Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mungkinkah Pemilu Ulang Tanpa Paslon 02?

27 Maret 2024   05:49 Diperbarui: 28 Maret 2024   11:19 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: dokpri.com

Pasal 6 maupun pasal 6A UUD NRI 1945 yang mengatur tentang capres-cawapres dalam Pemilu-Pilpres, khususnya menyangkut syarat bagi capres-cawapres, real tidak menyebutkan tentang 'Syarat Usia Minimum' bagi capres-cawapres yang akan berkontestasi pada Pemilu-Pilpres. Oleh karenanya, secara hirarkis, UUD NRI 1945 sebgai konstitusi tertinggi di negeri ini yang membawahi peraturan perundang-undangan lainnya, maka sudah sepatut dan selayaknya apabila peraturan perundang-undangan yang berada di bawah UUD NRI 1945 harus seiring dan sejalan, serta harus mengacu pada konstitusi tertinggi NRI dimaksud.

Artinya, pasal 169 huruf q di Undang-Undang Pemilu 2017, dan demi tegaknya konstitusi tertingi NRI, sudah seharusnya dihapus karena nyata tidak seiring dan sejalan atau nyata bertentangan dengan UUD NRI 1945. Dengan kata lain, bahwa syarat minimum usia 40 tahun bagi capres-cawapres yang berkontestasi dalam Pemilu-Pilpres nyata tidak tersebut dan tidak ada, sehingga untuk apa pasal 169 huruf q dalam Undang-Undang Pemilu 2017 tersebut diadakan? Inilah sebenarnya kewajiban dari legislatif sebagai yang berwenang pembentuk undang-undang untuk mengubah atau menghapusnya sebagai klausul, agar tak menjadi biangnya masalah dan tak berkesudahan.

Pemilu Ulang dan Diskualifikasi bagi Paslon 02

Mungkinkah akan terjadi Pemilu ulang dan pendiskualifikasian terhadap paslon 02 yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pemilu-Pilpres 2024 oleh KPU pada 20 Maret 2024? Sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik dan membutuhkan jawaban yang logis-rasional dalam perspektif yuridis legal formal, maupun dalam perspektif adab sosial budaya kontestasi dalam Pemilu di negeri ini.

Berbagai media massa maupun media sosial telah memberitakan bahwa dua pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2024, paslon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, telah resmi mendaftarkan permohonan gugatan 'Sengketa Pilpres' ke Mahkamah Konstitusi (MK) masing-masing pada 21 dan 23 Maret 2024.

Kedua kubu tersebut sama-sama memohon dalam gugatannya untuk dilakukan Pemilu ulang atau Pemungutan Suara Ulang (PSU) tanpa diikuti paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024 oleh KPU pada 20 Maret 2024. Dimana hasil rekapitualisi suara KPU, paslon nomor urut 2 unggul dengan 58,58 persen suara, diikuti oleh paslon nomor urut 1 dengan 24,95 persesn suara dan paslon nomor urut 3 dengan perolehan 16,45 persen suara.

Esensi gugatan dari kedua paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 3 boleh jadi dilatarbelakangi oleh adanya hak konstitusional pasangan 01 dan pasangan 03 yang hilang atau dirugikan dalam Pemilu-Pilpres 2024 yang usai dilaksanakan dan telah ditetapkan pemenangnya oleh KPU. Kedua paslon tersebut berharap dan menuntut agar pasangan 02 didiskualifikasi. Hal itu berarti pada satu sisi, kedua paslon 01 dan paslon 03 menuntut haknya, dan di sisi berikutnya berupaya menghilangkan hak paslon lainnya.

Dalam konteks gugatan tersebut, agak sulit juga memahami alur logika umum terhadap tuntutan kedua paslon tersebut lantaran sama halnya bermuatan sebagai upaya menghilangkan hak onstitusional pihak lainnya. Kalaupun dasar gugatan tersebut bertitik tolak dari putusan MK Nomor 90 yang telah memiliki kekuatan hukum yang sah, maka tak selayaknya diungkit ataupun dipersoalkan lagi. Sebab, putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, serta telah dijalankan dan berlaku efektif.

Di samping itu, gugatan dari kedua paslon itu bisa saja dikabulkan oleh MK apabila pembuktiannya dapat meyakinkan hakim bahwa telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif atau TSM. Artinya, bila pihak paslon 01 dan paslon 03 memiliki bukti empirik dan valid guna membuktikan kecurangan yang TSM, maka putusan diskualifikasi terhadap pasangan yang menang bisa saja dan dimungkinkan terjadi. Sebaliknya, apabila tidak ada bukti yang meyakinkan, rasanya sangat sulit gugatan tersebut dikabulkan oleh MK.

Dengan demikian, maka mungkinkah bakal terjadi Pemilu-Pilpres ulang tanpa paslon 02 yang setelah penetapan hasil Pemilu oleh KPU dalam keputusannya Nomor 360 Tahun 2024 tertanggal 20 Maret 2024 atau Pemilu-Pilpres ulang tanpa cawapres 02 sebagaimana gugatan yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 kepada MK? Kita nantikan saja bagaimana perkembangan dari gugatan mereka yang kalah dalam Pemilu-Pilpres setelah Penetapan KPU yang menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden-Wakil Presiden 2024-2029.

Sekian, dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun