"Ya, itulah ketimpangan yang nyata di segenap sendi kehidupan kita ," kata Anggoro memyimpulkan.
Kedua sahabat itu, Anggoro dan Alex sedang bercengkerama dalam suasana khitmad, dalam adab kesantunan bertutur, tanpa harus bernada dan bertempo tinggi, serta berkosa kata yang tertata apik nan manis. Boleh jadi, keduanya bersahabat atas dasar budi pekerti, jauh dari sikap basa-basi yang justru akan mencedarai arti sebuah persahabatan sejati dan sejatinya sahabat.
"Memang kian menggejala, Kawan, kekaburan antara yang bijaksana dan picik, hitam dan putih, dan ... yang nampak serba abu-abu," timpal Alex sembari menyeruput kopi kental manis pahitnya.
"Ya, begitulah fenomena yang ada, kian silang sengkarut dari hari demi hari, seterusnya hingga tahun demi tahun. Apakah yang demikian itu yang kata sebagian orang tua menamakan sebagai jaman edan, apabila tak turut edan bakal tak kebagian, atau yen ora melu edan bakal ora keduman itu, ya Al?" kata Anggoro yang berujung tanya kepada Alex.
"Entahlah, Ang ... Bila kucermati tadi, saat aku mengantar ibu belanja ke pasar, terbersit tanya bergayut di alam pikiranku. Suasana pasar begitu ramai dan padat pengunjungnya, arus lalu lintas di sekitar area pasar begitu padat setengah macet total, pengunjung benar-benar berjubel tak seperti biasanya dari sebelumnya, saat aku mengantar ibu ke pasar. Ada apa, ya?" ungkap Alex mengisahkan hasil pengamatannya tentang situasi tadi pagi di pasar yang lokasinya tak jauh dari kampungnya.
"Lho, kamu belum tahu ya jawabnya, mengapa? Saat ini masyarakat kita kan jelang menyambut datangnya bulan puasa Ramadhan? Dan, selalu begitu kan situasi yang mewarnai saat menyambut datangnya puasa? Apa kamu lupa, Al?" jawab Anggoro mengingatkan Alex yang boleh  jadi agak kurang menyadari bahwa puasa Ramadhan sudah kurang sehari lagi.Â
"Oh, iya, makanya ... Tapi, bukankah kita sempat mendapat masukan dari hasil studi komperhensif dan universal, bahwa esensi substansi dari puasa itu adalah saat manusia dan alam menjalani  pemulihan guna mencapai keseimbangan atas eksistensinya? Bukannya begitu, ya Ang?" tanya Alex mencoba menggali dan mengeluarkan memorinya untuk diungkapkan kepada Anggoro, sahabat bercengkerama bernuansakan diskusi kecil-kecilan.
"Sebenarnya, sih ya itu Al. Bahkan kalau boleh aku tambahkan dari apa yang sudah kau sentil, bahwa hakikat puasa itu adalah saat yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan alam agar tercipta satu harmonisasi antara manusia dengan alam semesta dalam timing yang sama. Di samping itu, pada prinsipnya, puasa adalah kegiatan pembinaan untuk pengendalian pelbagai hawa nafsu. Maka dengan puasa, gerak kita akan terkontrol untuk selalu menjaga keseimbangan diri agar menjadi insan kamil yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa," ulas detil Anggoro menambahkan, guna mendapatkan pemahaman yang sama dalam satu getar frekuensi.
"Lanjutkan, Ang, please ..." pinta Alex kepada Anggoro dengan rileks agar Anggoro berkenan melanjutkan ulasannya.
"OK, dengan senang hati, Kawan, kulanjutkan ... Sedangkan taqwa itu sendiri sudah seharusnya dimaknai sebagai patuh kepada ketentuan-ketentuan hukum Tuhan. Dimana hukum Tuhan sebagaimana dalam kitab suci, semuanya menjunjung tinggi prinsip-prinsip keseimbangan atau keadilan, menjunjung tinggi ahlaqul karimah atau nilai-nilai kebajikan universal. Sehingga, bertaqwa itu sama dan sebangun dengan hidup berperilaku seimbang atau adil. Baik terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, terhadap alam, banggsa hingga terhadap dunia tempat kita berpijak. Dunia tempat kita dilahirkan, dihidupkan, dimatikan, dan dibangkitkan," kupas Anggoro sembari sesekali menyeruput kopi encer yang tak  manis-pahit dan bertaburkan sedikit garam selera kesukaannya.
"Dari sudut pandang medis, puasa itu bagaimana, Ang? Boleh kan aku pingin tahu penjelasan yang logis rasional?" tanya Alex dengan harapan agar mendapatkan kedalaman jawaban dari Anggoro.
