Di tengah derasnya arus informasi, kita sering mendengar perdebatan panjang antara dogma agama dan ilmu pengetahuan. Seolah-olah, keduanya berdiri di dua sisi yang tak pernah bertemu. Kenyataannya, dogma agama menawarkan kenyamanan yang terasa akrab bagi banyak orang. Namun, di sisi lain, berpegang erat pada dogma dapat membatasi pandangan dan membuat seseorang tertinggal dalam perubahan dunia.
Dogma agama memiliki kekuatan yang memikat. Ia menawarkan kepastian di tengah ketidakpastian hidup. Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan sulit, dogma sering kali hadir sebagai jawaban yang sudah dikemas rapi. Tak perlu banyak bertanya, tak perlu meragukan. Jawaban sudah tersedia.
Namun, kenyamanan ini sering kali membuat manusia terjebak dalam pola pikir yang stagnan. Dogma menuntut keseragaman: semua harus sesuai, semua harus patuh. Akibatnya, ruang untuk berdialog atau menerima perbedaan menjadi sempit. Bukankah dunia ini lebih indah dengan warna-warni perspektif? Sayangnya, dogma sering kali memaksa kita melihat dunia dalam hitam dan putih saja.
Ilmu pengetahuan, di sisi lain, adalah ruang yang penuh kemungkinan. Ia mendorong kita untuk terus bertanya, meragukan, dan mencari jawaban baru. Tidak ada kepastian mutlak dalam ilmu pengetahuan, hanya bukti sementara yang selalu terbuka untuk diuji. Konsep ini bertolak belakang dengan dogma agama yang cenderung menawarkan jawaban final.
Ketegangan ini menciptakan jurang yang sulit dijembatani. Ketika dunia bergerak maju dengan inovasi dan penemuan baru, mereka yang terjebak dalam dogma sering kali menolak perubahan. Perubahan dianggap ancaman, bukan peluang. Akibatnya, hidup menjadi tertinggal, terjebak dalam masa lalu yang sebenarnya sudah tak relevan.
Dogma agama sering kali mengajarkan bahwa ada satu kebenaran mutlak yang harus diikuti. Pemahaman ini menanamkan rasa takut untuk keluar dari batasan yang telah ditentukan. Takut dianggap salah, takut dihukum, atau takut kehilangan identitas. Padahal, hidup di dunia yang terus berputar menuntut kita untuk fleksibel, untuk berani berubah.
Bayangkan jika manusia purba menolak ilmu pengetahuan dan tetap berpegang pada dogma kuno bahwa api adalah sesuatu yang sakral dan tak boleh disentuh. Kita mungkin tidak akan pernah menemukan cara memasak makanan atau menciptakan teknologi yang kita nikmati hari ini. Dogma membuat manusia kaku, sementara ilmu pengetahuan mendorong kita untuk melangkah maju.
Tidak dapat dipungkiri, dogma memberikan rasa aman yang sulit ditandingi. Ia seperti pelukan hangat di tengah badai. Tetapi, kenyamanan ini sering kali hanyalah ilusi. Dunia nyata penuh dengan tantangan yang menuntut kita untuk berpikir kritis dan mencari solusi kreatif.
Berlandaskan ilmu pengetahuan, kita belajar menerima bahwa dunia ini penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini bukan sesuatu yang menakutkan, melainkan peluang untuk tumbuh dan belajar. Dalam ilmu pengetahuan, tidak ada jawaban yang final. Setiap jawaban adalah pijakan untuk pertanyaan berikutnya.
Jika kita ingin hidup yang lebih dinamis, kita perlu membuka diri pada perubahan. Dunia terus berputar, dan mereka yang enggan berubah akan tertinggal. Dogma agama sering kali membuat kita memandang perubahan sebagai sesuatu yang salah atau bahkan berdosa. Padahal, perubahan adalah esensi dari kehidupan itu sendiri.
Berbasis ilmu pengetahuan, kita diajak untuk berpikir kritis dan menerima perbedaan. Tidak ada satu jalan yang benar untuk semua orang. Setiap individu memiliki caranya sendiri untuk mencari makna hidup. Ketika kita memahami ini, kita akan lebih mudah menerima bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan kekayaan.
Apakah ini berarti kita harus meninggalkan dogma sepenuhnya? Tidak selalu. Dogma agama memiliki perannya sendiri dalam memberikan panduan moral dan spiritual. Namun, kita perlu menyadari batasannya. Dogma tidak boleh menjadi penghalang bagi kita untuk berpikir kritis dan menerima perubahan.
Memilih jalan tengah berarti menggunakan dogma sebagai panduan, tetapi tetap membuka diri pada pengetahuan baru. Jalan tengah ini memungkinkan kita untuk melihat dunia secara lebih utuh, memahami bahwa ada nilai dalam setiap perspektif. Dengan menggabungkan nilai-nilai spiritual dari agama dan kebebasan berpikir dari ilmu pengetahuan, kita bisa menciptakan hidup yang lebih seimbang.
Berbeda dengan dogma yang sering kali memaksa kita untuk menerima tanpa bertanya, ilmu pengetahuan mendorong kita untuk mencari tahu lebih dalam. Misalnya, dalam menghadapi masalah lingkungan, ilmu pengetahuan memberikan berbagai solusi inovatif, dari energi terbarukan hingga teknologi daur ulang. Solusi ini lahir dari keberanian untuk bertanya dan mencoba, bukan dari ketakutan untuk salah.
Dengan ilmu pengetahuan, hidup menjadi penuh kemungkinan. Kita diajak untuk melihat dunia dari berbagai perspektif, untuk terus belajar, dan untuk tidak takut salah. Inilah yang membuat ilmu pengetahuan menjadi kekuatan yang tak tertandingi.
Dunia terus berubah, dan kita harus berubah bersamanya. Berpegang erat pada dogma yang kaku hanya akan membuat kita tertinggal. Sebaliknya, dengan ilmu pengetahuan, kita bisa melihat dunia ini sebagai tempat yang penuh peluang.
Perubahan memang menantang, tetapi ia juga membawa harapan. Dengan membuka diri pada ilmu pengetahuan, kita tidak hanya menemukan jawaban, tetapi juga keberanian untuk terus bertanya. Dan dalam perjalanan ini, kita belajar bahwa hidup adalah tentang terus tumbuh, terus belajar, dan terus melangkah maju.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H