Kalaupun sedang gundah gulana, silakan dan itu sah-sah saja
Sebab, di kala semesta alam sedang dalam serba ketidakpastian
Siapapun akan berselimutkan harap-harap cemas
Mungkin saja akan berhadapan dengan maju kena mundur pun kena jua
Namun ingatlah, betapa negeri ini telah dibangun dan diperjuangkan dengan susah payah
Kucuran darah, tetesan peluh dan air mata pastilah sudah taruhannya
Jiwa raga tumpah ruah hanya demi kata merdeka yang membumi di negeri sendiri
Sejarah pun terukir, tertoreh menjelma dalam wujud Indonesia Nusantara
Tegak berdiri di panggung peradaban dunia
Di atas pondasi apakah ketika mewujud dan menjelma?
Komitmen terhadap Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 adalah jawabnya!
Apakah hanya karena tak kunjung tiba tentang realitas keadilan bagi keseluruhan
Lalu, bertingkah polah yang justru mencederai sebuah komitmen?
Tak segampang itu, kawan ...
Sejak kapan konstitusi negeri ini dikata amburadul sehingga harus diamandir?
Bahkan, begitu diamandir hingga kali keempat, masih saja dibilang amburadul?
Konstitusi negeri ini sudah ideal, Â meski tak sepenuhnya atau seratus persen ideal
Ketimpangan itu terjadi lantaran manakala menerjemahkannya
Hanya menurut maunya pribadi dan golongan tanpa berpijak pada universalitas
Yang seharusnya tak peduli sukumu apa, agamamu apa, rasmu apa dan golonganmu apa
Itulah seharusnya dan semustinya, tak ada tawar-menawar sebagai realitas sejarah
Jikalau hendak memperbaiki demi kesempurnaan  agar benar-benar membumi
Silakan saja, dan jangan sekali-kali asal!
Camkan itu!
Sekali lagi, ingat!
Bahwa kemerdekaan sebagai hak segala bangsa atas negeri ini
Adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur
Karenanya, tidaklah serta-merta pendiri negara-bangsa ini menempatkan sila pertama
Yakni, Ketuhanan Yang Maha Esa membawahi empat sila berikutnya yang bermuara pada keadilan
Artinya apa?
Betapa bangsa negeri ini beriwayatkan sebagai bangsa
Yang mengakui akan kedaulatan Tuhan, bukan kedaulatan rakyat!
Dan, suara rakyat bukanlah suara Tuhan!
Sebab, suara Tuhan adalah kalam kebajikan, kalam kebenaran
Maka mari ditindaknyatakan bahwa nilai-nilai kebaikan
Harus mempunyai otoritas mutlak
Dan tak boleh ditawar walau harus menghadapi tekanan suara mayoritas
Sampailah kita pada pemimpin sebagai patron kehidupan negara-bangsa
Pemimpin bangsa yang ideal harus memenuhi syarat, demikian ...
Pemimpin negara-bangsa adalah pengemban amanah Tuhan Yang Maha Esa
Yang harus mampu mengawal praktik prinsip-prinsip keseimbangan
Menjadi tatanan pribadi, keluarga, masyarakat dan tatanan negara-bangsa
Pemimpin negara-bangsa adalah sosok yang beriman
Yang berposisi sebagai hamba yang patuh terhadap ajaran Tuhan Yang Maha Esa
Ajaran yang berlandaskan prinsip-prinsip keseimbangan
Ataupun ajaran yang berisi nilai-nilai kebaikan universal
Pemimpin bangsa adalah sosok yang berilmu
Yang berarti profesional dalam bidangnya
Dan mempunyai kompetensi yang memadai
Sebagai sang pemimpin yang tak hanya pandai bicara
Namun memberikan teladan dalam perbuatan, pengemban amanah Tuhan
Pemimpin negara-bangsa adalah sosok yang berjiwa pemberdayaan
Harus menjadi teladan yang baik, mengajarkan ilmu yang bermanfaat
Sekaligus melatih, mengarahkan, menuntun masyarakat
Menuju kehidupan yang lebih baik
Jadi, kedaulatan adalah di tangan Tuhan
Dan dilakukan sepenuhnya oleh warga negara
Menurut ajaran Tuhan yang universal
Maka seiring dan sejalanlah terhadap
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Begitulah bila hendak merevisi, memperbaiki dan mengamandir konstitusi
Demi keseimbangan yang sempurna bagi harmonisasi kehidupan di negeri ini ....
*****
Kota Malang, Juli di hari kesembilan belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat. Â
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H