Menurut saya patut disayangkan, periode kedua pemerintahan Pak Jokowi saya lihat seperti mulai dari awal lagi, yang semestinya bisa lari lebih kencang karena meneruskan periode yang pertama.
Skuad kabinet terpilih menurut saya banyak trial and error, saya tak terlalu mengerti apa yang menjadi latar belakang pemikiran Pak Jokowi.
Agar tidak melebar saya hanya ingin fokus pada 2 pos kementerian saja yaitu pos-nya Mas Menteri Nadiem Makarim (Mendikbud Pendidikan dan Kebudayaan) dan posnya Mas Menteri Wishnutama ( Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif). Kita ketahui bahwa pada cabinet Jokowi jilid-2 ada 34 pos menteri plus 4 pos setingkat menteri yaitu seskab,Kepala KSP, Kepala BKPM dan Jaksa Agung.
Jauh sebelum Video kemarahan Pak Jokowi beredar 28 Oktober yang lalu, saya sudah sedikit memberi catatan pada kedua mas Menteri tersebut pada akhir Januari 2020, ketika issue pandemi covid 19 belum menjadi perhatian di Indonesia, kurang lebih 3 bulan sejak mereka dilantik oleh Pak Presiden 23 Oktober 2019.
Catatan saya tentang Mas Menteri Wishnu ketika itu adalah bahwa 3 bulan berjalan Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif kok masih stagnan- mas Menteri masih terlihat gagap, kata kawan-kawan di Asosiasi Industri Pariwisata mungkin beliau masih terkaget-kaget masuk dunia birokrasi pemerintahan sampai-sampai struktur organisasi barunya juga belum terbentuk, sehingga program awal tahun terpaksa tidak bisa jalan, terlalu lama “wait and see”-nya kata mereka.
Kementerian Pariwisata memang tidak bisa berjalan sendiri, bahkan kementerian ini sangat bergantung pada kebijakan-kebijakan kementerian lain sehingga kemampuan untuk berkoordinasi sangat penting, misalnya dengan kementerian Perhubungan menyangkut konektifitas transportasi udara, laut dan darat, dan kementerian lain, termasuk dengan kepala-kepala daerah menyangkut kebijakan destinasi-destinasi unggulan baik untuk wisman maupun domestik, belum lagi berkaitan dengan industry kreatif.
Pandemi Covid 19 ini memang tidak terprediksi datangnya, selama ini yang menjadi concern negara barangkali adalah masalah keamanan negara dan wilayah, karena hal itulah yang kita pikirkan akan meluluhlantakkan sektor pariwisata, kini yang terjadi bukan factor keamanan tapi wabah penyakit yang menjadi pandemi dunia yang menghentikan pergerakan manusia hampir di seluruh dunia.
Dengan adanya wabah covid-19 yang melanda dunia yang membuat industry pariwisata mati suri tentu bukan salah mas menteri, sehingga berbagai indicator kinerja seperti jumlah kunjungan wisatawan asing, dan sebagainya menjadi tidak relevan- Presiden pasti sudah punya kriteria untuk menilai kinerja para menterinya.
Jika kita bandingkan dengan Pak Arief Yahya pada cabinet Jokowi periode-1, rasanya kinerja Mas Menteri Wishnu pada 3-4 bulan pertama mengecewakan.
Saya meyakini bahwa mas Menteri Wishnutama adalah termasuk orang-orang muda yang cerdas dan bertalenta tinggi yang sudah terbukti sukses dalam bidangnya yang dia geluti, yaitu media dan kewartawanan, termasuk kesuksesannya sebagai direktur Kreatif pada Asian games 2018 yang lalu.
Penunjukan-nya menjadi Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif oleh Presiden menurut saya masuk akal dan tidak kontroversial, sayang performanya belum terlihat sampai saat ini.
Kemudian tentang Mas Menteri Nadiem, sejak awal penunjukkan-nya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Oleh presiden memang sudah memicu kontroversi dan dipertanyakan banyak pihak termasuk para praktisi pendidikan, mengingat latar belakangnya sebagai pebisnis start up yang sukses dan fenomenal dengan latar belakang pendidikan yang juga bagus.
Salah satunya di Harvard Business School, tak ada sama sekali menyangkut dunia kependidikan, mungkin presiden punya pertimbangan lain yaitu kreatifitasnya dan ide-idenya tentang masa yang akan datang tentang dunia ketenaga-kerjaan, dan sebagainya.
Pada 3-4 bulan pertama menjadi menteri, sepertinya dia sedang berpikir untuk merubah keadaan dalam sistem kependidikan dengan cepat, yang diutarakan sepertinya tidak jauh dari link and match, program merdeka belajar, pentingnya inovasi IT.
Saya menilainya banyak pernyataan-pernyataan Mas Menteri yang kering dan cenderung meyederhanakan persoalan pendidikan sebagai link dan match dengan dunia kerja masa depan yang dinamis.
Kini sudah 9 bulan masa jabatannya sebagai menteri, semakin banyak yang kritik bahkan dari kalangan praktisi pendidikan sendiri, ada yang mengatakan bahwa Mas Menteri Nadiem sebagai menteri Pendidikan tidak benar-benar menguasai peta persoalan pendidikan di Indonesia, mungkin lebih cocok menjadisalah satu dirjend dalam kementerian pendidikan yang dapat membuat inovasi di bidang teknologi pendidikan.
Ada juga yang mengritik bahwa ide Nadiem yang menghendaki semua kegiatan Proses Belajar Mengajar (PBM) dilakukan secara daring tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Banyak daerah yang belum mempunyai infrastruktur pendidikan yang memadai. Jangankan internet, bahkan banyak daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik.
Hal ini tentu memerlukan segregasi dan segmentasi kebijakan sesuai dengan kenyataan di setiap daerah. Artinya tidak semua jenjang dan daerah dapat dilakukan PBM secara daring karena banyak materi pembelajaran yang memerlukan mentoring pengajar.
Kemudian soal program Merdeka Belajar yang pada tingkat operasionalnya tidak benar-benar dapat diimplementasikan untuk mewujudkan pembelajaran secara merdeka sesuai dengan visi dan konsep yang dibuat.
Berbagai konsep perubahan oleh menteri Nadiem mungkin perlu dievaluasi lagi dengan cermat agar jangan overdosis yang konsep dan pentahapannya tidak realistis. Seperti halnya kepada mas Wishnutama, saya juga sangat meyakini bahwa mas Menteri Nadiem adalah termasuk orang-orang muda yang cerdas dan bertalenta tinggi yang sudah terbukti sukses dalam bidang yang digeluti sebelum menjadi menteri.
Jadi, jika Presiden akan melakukan reshuffle kabinet, dari kedua menteri ini yang akan terkena reshuffle mas Menteri Wishnu atau mas Menteri Nadiem atau Keduanya?
Karena soal pemilihan menteri ini adalah hak prerogative presiden, maka kita serahkan saja sepenuhnya kepada Presiden. Walau mungkin, Presiden Jokowi bisa saja kurang pas menempatkan kedua mas Menteri ini pada posisinya sekarang.
Bagi Presiden pilihannya selalu ada dua, me-reshuffle atau malah mengundangnya Rijstaffel. Walahu A’lam Bishawab ( SR- Swasta, Tinggal Di Jakarta )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H