PBB telah menyadari kondisi ini, dan menetapkan 21 Februari sebagai hari bahasa ibu. Menjadi pengingat kita dalam bertutur menjaga bahasa daerah yang rentan kepunahan. Karena, merawat bahasa daerah lebih sulit dari sekedar melakukan perekaman. Perekaman bahasa bisa sangat terbatas saat penuturnya sulit ditemui.
Dokumen strategi kebudayaan pun dihasilkan dalam Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 di Kantor Kemdikbud, Jakarta (9/12/2018). Negara tak lagi melihat kebudayaan sebagai sesuatu yang dapat di formalisasi. UU No. 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan mengamanatkan forum ini, serta Perpres No. 65/2018 tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan Strategi Kebudayaan. Hasilnya, dalam dokumen tersebut tercatat 2.886 bahasa di seluruh wilayah Indonesia.
Persoalannya, melemahnya kesadaran untuk merawat dan mengajarkan ke keturunan  bahasa daerah andil dalam kepunahan bahasa daerah meskipun di tempat asal. Mengembalikan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, bukanlah perkara mudah. Terlebih, berkembangnya teknologi informasi dan komunitas yang kian beragam, mengesampingkan bahasa daerah yang semakin inferior untuk berkomunikasi.Â
Sadar atau tidak, kita telah menasionalisasi bahasa ibu dengan Bahasa Indonesia.
Sadar atau tidak, kita telah menasionalisasi bahasa ibu dengan Bahasa Indonesia. Mengajari anak-anak berbahasa daerah atau bahasa nasional memang suatu pilihan. Namun, diri sendirilah yang mampu menjadi benteng generasi penerus penutur bahasa daerah sebelum ingatan melemah seiring bertambahnya umur dan keadaan. Menghindari keterlantaran di tengah hiruk pikuk modernitas dan keberagaman. Selamat hari bahasa ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H