Mohon tunggu...
Subi Sudarto
Subi Sudarto Mohon Tunggu... Administrasi - Koordinator Pendidikan Kesetaraan

Alumni Pascasarjana universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka UN dan Ujian Kesetaraan

24 Maret 2021   13:14 Diperbarui: 24 Maret 2021   13:17 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Merdeka UN dan Ujian Kesetaraan

Oleh  Dr Subi Sudarto

Koordinator Fungsi Program Pendidikan Kesetaraan Kemendikbud

Tahun 2021 baru seumur jagung, namun sejumlah terobosan kembali dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di tengah pandemi covid-19. Pemerintah konsisten menghadirkan terobosan Merdeka Belajar episode pertama hingga ketujuh. 

Pada Merdeka Belajar episode pertama, Kemendikbud menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan di antaranya menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), mengganti Ujian Nasional (UN), penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan mengatur kembali Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Harus diakui, sebelum adanya penyederhanaan RPP dan penggantian UN, guru terbelenggu oleh banyaknya administrasi pembelajaran sehingga hanya fokus kepada pengetahuan kognitifnya, dan juga siswa dalam proses pembelajaran kurang mendapat perhatian tidak dapat dihindari.

Dampak positif setelah adanya penyederhanaan RPP dan penghapusan UN, guru bisa menuangkan ide-ide kreatif dan inovatifnya dalam pembelajaran. Kemudian, siswa belajar menjadi lebih menyenangkan, mereka lebih merdeka belajar.

Menyikapi respons positif seluruh pemangku kepentingan pendidikan terhadap penyederhanaan RPP dan pengganti UN, Kemendikbud membuat surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang peniadaan UN dan Ujian Kesetaraan serta pelaksanaan Ujian Sekolah dalam masa darurat penyebaran covid-19.

Kini UN dan ujian kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan atau program pendidikan setelah menyelesaikan program pembelajaran di masa pandemi covid 19 yang dibuktikan dengan rapor tiap semester. Memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik, dan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan.

Ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap atau perilaku, dan prestasi yang diperoleh sebelumnya (penghargaan, hasil perlombaan, dan sebagainya seperti; penugasan; tes secara luring atau daring; dan/atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.

Penyetaraan bagi lulusan program Paket A, Paket B, dan Paket C dilakukan sesuai dengan ketentuan. Ujian bagi peserta didik berupa ujian tingkat satuan pendidikan kesetaraan diakui sebagai penyetaraan lulusan.

Peserta ujian tingkat satuan pada pendidikan kesetaraan adalah peserta didik yang terdaftar di daftar nominasi peserta ujian pada data pokok pendidikan (Dapodik).  Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.

Peserta didik pendidikan kesetaraan adalah anak usia sekolah dan dewasa yang belum mampu menyelesaikan SD, SLTP, dan SLTA. Mereka menemui kendala untuk bisa mengikuti model pembelajaran di sekolah formil.

Bisa dikategorikan peserta didik kesetaraan ialah warga negara yang belum menyelesaikan pendidikan karena keterbatasan yang dimiliki baik di bidang ekonomi, sosial, budaya atau karena kondisi geografis.

Tak salah jika pendidikan kesetaraan yang disebut sebagai pendidikan alternatif dan punya peranan strategis untuk mengatasi masalah pendidikan masyarakat yang beragam tadi. Bila dilihat dari sisi latar belakang sosial ekonomi peserta didik kesetaraan adalah masyarakat kurang mampu dengan jenis profesi sebagai buruh, petani, nelayan, perambah hutan, masyarakat di daerah terpencil, dan lain sebagainya. 

Namun, ada juga kelompok masyarakat degan ekonomi kuat di perkotaan yang karena kurang bisa menerima sistem pendidikan persekolahan mereka mengadakan kegiatan pendidikan sekolah rumah (home schooling) yang hasil akhir ujiannya mengikuti pendidikan kesetaraan. Jadi, layanan pendidikan kesetaraan memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang belum menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa terkecuali.

Tantangan

Tantangan pendidikan kesetaraan ke depan adalah semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan orientasi pendidikan, tuntutan kualitas penyelenggaraan dan membangun citra pendidikan kesetaraan sebagai pendidikan alternatif.

Selain kondisi tersebut, jumlah pengangguran yang besar, kemiskinan masyarakat, masih rendahnya pendidikan penduduk, dan perlunya pengembangan keterampilan masyarakat menjadi fokus untuk layanan pendidikan kesetaraan di masa depan.

Adapun capaian target program Paket C selama 2015-2018 tercapai 100%, sedangkan untuk 2019 hanya mencapai 79,67%. Lonjakan jumlah peserta didik program Paket C terjadi sangat signifikan terutama pada 2018 dan 2019. 

Pada 2018 peserta didik Paket C naik sekitar 123.000 orang dibandingkan 2017. Sedangkan jumlah peserta didik Paket C pada 2019 adalah sebanyak 614.029 orang atau naik sekitar 270.000 orang dari tahun sebelumnya. 

Jika dilihat selama periode 5 tahun, lonjakan jumlah peserta didik paket C tersebut sungguh sangat signifikan karena kenaikan jumlah peserta didik selama periode tersebut mencapai sekitar 580.000 orang, atau naik sekitar 20 kali lipat dibandingkan kondisi awal 2015.

Menurut data Dapodik Kesetaraan per tanggal 25 Juni 2020, total jumlah peserta didik kesetaraan yang terdaftar sebanyak 1.405.273 orang, diantaranya Paket A 160.089, Paket B 416.191, Paket C IPA 14.907, dan Paket C IPS sebanyak 814.086 orang. 

Sebanyak 840.379 peserta didik dari data tersebut berusia di kisaran 6 sampai dengan 21 tahun yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini bisa berarti sasaran anak usia sekolah yang mengikuti pembelajaran di pendidikan kesetaraan sudah melebihi prediksi yang yang harus mendapatkan akses layanan yang sama.

Saat ini,  pendidikan kesetaraan masuk pada era Revolusi Industri 4.0 yaitu  dengan pembelajaran dalam jaringan (daring). Direktorat sudah mengembangkan Learning Manajemen System (LMS) dengan tajuk seTARA daring.

Dengan metode itu, satuan pendidikan bisa membuka kelas-kelas daring yang memungkinkan peserta didik belajar secara daring kapan saja dan di mana saja  Fleksibelitas pendidikan kesetaraan juga memungkinkan untuk disesuaikan dengan konteks peserta didik. Dengan demikian, sangat memungkinkan untuk disesuaikan dengan potensi daerah masing. Namun, standar kompetensi lulusan (SKL) tetap menjadi quality control-nya.

Tahun ini target pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) diubah menjadi September s.d. Oktober 2021. Hal ini untuk memastikan agar persiapan logistik, infrastruktur, dan protokol kesehatan lebih optimal. Di samping itu, juga digunakan untuk menyosialisasikan dan berkoordinasi lebih masif dengan pemerintah daerah.  

Tidak bisa dipungkiri pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung satu tahun. Namun, bagi sebagian besar pelaku Pendidikan di Indonesia dikhawatirkan akan terjadi learning loss (kehilangan minat belajar, -red) pada siswa karena berkurangnya intensitas interaksi guru dan siswa saat proses pembelajaran.

Kemendikbud dapat menghitung learning loss tersebut melalui penyelenggaraan Asesmen Nasional (AN) yang rencananya akan dilakukan pada September 2021. Selain itu, melalui AN juga akan terpetakan sekolah-sekolah mana yang akan mendapatkan bantuan dari pemerintah sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.

AN yang terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar ini juga berguna untuk membantu sekolah memperbaiki performa layanan pendidikannya menjadi lebih baik. AN bukan untuk menghukum sekolah. AN bukan untuk mengevaluasi siswa bahkan menambah beban siswa ataupun sebagai syarat dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). 

Tidak ada konsekuensi untuk siswa, melainkan dirancang untuk memperbaiki sistem pendidikan dasar dan menengah. Di sisi lain, evaluasi kompetensi peserta didik menjadi tanggung jawab guru, sekolah, dan pemerintah daerah.*******

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun