Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Era Digital

28 Juli 2024   05:54 Diperbarui: 28 Juli 2024   06:51 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kafe dalam mal yang hits banget, dengan atap tinggi dihiasi ornamen-ornamen Instagrammable dan lampu-lampu terang, suasana cerah dan ramai. Orang-orang mondar-mandir menikmati harinya. Di salah satu meja, ada Juminten, seorang wanita karir yang sibuk menyelesaikan presentasi penting untuk proyek besar di kantornya. Dengan pendidikan manajemen, Juminten dikenal sebagai pribadi yang ulet, tekun, dan kerja keras. Meskipun begitu, dia punya keinginan kuat untuk mencapai sesuatu yang lebih dalam hidupnya.

Hari itu, Juminten berusaha keras menyelesaikan pekerjaannya sambil menyeruput kopinya. Layar laptopnya penuh dengan grafik dan angka, menunjukkan betapa seriusnya dia dalam pekerjaannya. Di tengah kesibukan itu, terlihat jelas bagaimana dia berusaha mencapai apa yang diinginkannya dalam karir dan kehidupan pribadinya.

Sementara itu, Jumarno, seorang pria yang handal dan cekatan, juga ada di kafe yang sama. Dengan sifat riang dan ceria, dia berusaha mencari tempat duduk. Saat dia salah duduk di meja yang sudah dipesan orang lain, dia nggak sengaja mendekati meja Juminten.

"Maaf, ini tempat udah ada yang punya?" tanyanya sambil senyum ramah.

Dalam batinnya, Jumarno berpikir, "Waduh, kok bisa salah duduk gini. Semoga aja dia nggak marah. Tapi dia keliatan ramah, mungkin bisa ngobrol asyik nih."

Juminten mengangguk sambil tersenyum, "Belum, kamu bisa duduk di sini." Percakapan pun dimulai, dari ngobrol santai sampai bahas pekerjaan.

"Nama kamu siapa?" tanya Juminten dengan penasaran.

"Aku Jumarno. Kamu sendiri?"

"Aku Juminten. Senang bertemu denganmu," jawabnya dengan senyum.

Jumarno, dalam hati, merasa lega. "Untunglah, dia ramah. Bisa jadi teman ngobrol yang asyik ini."

Hari demi hari, mereka sering ketemu di kafe yang sama. Tapi, Juminten sering membawa masalah pribadinya ke pekerjaan, membuatnya gampang marah dan bete. Di sisi lain, Jumarno, meski ceria, agak susah bergaul dan sedikit tertutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun