Mohon tunggu...
Udin Suchaini
Udin Suchaini Mohon Tunggu... Penulis - #BelajarDariDesa

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mitigasi Bencana Alam di Desa

14 Desember 2016   15:21 Diperbarui: 14 Desember 2016   15:44 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlengkapan keselamatan di lingkungan sebagai kewajiban pemerintah, penyiapan fasilitas keselamatan (misalnya, perahu karet, tenda, masker, dll), jalur evakuasi, seharusnya tersedia di wilayah administrasi terendah, yaitu desa. Sampai saat ini, desa-desa yang telah memiliki fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana alam belum banyak. 5.942 desa telah sistem peringatan dini bencana alam, 559 desa memiliki sistem peringatan dini tsunami, 1.548 desa memiliki perlengkapan keselamatan, 4.911 memiliki desa memiliki jalur evakuasi pada tahun 2014. Bisa dikatakan belum semua wilayah desa, siap menghadapi bencana.

Jejak Bencana

Bencana alam berdampak di desa dan menyisakan jejak-jejak yang membekas bagi segenap masyarakatnya. Di Sinabung, ada desa yang telah ditinggal penghuninya. Di Lereng merapi, ada desa yang berkali-kali terdampak bencana, penduduknya selalu bertahan, meskipun selalu mengungsi berulang-ulang. Selain itu, desa-desa terdampak banjir yang setiap tahun menjadi langganan tetap. Betapa hebatnya masyarakat Indonesia, tanpa kemampuan mitigasi yang mumpuni, tetapi mampu bertahan terhadap segala bencana yang sudah langganan terjadi.  

Pemerintah telah berupaya sedemikian rupa untuk menanggulangi berbagai macam bencana. Mulai dari penyiapan gorong-gorong, memperbanyak daerah resapan, penghijauan dan proyek-proyek lain atas nama penanggulangan, tetapi sepertinya tidak sebanding dengan konversi lahan yang terjadi.

Ketidakmampuan air menyerap di tanah, tanggul sungai yang dilangkahi karena endapan sungai selalu meningkat. Pembersihan sampah tidak setara dengan masyarakat yang membuangnya. Berlanjut pada penghijauan tidak sebanding dengan balakan lahan, longsor dan retakan tanah yang tak dapat dibendung. Bencana lebih banyak terjadi karena ulah manusia. 

Pemetaan Penanggulangan 

Pertama, pemetaan perilaku manusia harus diperbaiki demi kemaslahatan anak cucu. Keberadaan masyarakat yang membuang sampah sembarangan, kebiasaan membakar lahan, membunuh rumut dengan pupuk cair, pembuangan limbah/sampah di sungai, pembalakan hutan. Semua itu berdampak jangka panjang. 

Tanah longsor di beberapa wilayah, seperti Garut di Jawa Barat dan Karanganyar di Jawa Tengah karena kesalahan masa lalu. Dampaknyalah yang dirasakan sekarang. Penghijauan kembali merupakan jalan yang bisa kita tempuh saat ini, dan hasilnya akan dipetik anak cucu kita kelak.

Kedua, pemetaan wilayah penanggulangan bencana. Kejadian bencana cenderung tidak mengalami pergeseran dari tahun ke tahun. Wilayah kejadian bencana juga tidak banyak berubah, bahkan bertambah. Desa-desa pesisir rawan terjadi abrasi, desa-desa di lereng rawan longsor, desa tepi laut rawan gelombang pasang dan tsunami, desa di gunung rawan dampak erupsi. Penguatan-penguatan mitigasi bisa dilakukan di sini.

Ketiga, pemetaan struktur demografi sebagai persiapan tanggap bencana. Menyiapkan segala kebutuhan dasar yang bagi kelangsungan hidup masyarakat terdampak bencana. Kebutuhan akan air bersih, peralatan MCK, kebutuhan makan selama di pengungsian, sarana ibadah, kebutuhan anak sekolah, dan masih banyak lagi. Rehabilitasi desa pasca gempa tidak kalah penting, percepatan kalkulasi dampak bencana menjadi pripritas utama dalam rangka kemandirian masyarakat, terutama dalam hal ekonomi. 

Masyarakat tetap bisa bekerja, anak-anak tetap bisa bersekolah, ibu-ibu tetap bisa memasak didapurnya sendiri, orang tua tidak khawatir terhadap aktifitasnya. Post trauma syndrome juga secepatnya dapat dihilangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun