Â
Di dunia kerja yang dinamis dan kompetitif, sering kita temui perusahaan yang menetapkan batas usia tertentu dalam lowongan pekerjaan. Mengapa usia menjadi faktor penting dalam seleksi? Terdapat beberapa alasan yang sering diungkapkan.
Pekerja muda dianggap memiliki energi dan vitalitas yang tinggi. Mereka sering kali dipandang lebih mampu untuk bekerja dalam ritme yang cepat dan menuntut, serta memiliki stamina yang lebih baik dalam menghadapi tekanan pekerjaan.
Kaum muda juga sering kali diidentikkan dengan kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi. Mereka tumbuh di era teknologi, sehingga lebih cepat dalam memahami dan mengimplementasikan teknologi baru. Kemampuan untuk belajar dan berinovasi dianggap sebagai keunggulan signifikan dari generasi muda.
Sayangnya, pekerja yang lebih tua sering kali dihadapkan pada stereotip bahwa mereka kurang dinamis dan sulit beradaptasi. Meskipun tidak selalu benar, pandangan ini tetap mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam merekrut karyawan.
Namun, di era modern ini, pertanyaan yang muncul adalah apakah batasan usia masih relevan? Apakah tidak seharusnya semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja, terlepas dari usia mereka?
Dalam konteks hak asasi manusia, semua individu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja. Usia tidak seharusnya menjadi penghalang untuk meraih kesempatan berkarier dan mengembangkan diri. Setiap orang, terlepas dari usia mereka, memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan oleh perusahaan.
Pekerja yang lebih tua sering kali membawa serta pengalaman bertahun-tahun yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pengalaman ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang berharga, memberikan perspektif yang lebih luas, dan menjadi mentor bagi generasi muda di tempat kerja.
Banyak dari kita mungkin pernah mengalami atau mendengar cerita tentang penolakan kerja karena usia. Pengalaman ini bisa menjadi luka yang mendalam, baik secara psikologis maupun profesional.
Pada Tahun 2020 saya terkena PHK akibat Covid karena 80% perusahaan tidak menghasil keuntungan yang maksimal, sehingga perusahaan mencari cara untuk penghematan biaya , salah satunya dengan PHK, setelah kejadian tersebut , saya banyak mencari lowongan kerja melalui intenet dan Medsos, tidak seperti zaman dahulu, mecari loker melalui surat kabar atau mengunjungi  kantor departemen tenaga kerja untuk melihat Loker.
Saat melihat loker di internet dan medsos , saya melihat jabatan dan usia yang di butuhkan , teryata kebanyakan membutuhkan fresh graduate , sedangkan usia saya sudah 53 Tahun , tidak ada lowongan kerja untuk usia tersebut, sehingga saya mengurungkan niat untuk melamar pekerjaan , karena ujung-ujungnya pasti di tolak .
Penolakan karena usia dapat menghancurkan rasa percaya diri dan merusak citra diri seseorang. Lebih dari itu, dampak profesionalnya juga signifikan. Banyak orang yang merasa bahwa pengalaman mereka tidak dihargai dan mereka kehilangan kesempatan untuk terus berkarya dan berkontribusi.
Bagi para fresh graduate, dunia kerja adalah arena baru yang penuh tantangan. Bagaimana mereka dapat bersaing di tengah ribuan pelamar lainnya?
Persiapan ini dimulai sejak di bangku kuliah. Mengembangkan keterampilan teknis dan soft skills seperti komunikasi, kerja tim, dan pemecahan masalah sangat penting. Selain itu, pengalaman magang atau kerja paruh waktu di bidang yang relevan juga sangat berharga.
Perusahaan mencari individu yang tidak hanya memiliki kualifikasi akademis tetapi juga pengalaman praktis. Fresh graduate perlu menunjukkan bahwa mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja melalui proyek-proyek yang telah mereka kerjakan selama kuliah.
Membuat CV yang menarik dan relevan adalah langkah awal yang penting. Selain itu, persiapan diri untuk wawancara dan terus belajar serta mengembangkan diri adalah kunci untuk sukses. Mengikuti kursus atau pelatihan tambahan, serta aktif dalam kegiatan organisasi, dapat memberikan nilai tambah.
Diskriminasi usia dalam dunia kerja adalah isu yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk diatasi. Usia seharusnya tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan kesempatan bekerja. Setiap individu, terlepas dari usia mereka, memiliki potensi yang unik dan dapat memberikan kontribusi berharga. Dengan pemahaman dan pendekatan yang lebih inklusif, kita bisa menciptakan dunia kerja yang lebih adil dan produktif bagi semua.
Dengan mengedepankan nilai-nilai kesetaraan dan inklusivitas, kita dapat membangun lingkungan kerja yang lebih baik dan memberikan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi dan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H