"Dari sudut pandang medis, hasil penelitian kalangan medis menyatakan bahwa puasa adalah proses detoksifikasi, yakni penggelontoran racun-racun dari dalam tubuh manusia guna memperbaiki metabolisme dan sistem keseimbangan dalam tubuh manusia. Itu simpelnya, Al," jawab Anggoro.
"Kembali, lanjutkan, Angg ..." harap pinta Alex bersemangat.
"Jadi, simpulannya adalah bahwa tujuan dari puasa manusia adalah sejalan dengan puasa alam. Hewan pun berpuasa lho? Ingat dalam mata pelajaran Biologi pada sub bahasan Zoologi di SMP/SMA kita dulu dengan istilah 'hibernasi'. Masih ingat, kan? Itulah puasanya hewan, Al ... Dan, antara puasa manusia dan puasa alam adalah sama-sama memperbaiki keseimbangan, yakni terjadinya perbaikan secara menyeluruh, baik keseimbangan alam maupun keseimbangan fisik dan perilaku manusia" kata Anggoro sambil mengingatkan kembali materi zoologi kepada Alex.
"Kalau begitu, sebagaimana ulasanmu, Ang, maka idealnya, timing puasa manusia dengan puasa alam itu seharusnya sejalan ya? Seperti halnya kita yang hidup di negeri beriklim tropis, dimana bagi tumbuhan dan hewan tropis maka puasanya adalah pada saat puncak kemarau yang kering. Sebab, pada kondisi tersebut sangat tidak kondusif dan tidak produktif bagi tanaman maupun hewan. Sehingga pun demikian semustinya terhadap jadwal puasanya kita manusia yang hidup di iklim tropis, sehingga akan terjadi harmonisasi antara manusia dengan alam. Dengan kata lain, tak perlu ada perselisihan lho dalam menetapkan jadwal kapan kita berpuasa, tak seperti yang selama ini terjadi di masyarakat kita yang acapkali menimbulkan kegaduhan dan kubu-kubuan, ya? Padahal simpel lho ya tolok ukurnya dalam menetapkan kapan seharusnya dimulai berpuasa bagi kita yang hidup di alam tropis? Benar tidak, Ang?" tanya Alex lugas.
"Ya, itu benar. Dan, bukan hanya itu pula, Al. Seharusnya ketika manusia berpuasa akan terjadi penghematan ekonomi yang signifikan. Namun, yang terjadi pada kenyataannya adalah sebaliknya. Di bulan puasa Ramadhan justru menjadi puncak decision economics, kebutuhan konsumsi meningkat tajam bila dibandingkan dengan hari-hari dan bulan-bulan di luar Ramadhan. Jadi, praktik puasa saat ini sudah tak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena ada kesalahan fatal dalam menjalankan ketentuan puasa. Puasa yang seharusnya menjadikan tubuh semakin sehat, ekonomi semakin tahan dan kokoh, justru fakta berbicara sebaliknya. Puasa yang seharusnya menciptakan penghematan nasional, justru membikin pemborosan ekonomi yang luar biasa. Proses perbaikan keseimbangan tidak berjalan. Baik keseimbangan alam, keseimbangan fisik maupun keseimbangan perilaku manusia. Begitu kan fakta realitanya, Al?" jelas Anggoro menambahkan.
"Berangkat dari kenyataan yang terjadi di lapangan, maka sudah saatnya ya dilakukan perbaikan ketentuan dalam pelaksanaan puasa, baik dari sisi teknis pelaksanaan maupun penentuan jadwal puasa yang tepat. Sehinggan tujuan puasa untuk perbaikan keseimbangan dan melatih ketahanan akan tercapai. Begitukah, Ang?" timpal Alex melengkapi penjelasan dari Anggoro.
"Ya, dan hal itu dibutuhkan keberanian untuk merevisi tradisi maupun kebiasaan yang membelenggu akibat dari indoktrinasi yang kurang pas, yang ditengarai sebagai upaya memisahkan antara ajaran Tuhan dengan ilmu pengetahuan. Padahal kalau kita mau jujur, dengan ilmu pengetahuanlah sebenarnya ajaran Tuhan dapat disinkronkan sebagai upaya pembuktian terhadap valid tidaknya ajaran Tuhan sebagai pedoman hiup bagi manusia secara univeral," kata Anggoro mengakhiri cengkeramanya dengan Alex, sahabat karib yang terjalin mulai sejak SD.
Kedua sahabat itu mengakhiri becengkeramanya, begitu terdengar azan Dhuhur, saat untuk break, rehat, sembahyang dan makan siang di rumahnya masing-masing yang masih dalam satu kampung, dan hanya beda RT.
"Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara, Kawan ..." ucap Anggoro kepada Alex.Â
"Selalu Seimbang, Kawan ..." kata Alex menjawab ucap salam dari  Anggoro.
*****Â
Kota Malang, Maret di hari kesebelas, Dua Ribu Dua Puluh Empat. Â Â Â
 Â
 Â
 Â
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H