Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Silogisme-Logika

3 Maret 2024   19:00 Diperbarui: 4 Maret 2024   12:04 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dunia serba citanya sang Plato, yang lebih menekankan kepada hakikat kenyataan alam benda dan alam tan-benda, sebenarnya hanya soal perspektif saja. Dimana Aristoteles sebagai murid dari Plato di samping Socrates sebagai murid Plato lainnya, pada gilirannya, Aristoteles mampu megembangkan lebih jauh dengan pendekatan realisme sejarah budaya dan peradaban manusia di dunia alam nyata. Artinya, bahwa 'mencari ilmu pengetahuan adalah suatu terbit kerinduan pada diri manusia terhadap apa yang dulu pernah ada dialami di alam ruh yang serba suci, belum terkontaminasi oleh nafsu buruk manusia manakala terlahir di alam fana', dijawab oleh Aristoeles bahwa realisme sejarahlah yang menentukan dalam menghadapi kehidupan yang pararel dengan logika berbasis fakta yang tak terbantahkan dan diingkari, sebab nalar manusia telah menapak menurut lintasan rel yang semustinya." Jawab Ucok begitu detil nan seksama.

"OK, bagaimana menurutmu soal ini. Suatu premis yang terbaca demikian, '3orang ibu masing-masing dengan 2 anak, duduk pada 7 buah kursi, dan secara leluasa tanpa harus tumpang tindih', maka bagaimana logika-silogisme yang telah kita pahami dalam menganalisis dan menyimpulkan premis dimaksud. Ringkasnya, logis atau tidak di dalam fakta realitanya?"

Kali ini Dimas mengajukan statement kepada Ucok yang di kelas filsafat dikenal sebagai mahasiswa jurusan filsafat seanggkatannya, adalah mahasiswa yang sangat brilian. Yang selalu bikin decak kagum bagi beberapa dosen pengajarnya setiap kali berdialog interkatif dalam setiap perkuliahan di kelas.

Menghadapi apa yang diajukan oleh Dimas, kali ini Ucok agak terkesima dan sedikit terkejut yang nampaknya tak disangka dan tak dinyana, bila Dimas punya bahan diskusi yang cukup berat untuk dijawab dan diulas dalam bingkai logika-silogisme.

Menerawanglah alam pikiran Ucok kali ini. "3 orang ibu, masing-masing dengan 2 anak, berarti ada 9 individu". Bila kesembilan individu itu duduk pada kursi yang tersedia dan berjumlah tujuh, lalu dinyatakan leluasa tanpa harus tumpang tindih, maka kesimpulannya, logis apa tidak ya? Mungkinkah dengan 7 buah kursi bisa duduk dengan leluasa tanpa harus tumpang tindih? Ini berat menjawabnya, pikir Ucok.

"Bagaimana, Kawan? Berjenak-jenak lamanya, kutunggu jawabanmu, malah hanya berupa kerutan dahi yang terpancar oleh raut mimikmu yang kau suguhkan kepadaku, mengapa?" tanya Dimas heran kali ini.

"Tabiklah, aku sekarang kepadamu, Kawan! Tolong, jelaskan kepadaku apa maksud semua itu darimu ..." kata Ucok menyerah.

"Baiklah, Kawan. Kudeskripsikan permasalahan itu tadi dalam gambar sederhana seperti pohon faktor dalam pelajaran matetika SD. Sorry, ya Kawan?" kata Dimas dengan rendah hati.

"Ya, tidak masalah, Kawan," sahut Ucok penasaran.

Input sumber gambar: dokpri
Input sumber gambar: dokpri

 "Jadi, begini. Pada pohon faktor yang kunotasikan dengan huruf A sampai dengan huruf G, pada prinsipnya adalah tujuh individu yang bergender wanita atau perempuan. Dimana A adalah ibu dari B dan C. Begitu seterusnya turun ke bawah, B dan C adalah ibu dari D dan E, ibu dari F dan G. Sampai di sini bisa dipahami, ya?" tanya Dimas kepada Ucok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun