Mohon tunggu...
Subagio Waluyo
Subagio Waluyo Mohon Tunggu... Dosen - Taruna

Subagio S Waluyo, Lahir di Jakarta, 5 Maret 1958, sudah berkeluarga (1 istri, 5 anak, dan cucu), Pekerjaan sebagai dosen di FIA Unkris (1988 sampai sekarang), Pendidikan Terakhir S2 Administrasi Publik, Alamat Rumah Jalan wibawa Mukti IV/22, RT003/RW017, Jatiasih, Kota Bekasi 17422

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kereta Api sebagai Transportasi Utama Rakyat

28 September 2017   21:32 Diperbarui: 28 September 2017   21:51 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mimpi saya baru terjawab akhir-akhir ini ketika pemerintah mulai serius menangani jalur-jalur KA yang tergolong ramai. Hal ini terbukti ketika jalur utara dari Jakarta sampai Surabaya sudah menggunakan jalur ganda. Jalur selatan dari Cirebon sampai Purwokerto juga sama (bahkan, dari Kutoarjo sampai Solo sudah selesai lebih dulu). Sekarang masyarakat pengguna KA ingin melihat keseriusan pemerintah menyelesaikan jalur ganda dari Purwokerto sampai Kutoarjo dan dari Solo sampai Madiun dan seterusnya. Mudah-mudahan saja harapan masyarakat bisa terkabul.

***

Belanda sebagai penjajah negeri ini terlepas dari jiwa kapitalis yang melekat pada dirinya, tampaknya memiliki pandangan jauh ke depan. Memang, pembangunan jalur KA di masa itu lebih ditujukan untuk memudahkan mereka membawa hasil bumi dan produk-produk pabrik yang ada saat itu ke berbagai tempat. Beberapa kota pelabuhan seperti Jakarta (Tanjung Priok) dan Surabaya (Tanjung Perak) terhubung dengan jalur KA. Jadi, pembangunan jalur KA yang memakan hampir satu abad (dimulai tahun 1867 dan terakhir tahun 1925) merupakan bentuk keseriusan mereka membangun moda transportasi yang cepat, murah, dan massal. Jika dibandingkan dengan pemerintah kita sampai saat ini, mereka boleh lebih dikatakan lebih visioner. 

Mengapa? Mereka walaupun penjajah telah memikirkan jauh-jauh hari pemecahan masalah transportasi karena dalam pandangan mereka jalan raya yang dibangun pada waktu itu (misalnya Jalan Raya Daendels) dipandang kurang efektif dan efisien untuk pengangkutan barang dan hasil bumi. Untuk itu, mereka lakukan pembangunan jalur KA besar-besaran yang menghubungan beberapa kota di Jawa dan sebagian kota di Sumatera. 

Hasilnya, beberapa kota di Jawa terhubung dengan jalur KA. Kalau Pemerintah Kolonial Belanda pada waktu itu tidak melakukan pembangunan jalur KA, saya yakin sampai saat ini beberapa kota di Jawa dan Sumatera tidak akan terhubung dengan jalur KA (pembangunan jalur ganda saja baru bisa diwujudkan beberapa tahun belakangan ini).

Meminjam ungkapan Djamaludin Ancok dalam bukunya Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi(Penerbit Erlangga, 2012), kepemimpinan Pemerintah Kolonial Belanda telah menunjukkan pada bangsa ini sebagai kepemimpinan dengan gaya leader.Sementara Kepemimpinan Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih menunjukkan diri sebagai kepemimpinan dengan gaya manajer. Mengapa? Pemerintah Kolonial Belanda lebih berpandangan ke depan dan dengan perencanaan yang lebih bersifat jangka panjang. Pemerintah Indonesia lebih tertuju pada tugas rutin yang berdimensi jangka pendek. 

Karena itu, dengan meminjam pendapat Riant Nugroho dalam bukunya Policy Making(Alex Media Computindo, 2015) tidak aneh jika kebijakan publik yang dibangun berbasiskan masalah. Masalah seperti yang banyak orang tahu adalah sesuatu yang telah dan sedang terjadi pada saat ini. Kebijakan publik itu sendiri membangun masa depan dan membawa masa depan ke hari ini (Riant Nugroho, 2015:34). Jadi, sampai kapan pun kalau mindset Pemerintah Indonesia tidak pernah berubah melihat perkembangan dan perubahan yang terjadi di negara ini pada akhirnya pemerintah hanya disibukkan menyelesaikan satu masalah menyusul masalah berikutnya.

***

Mengubah mindset bukan hanya menjadi beban pemerintah saat ini, tapi juga semua anak bangsa perlu memiliki perubahan mindset. Perubahan mindset ditujukan pada mindset yang semula deformatif ke arah reformatif. Mindset reformatif dicirikan salah satunya adalah adanya tindakan inisiatif dari orang atau institusi yang bersangkutan. 

Orang atau institusi yang punya inisiatif tentu saja adalah orang atau institusi yang memiliki banyak kreativitas. Dengan demikian, orang atau institusi yang memiliki mindset reformatif juga orang atau institusi yang memiliki inovasi. Memang, lagu anak-anak tentang KA cenderung ada sedikit kebohongan karena di syair lagu tersebut ada terkesan naik KA ke Bandung atau ke Surabaya naik dengan percuma. Tetapi, nilai positif yang ada pada KAI saat ini dalam memberikan pelayanan pada para pengguna KA patut diapresiasi. Para pengguna KA dengan nyaman, dan aman merasakan betapa nikmatnya melakukan perjalanan dengan KA. 

Tidaklah aneh jika KA sekarang menjadi pilihan utama orang-orang yang ingin melakukan perjalanan baik jarak dekat, menengah, maupun jauh. Selain itu, ini yang lebih penting, sesuatu yang sudah baik patut untuk dijaga komitmennya. Kalau perlu lebih ditingkatkan lagi pelayanannya. Satu hal lagi yang juga perlu dilakukan, ke depan sarana transportasi KA harus dijadikan pilihan utama para pengguna dari kalangan dhuafa(masyarakat kecil). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun