Mohon tunggu...
Suasti Ngh
Suasti Ngh Mohon Tunggu... -

Kecanduan Detektif Conan dan Harry Potter. Doyan dengan segala hal berbau matematika ^_^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

JODOH

1 April 2011   10:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:13 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

'Apakah kau percaya dengan jodoh?'

'Aku percaya karena jodoh yang membuat kita bisa bertemu dan merasakan cinta seperti sekarang ini.'

Aku masih mengingat setiap kata itu, kata yang kau ucapkan saat aku memberanikan diri mengungkapkan rasa yang selama ini aku pendam untukmu. Dan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, mungkin tak akan pernah kulupakan saat kau mengatakan kau mempunyai rasa yang sama untukku. Betapa indah hari itu, saat akhirnya untuk pertama kali aku merasakan cinta yang benar-benar cinta, bukan lagi cinta yang hanya bisa bersembunyi di balik senyumanku dan membiarkan cintaku mencintai orang lain. Hari di mana aku bisa berjalan menggandeng tanganmu tanpa ada rasa sungkan lagi.

Tapi apakah aku masih bisa menganggap ini jodoh?

Sebulan setelah kita bersama aku mengetahui fakta yang sebenarnya dari bibirmu.

"Ada wanita lain selain kamu dalam hidupku, cinta. Dan dia telah lebih dulu mengisi hidupku."

Apa kau tahu bagaimana hancurnya diriku. Aku merasa aku benar-benar rendah saat itu, saat mengetahui aku hanyalah wanita keduamu, kalu tidak mau dibilang 'aku selingkuhanmu'.  Aku merasa aku bagaikan pelarianmu, saat kau t'lah merasa bosan dengan wanita itu. Sungguh menyakitkan.

"Apakah kita masih bisa bersama , cinta? karena aku sangat mencintaimu."

Aku tak pernah menjawab pertanyanmu itu dengan tegas ku kira. Hingga akhirnya kuputuskan aku harus meninggalkan dirimu, meninggalkan cintaku mencintai cintanya yang lain. Aku harap itu sebuah konklusi yang paling tepat untuk hati kita, aku, kau dan dia yang sebentar lagi akan terluka.

Aku menjauh, sejauh mungkin. Aku buat bentengku sendiri dari dirimu, dari cintamu. Aku menghapus nomor teleponmu dari kontak HP ku, agar tanganku tidak gatal mencoba menghubungimu lebih dulu. Aku memblokir akun jejaring sosialmu agar kau tak bisa menghubungi diriku lagi. Yang pasti aku menyiksa diriku sendiri karena itu. Bayangkan bagaimana sakitnya menahan perasaan yang begitu berkecamuk dalam dadaku.

Tapi pertahananku hancur sia-sia saat kau menghubungiku malam itu, kau bilang kau sakit. Apa kau pikir aku akan tega melihatmu terkapar tak berdaya? Aku tak sekejam itu, aku masih mau merawatmu, walaupun aku tak berniat menjengukmu, cukup hanya dengan mengirimkan pesan-pesan singkat mengingatkanmu makan dan minum obatmu.

Dan semua itu dengan sukses telah mengaburkan duniaku sekali lagi. Membuatku berada dalam jurang kebimbangan, kenapa aku harus berhadapan dengamu lagi? Aku masih tetap menepis semua tentang dirimu, kupikir itu cukup berhasil, karena akhirnya aku berhasil merindukan seseorang selain dirimu. Aku pikir aku sedang jatuh cinta lagi.

'Apakah kau percaya dengan jodoh?'

"Apa mungkin kau jodohku, dan suatu hari kita bisa bersama."

Dan di sanalah aku berdiri di penghujung triwulan pertama tahun ini, di depan Padma memandang pada simpol Acintya, simbol kebesaran-NYA. Aku melakukan sebuah perjanjian yang aku sepakati secara sepihak dengan Tuhan. Aku dengan tulus memejamkan mataku, meminta Dia menunjukkan tanda, jika kau memang jodohku.

"Tuhan, jika dia memang jodoh untukku, berikan aku sebuah tanda. Jika hari ini dia menghubungi aku lebih dulu dan mengucapkan satu kata saja "Any" ku anggap Kau merestui kami, ku anggap dialah jodohku. Aku akan menunggu hingga hari ini habis. Jika dia memang jodoh yang kau beri untukku, aku akan menunggunya sampai kapanpun juga, walaupun hari ini aku belum bisa bersamanya."

Jika kau bisa melihatku, kau pasti akan dapat melihat begitu banyak air mata yang tertahan di mataku. Aku sudah mencoba membendungnya sedari tadi. Tanggal 31 Maret akan berakhir 30 menit lagi dan aku tidak menemukan tanda-tanda kau akan menghubungiku. Aku tetap bertahan untuk sisa hari ini, bertahan menunggu kau menghubungiku. Sungguh, sangat menyakitkan saat kau menggantungkan semua harapanmu untuk bisa mencintai seseorang pada detak-detak jam di dinding. Dan aku menangis, saat suara dentangnya bergema 12 kali, entah mengapa langit juga mendukungku, langit menangis bersamaku.

Ku anggap semua telah berakhir saat itu. Kau bukan jodohku, kita tak berjodoh dan pertemuan serta cinta yang kita rasakan saat itu bukan karena kau jodohku, ku anggap semua hanya kebetulan saja. Ada tangan lain yang mengulur untuk menggandengku melangkahkan kaki di jalan setapak berbatu ini. Aku tak ingin bermain spekulasi kali ini. Aku ingin mencintai cintaku bukan karena aku yakin dia jodohku, tapi karena aku yakin saat aku mencintainya dengan tulus, ada ketulusan cinta dalam genggaman tangannya. Tak perduli dia jodohku atau bukan. Semoga kau menemukan sesorang yang benar-benar bisa mencintaimu dengan tulus, dan ku yakin itu bukan aku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun