Mohon tunggu...
SUARDI
SUARDI Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh tani

Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal Perda Wajib Mengaji, DPR Lebak Seolah Wakil Tuhan?

3 September 2022   11:56 Diperbarui: 3 September 2022   12:18 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga hubungan manusia di dunia ini yaitu hubungan dirinya dengan tuhannya, hubungan dirinya dengan sesamanya, dan hubungannya dengan alam semesta. 

Dalam hubungannya dengan tuhan, setiap warga negara Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Pasal (29) bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing. 

Pasal tersebut jelas bahwa dalam menjalankan ibadahnya warga negara diberikan kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing. Kepercayaan masyarakat harus dilindungi, tanpa terkecuali.

Hak beragama termasuk menjalankan keagamaan adalah hak pribadi, jika hak pribadi artinya undang-undang hanya menjamin, bukan mengatur. Mengatur disini berkaitan dengan praktik keagamaan. 

Contoh dalam islam praktik keagamaan itu ada lima yang kemudian disebut rukun islam. Rukun islam ada lima yaitu syahadat, sholat, zakat, puasa, dan naik haji bagi yang mampu. 

Tak hanya itu, islam juga mengenal yang namanya rukun iman, yaitu iman kepada Alalh, iman kepada Malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi dan Rosul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada Qada dan Qadar. 

Nah, pemerintah tidak boleh mengatur lebih jauh, hingga pada ritual keagamaan tertentu karena pemerintah hanya menjamin hak warga negara untuk menjalankan ibadahnya. Artinya tidak boleh ada paksaan, baik lisan maupun tulisan, contohnya seperti Perda.

Pemerintah tidak boleh ikut campur pada hal-hal yang sifatnya privat atau hubungan dirinya dengan tuhannya, seperti dalam Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kabupaten Lebak No 14 Tahun 2013 tentang Wajib Mengaji. Perda ini menurut saya tidak efektif yang hanya melakukan pemborosan anggaran. 

Kita tidak tahu apakah saat melakukan Perumusan Perda Wajib Mengaji ini sudah sesuai dengan asas materi maupun nonmateri. Padahal mengenai pembuatan perda ini sudah jelas ada pedomananya yaitu Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, serta Permendagri No 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. 

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asa Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hal ini ssesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No 10 Tahun 2004 diantaranya harus memenuhi asas kejelasan tujuan, kesesuaian antara jenis dan muatan materi, dapat dilaksanakan, kedayagunaan/kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan. 

Sekarang jika kita analisis, apakah Perda Mengaji yang dirumuskan oleh DPRD Lebak sesuai dengan asas-asas tersebut. Menurut saya tidak, DPRD Lebak hanya sebatas menggugurkan kewajibannya saja sebagai wakil rakyat. Perda Mengaji sangat jelas tidak memenuhi asas tersebut, baik asas kejelasan rumusan masalah, kedayagunaan, kejelasan tujuan apalagi asas dapat dilaksanakan. 

Perda Wajib Mengaji menurut saya hanya sebatas proyek politik yang tidak jelas arah dan tujuannya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa manusia itu memiliki tiga hubungan; hubungan dengan tuhannya, hubungan dengan sesamanya dan hubungan dengan alam semesta, seharusnya yang diperdakan hanya hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya (masyarakat) dan alam semesta (lingkungan). 

Sebagai contoh Undang-Undang perkawinan tidak ada ada masalah karena memang ada unsur hubungan dirinya dengan sesamanya. Berkaitan dengan lingkungan hidup ini juga Wajib diatur karena berkaitan dengan tempat tinggal manusia atau masyarakat berada, artinya selain hubungan sosial kemasyarakatan harus berjalan tertib juga lingkungannya harus sehat, tidak tercemar limbah dan lain sebagainya. Perda seharusnya mencoba menemukan rumusan itu.

Disinikah kita bisa mengetahui sampai mana tugas dan fungsi DPRD itu dalam membuat regulasi. Dan dalam konteksnya Perda Wajib Mengaji  ini menunjukan seolah DPRD adalah wakil tuhan. Karena perintah tuhan yang ditujukan kepada personal, diambil alih oleh DPR. Maka Perda ini tidak akan bisa dilaksanakan, apakagi efektif dan efisien karena jangankan masyarakat DPR pun saya rasa malas jika soal mengaji. Jikalau pun menyangkal ya itu menang urusan pribadi.

Kalau sudah diperdakan seperti itu artinya masyarakat wajib melaksanakannya, dan jika ada orang malas ngaji ia wajib diberikan sanksi. Dan ini juga menurut saya, akan membuat bingung Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak perda.. Dan ini semakin lucu ...  apalagi kalau ada remaja yang menyangkal: "Loh ini bapak apa-apaan, ko saya ibadah dipaksa-paksa. Lah, ini kan hubungan saya dengan tuhan saya, bapak siapa? Bapak kan bukan tuhan saya, jadi kalo saya ibadah ya harus gimana saya. Kecuali saya ganggu ketertiban umum baru bapak boleh hukum saya," umpamanya.

Demikain semoga tercerahkan .... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun