Pemilu 2024 di negeri ini, secara de facto maupun de jure usailah sudah. Bahkan, KPU sebagai lembaga yang berwenang telah memutuskan dan menetapkan hasilnya pada 20 Maret 2024 dengan surat keputusannya, yakni "Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024".
Namun, apakah dengan penetapan hasil Pemilu oleh KPU tersebut berarti benar-benar telah final, utamanya terhadap hasil Pemilu Presiden yang menetapkan pasangan 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan pemenang Pilpres 2024 dengan raupan suara 58,58% dari total suara sah nasional?
Ternyata, tidak berhenti sampai di sini. Sebab, kemenangan paslon 02 itu masih dipersoalkan, menuai kontroversi, dan masih belum bisa dipastikan akan berjalan mulus menuju pelantikan yang telah diagendakan pada 20 Oktober 2024.
Gelagat penolakan terhadap hasil Pemilu-Pilpres 2024 ini sudah nampak jauh sebelum penetapan hasil Pemilu oleh KPU (sejak hasil pengumuman Quick Count) . Mulai dari bergulirnya isu dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pelaksanaan pemungungatan suara, isu proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Parabowo Subianto yang ditengarai menabrak konstitusi serta terindikasi melanggar hukum dan etika sebagaimana putusan yang disampaikan Majelis Kehormatan MK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, aksi demonstrasi dari sebagian elemen masyarakat yang menolak proses pelaksanaan dan hasil Pemilu 2024, Usulan Hak Angket, hingga pada gugatan sengketa pilpres ke Mahkamah Konstitusi oleh paslon 01 dan paslon 03. Dimana kesemuanya, intinya adalah upaya untuk menolak keabsahan proses pelaksanaan dan hasil Pemilu 2024 dimaksud.
Kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM)
Isu telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam pelaksanaan Pemilu-Pilpres 2024 ini, lebih banyak dihembuskan oleh para pihak yang kalah dalam pertarungan, dan tidak siapnya para pihak untuk menerima kekalahannya dalam konteks pertarungan Pemilu-Pilpres. Apalagi kemenangan yang dicapai oleh pemenang itu sangat signifikan alias cukup telak dalam angka perolehan suara yang 58,58%, sekaligus sebagai hal mencengangkan bagi siapapun yang menyaksikan hasilnya.
Akan tetapi, benar tidaknya terjadinya kecurangan sebagai isu, hanya akan terjawab dalam persidangan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara pengawal konstituusi, dan yang berkompeten menangani gugatan sengketa Pemilu di negeri ini.
Menabarak Konstitusi
Istilah "Menabrak Konstitusi" yang ditujukan terhadap cawapres paslon 02 adalah lebih disebabkan dan dipicu oleh adanya klausul dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pada pasal 169 huruf q yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' sebagai syarat batas usia minimum yang harus dipenuhi bagi capres/cawapres yang hendak berkontestasi dalam Pemilu-Pilipres 2024. Sedangkan, cawapres paslon 02 masih berusia 36 (tiga puluh enam) tahun pada saat mendaftarkan diri berpasangan dengan capres Prabowo Subianto yang tidak ada masalah dari segi usia minimum sebagaimana yang tersebut di pasal Undang-Undang Pemilu 2017 dimaksud.
Sementara, putusan MK yang dibacakan pada 16 Oktober 2023 menyatakan bahwa syarat usia minimum paling rendah 40 tahun bagi capres-cawapres sebagaimana pada pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu 2017, pada prinsipnya bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 6 maupun pasal 6A UUD NRI 1945 yang mengatur tentang capres-cawapres dalam Pemilu-Pilpres, khususnya menyangkut syarat bagi capres-cawapres, real tidak menyebutkan tentang 'Syarat Usia Minimum' bagi capres-cawapres yang akan berkontestasi pada Pemilu-Pilpres. Oleh karenanya, secara hirarkis, UUD NRI 1945 sebgai konstitusi tertinggi di negeri ini yang membawahi peraturan perundang-undangan lainnya, maka sudah sepatut dan selayaknya apabila peraturan perundang-undangan yang berada di bawah UUD NRI 1945 harus seiring dan sejalan, serta harus mengacu pada konstitusi tertinggi NRI dimaksud.
Artinya, pasal 169 huruf q di Undang-Undang Pemilu 2017, dan demi tegaknya konstitusi tertingi NRI, sudah seharusnya dihapus karena nyata tidak seiring dan sejalan atau nyata bertentangan dengan UUD NRI 1945. Dengan kata lain, bahwa syarat minimum usia 40 tahun bagi capres-cawapres yang berkontestasi dalam Pemilu-Pilpres nyata tidak tersebut dan tidak ada, sehingga untuk apa pasal 169 huruf q dalam Undang-Undang Pemilu 2017 tersebut diadakan? Inilah sebenarnya kewajiban dari legislatif sebagai yang berwenang pembentuk undang-undang untuk mengubah atau menghapusnya sebagai klausul, agar tak menjadi biangnya masalah dan tak berkesudahan.
Pemilu Ulang dan Diskualifikasi bagi Paslon 02
Mungkinkah akan terjadi Pemilu ulang dan pendiskualifikasian terhadap paslon 02 yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pemilu-Pilpres 2024 oleh KPU pada 20 Maret 2024? Sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik dan membutuhkan jawaban yang logis-rasional dalam perspektif yuridis legal formal, maupun dalam perspektif adab sosial budaya kontestasi dalam Pemilu di negeri ini.
Berbagai media massa maupun media sosial telah memberitakan bahwa dua pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2024, paslon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, telah resmi mendaftarkan permohonan gugatan 'Sengketa Pilpres' ke Mahkamah Konstitusi (MK) masing-masing pada 21 dan 23 Maret 2024.
Kedua kubu tersebut sama-sama memohon dalam gugatannya untuk dilakukan Pemilu ulang atau Pemungutan Suara Ulang (PSU) tanpa diikuti paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024 oleh KPU pada 20 Maret 2024. Dimana hasil rekapitualisi suara KPU, paslon nomor urut 2 unggul dengan 58,58 persen suara, diikuti oleh paslon nomor urut 1 dengan 24,95 persesn suara dan paslon nomor urut 3 dengan perolehan 16,45 persen suara.
Esensi gugatan dari kedua paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 3 boleh jadi dilatarbelakangi oleh adanya hak konstitusional pasangan 01 dan pasangan 03 yang hilang atau dirugikan dalam Pemilu-Pilpres 2024 yang usai dilaksanakan dan telah ditetapkan pemenangnya oleh KPU. Kedua paslon tersebut berharap dan menuntut agar pasangan 02 didiskualifikasi. Hal itu berarti pada satu sisi, kedua paslon 01 dan paslon 03 menuntut haknya, dan di sisi berikutnya berupaya menghilangkan hak paslon lainnya.
Dalam konteks gugatan tersebut, agak sulit juga memahami alur logika umum terhadap tuntutan kedua paslon tersebut lantaran sama halnya bermuatan sebagai upaya menghilangkan hak onstitusional pihak lainnya. Kalaupun dasar gugatan tersebut bertitik tolak dari putusan MK Nomor 90 yang telah memiliki kekuatan hukum yang sah, maka tak selayaknya diungkit ataupun dipersoalkan lagi. Sebab, putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, serta telah dijalankan dan berlaku efektif.
Di samping itu, gugatan dari kedua paslon itu bisa saja dikabulkan oleh MK apabila pembuktiannya dapat meyakinkan hakim bahwa telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif atau TSM. Artinya, bila pihak paslon 01 dan paslon 03 memiliki bukti empirik dan valid guna membuktikan kecurangan yang TSM, maka putusan diskualifikasi terhadap pasangan yang menang bisa saja dan dimungkinkan terjadi. Sebaliknya, apabila tidak ada bukti yang meyakinkan, rasanya sangat sulit gugatan tersebut dikabulkan oleh MK.
Dengan demikian, maka mungkinkah bakal terjadi Pemilu-Pilpres ulang tanpa paslon 02 yang setelah penetapan hasil Pemilu oleh KPU dalam keputusannya Nomor 360 Tahun 2024 tertanggal 20 Maret 2024 atau Pemilu-Pilpres ulang tanpa cawapres 02 sebagaimana gugatan yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 kepada MK? Kita nantikan saja bagaimana perkembangan dari gugatan mereka yang kalah dalam Pemilu-Pilpres setelah Penetapan KPU yang menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden-Wakil Presiden 2024-2029.
Sekian, dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara ...
*****
Kota Malang, Maret di hari kedua puluh tujuh, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H