelah itu masyarakat semakin berkembang, banyak pendatang bermukim dan berbaur di Tanah Datar, mereka lalu pergi ke arah Bukittinggi membangun daerah kedua bernama Agam lalu diberi tanda warna merah sebagai simbol keberanian karena mereka hidup di daerah yang berada diantara Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Setelah itu mereka pergi lagi dan menyebar ke daerah 50 Kota yaitu Lembah Harau yang merupakan daerah yang keras. Mereka menyimbolkan dengan warna hitam dengan arti “ tak lekang oleh panas tak lapuk oleh hujan”.
Dalam perkembangannya ada pula orang yang menyamakan simbol warna ini dengan karakter masyarakat yang hidup ditiga tempat tersebut. “ Kuning itu kolot atau sangat menjunjung tinggi adat, sementara merah itu revolusioner dan pemberani sedangkan hitam itu berarti sangat keras dan teguh” kata Wima.
Lebih lanjut Wilma juga mencoba memberikan gambaran karakter tokoh nasional dengan warna-warna ini seperti kuning untuk karakter milik Muhammad Yamin yang memang berasal dari Luhak Tanah Datar, warna merah mewakili karakter Muhammad Hatta yang datang dari daerah Agam, dan warna hitam mewakili karakter Tan Malaka.
Ketiga daerah ini disebut daerah darek yaitu daerah asli orang Minangkabau. Diluar daerah tiga warna ini kita disebut sebagai rantau. Terdiri dari rantau darek dan rantau pesisir. Rantau darek biasanya masih berada di dataran tinggi sementara rantau pesisir berada di pesisir atau deket laut. Wilayah Minangkabau sendiri cukup luas, konon meliputi wilayah Sumatera Barat, sumatera Selatan, Riau, Jambi dan sampai ke Negeri Sembilan Malaysia.
Tradisi yang berkembang pada wilayah darek dan pesisir juga berbeda. Orang darek itu lebih kaku dan sedikit sekali unsur-unsur dari luar yang masuk sementara orang-orang dipesisir itu lebih banyak interaksinya dengan orang-orang dari luar. Contoh lainnya, orang darek itu tidak ada tradisi membeli pengantin laki-laki namun apabila kita pergi kedaerah pesisir seperti Pariaman, ketika seorang wanita ingin menikah dengan seorang pria dari status sosial tertentu seperti Sidi, Sutan, Bagindo atau Marah maka mereka harus membayar atau istilahnya memeberikan uang manjamput.
nb: Tulisan ini dibuat berdasarkan perjalanan saya bersama Pesona Indonesia pada 5-9 Agustus 2016. Cerita bersumber dari penuturan pemandu wisata di lokasi. Foto Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H