Karena demokrasi hanyalah permainan
Yang nampak nyata manakala memasuki ruang kontestasi
Dalam satu praktik pemilihan, praktik penyoblosan
Umum terbuka, penuh suka cita, bahkan acapkali cenderung hiperbola
Nuansa warna intrik yang merona sebagai bumbu penyedap rasa
Sudah menjadi hal yang biasa, menembus batas ruang dan waktu bagi siapapun
Tak peduli pada sang kebanyakan hingga sang cerdik pandai cendekia sekalipun
Mengapa?
Ini soal kekuasaan, kehormatan dan harga diri yang menggiurkan
Tergiring ke dalam kancah permainan, pertarungan dan peruntungan
Berbungkus pesta demokrasi yang vulgar, binal dan liar
Apapun pasti dilakukan demi tergapainya tujuan yang harus digenggam
Lupa diri dengan atribut yang disandang, reputasi dan catatan jejak kaki
Sungguh benar dipertaruhkan
Di kala ini adalah permainan dan pertarungan, yang akan bersua dengan kalah dan menang
Disadarikah semua itu bila akan bermuara pada aroma sedih dan riang gembira?
Sedih lantaran hampir tak percaya pada kenyataan yang ada
Dari kekuatan yang dipunyai, hanya terpicu oleh hembusan syahwat
Agar bisa tampil ke panggung sebagai sang penguasa
Meski tanpa berkalkulasi dengan seksama
Riang gembira lantaran telah mampu dan menemukan jalannya
Untuk bisa ditahbiskan sebagai sang penguasa pada akhirnya
Keseimbangan dari hasil permainan pun terpampang nyata dan terbaca
Yang harus disikapi sebagai apa hendak dikata
Lalu, apalagi yang mau disoal, yang mau diungkit-ungkit?
Apakah tak akan menambah luka derita dan menjadi tambah sakit?
Kecurangan hanyalah leksikal teatrikal yang sengaja dilontarkan
Bagi yang tak mau memahami arti filosofis dari suatu kekalahan
Sementara, yang memastikan diri berada di atas angin
Hanya memandang sembari tersenyum, menyadari laksana diterpa angin lalu
Jadi, pertarungan itu sebenarnya bagi siapakah?
Bagi sang kebanyakankah?
Tidak!
Bagi merekalah  sebenarnya yang saban hari hanya berkutat di atas menara gading
Sang kebanyakan hanya sebagai juri dan saksi
Sebagai pemutus sekaligus saksi sambil makan kwaci
Sebagai tontonan hiburan yang jarang didapatkan dalam siklus lima tahun sekali ...
*****.
Kota Malang, Februari di hari keenam belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H