Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengatasi Kesenjangan Hubungan Keluarga di Era Digital

21 September 2024   05:46 Diperbarui: 21 September 2024   08:27 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah perkembangan dunia yang semakin cepat dan canggih, hubungan antara orangtua dan anak sering kali menghadapi tantangan baru. Salah satu pandangan yang berkembang adalah bahwa perbedaan zaman dan generasi menjadi penyebab utama kerenggangan ini. Apakah benar bahwa gap generasi inilah yang menciptakan jarak, atau ada faktor lain yang lebih mendalam yang harus diperhatikan? Mari kita eksplorasi lebih lanjut tentang akar masalah dan bagaimana orangtua dapat memperkuat hubungan dengan anak-anak mereka melalui pola asuh anak yang tepat.

Salah satu alasan yang kerap diungkapkan terkait kerenggangan antara orangtua dan anak adalah perbedaan zaman dan generasi. Orangtua yang tumbuh di era sebelum digitalisasi mungkin merasa kesulitan memahami dunia yang kini dijalani anak-anak mereka. Teknologi, internet, dan media sosial memberikan pengaruh besar terhadap gaya hidup generasi muda, yang sering kali sulit dipahami oleh generasi sebelumnya. Namun, jika kita kaji lebih dalam, perbedaan zaman ini bukanlah akar masalah, melainkan gejala dari kesenjangan komunikasi. Orangtua yang mengadopsi pola asuh anak dengan komunikasi yang terbuka dan saling mendengarkan dapat menjembatani perbedaan ini.

Transisi dari era analog ke era digital mungkin terasa besar, tetapi fondasi hubungan tetap bergantung pada nilai-nilai dasar seperti rasa saling menghormati dan memahami. Pola asuh anak yang menekankan pentingnya keterbukaan terhadap perubahan zaman serta kesediaan untuk belajar bersama dapat membantu memperbaiki jarak antara generasi.

Menggali kembali masa lalu dan merefleksikan hubungan kita dengan orangtua adalah langkah penting dalam memahami dinamika antara orangtua dan anak. Saat kita membandingkan pengalaman masa lalu dengan cara kita mengasuh anak saat ini, kita bisa melihat pola-pola yang mungkin berulang. Apakah dulu kita merasa dipahami oleh orangtua, atau sebaliknya, merasa ada jarak emosional? Refleksi semacam ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi pola asuh anak yang sedang kita terapkan.

Bagi banyak orangtua, pengalaman pribadi bisa menjadi panduan dalam memperbaiki pola hubungan dengan anak. Dengan merenungkan kesalahan dan keberhasilan orangtua kita di masa lalu, kita dapat mengambil hikmah dan menerapkannya untuk menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan anak-anak kita. Pola asuh anak yang berakar dari pengalaman dan refleksi diri akan lebih efektif dalam membangun kedekatan emosional yang kokoh.

Perkembangan teknologi membawa tantangan tersendiri bagi hubungan orangtua dan anak. Era digital mengubah cara anak-anak berkomunikasi, belajar, dan bersosialisasi. Hal ini sering kali membuat orangtua merasa terasing atau bahkan cemas terhadap pengaruh teknologi dalam kehidupan anak-anak mereka. Namun, teknologi tidak selalu harus menjadi penghalang. Sebaliknya, orangtua dapat memanfaatkannya sebagai alat untuk mendekatkan diri dengan anak melalui pola asuh anak yang inklusif.

Orangtua yang berusaha untuk memahami teknologi yang digunakan anak-anak mereka, seperti media sosial, gim daring, dan aplikasi, akan lebih mudah berkomunikasi dengan mereka. Dengan mengadopsi pola asuh anak yang fleksibel dan terbuka terhadap inovasi teknologi, hubungan antara orangtua dan anak bisa menjadi lebih erat, karena orangtua tidak lagi sekadar pengawas, tetapi juga mitra yang berperan aktif dalam kehidupan anak-anak mereka.

Agar hubungan antara orangtua dan anak semakin erat, ada beberapa langkah penting yang bisa diterapkan. Pola asuh anak yang menekankan pada kedekatan emosional dan keterlibatan aktif orangtua sangat dibutuhkan dalam konteks ini. Berikut adalah beberapa tips praktis:

  1. Jangan Mengejar Kesempurnaan
    Salah satu jebakan terbesar dalam pola asuh anak adalah mencoba tampil sempurna. Anak-anak lebih menghargai kejujuran dan kerendahan hati daripada citra sempurna. Dengan menunjukkan bahwa orangtua juga bisa membuat kesalahan, anak-anak akan merasa lebih dekat dan lebih nyaman untuk terbuka.
  2. Terbuka Terhadap Perubahan
    Dunia terus berubah, begitu pula tantangan yang dihadapi oleh anak-anak kita. Orangtua yang terbuka terhadap perubahan, baik dalam teknologi maupun budaya, akan lebih mudah memahami perspektif anak-anak mereka. Pola asuh anak yang fleksibel dan siap menghadapi perubahan zaman akan menciptakan hubungan yang dinamis dan harmonis.
  3. Membangun Komunikasi yang Terbuka
    Komunikasi adalah kunci dari pola asuh anak yang efektif. Anak-anak membutuhkan ruang untuk berbicara dengan jujur tanpa takut dihakimi. Orangtua yang mampu mendengarkan tanpa menghakimi menciptakan lingkungan yang aman bagi anak untuk berbagi cerita, pendapat, dan perasaan mereka, yang pada akhirnya memperkuat hubungan.

Konflik antara orangtua dan anak adalah bagian alami dari hubungan yang dinamis. Namun, yang paling penting bukanlah frekuensi konflik, melainkan cara penyelesaiannya. Pola asuh anak yang kolaboratif, di mana anak-anak dilibatkan dalam penyelesaian masalah, cenderung lebih efektif dalam menciptakan solusi jangka panjang.

Pendekatan kolaboratif tidak hanya memperkuat hubungan, tetapi juga mengajarkan anak tentang pentingnya tanggung jawab dan kerja sama. Dalam konflik, baik orangtua maupun anak belajar untuk saling mendengarkan dan menghargai sudut pandang masing-masing. Dengan demikian, pola asuh anak yang berfokus pada kolaborasi menciptakan fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun