Mohon tunggu...
wacana_rakyat
wacana_rakyat Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka: Dari Mana, ke Mana?

11 Juli 2022   23:35 Diperbarui: 11 Juli 2022   23:40 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tulisan itu saya mengkritik terhadap proses pembelajaran yang seolah dosen tidak boleh dibantah, seolah jika mahasiswa mengkritik dosen dianggap sesuatu hal yang tidak sopan atau tidak pantas. 

Padahal menurut seorang akademisi sebut saja Rocky Gerung menurutnya sopan santun itu bahasa tubuh sedangkan kritik itu soal intelektual, jadi tidak bisa menyebut kritik sebagai tidak memiliki sopan santun. 

Lebih lanjut saya mengatakan dalam artikel tersebut, masih banyak dosen yang membatasi aktivitas belajar mahasiswa, sebetulnya terlalu kasar jika mengatakan membatasi, jadi semacam ada egosentris dosen, contohnya ketika mahasiswa mengikuti suatu kegiatan di luar kemudian secara bersamaan ada mata kuliah dengannya, kemudian mahasiswa tersebut ikut kegiatan yang diluar itu, maka mahasiswa yang tidak mengikuti mata kuliah tadi dianggap tidak hadir dan nilainya kosong. 

Maksud saya ada anggapan bahwa jika ia tidak mengikuti pelajaran makai nilainya nol, akhirnya banyak mahasiswa berbondong-bondong kuliah bukan untuk meningkatkan kompetensi diri melainkan mencari nilai. 

Ini juga ada kaitanya dengan kurikulum merdeka, jadi menurut saya kurikulum merdeka sedikit memberikan nafas baru dimana mahasiswa itu bisa belajar kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja. Tapi ada kelemahnya, dimana menurut saya akan terjadi liberalisasi pendidikan.

Prinsip selanjutnya adalah mampu mengatur dirinya sendiri. Mengenai persoalan ini, kata mengatur bisa diartikan berkaitan dengan kepemimpinan diri. Seorang siswa ataupun mahasiswa harus bisa mengatur dirinya sendiri yang apabila ia berhasil mengatur dirinya sendiri, mengarahkan dirinya sendiri, ia bisa berhasil dalam mencapai tujuannya. 

Konsep ini tentu sejalan dengan teori kepemimpinan, bahwa sebelum kita bisa mengarahkan atau memimpin orang lain tentu hal dasar dalam pembelajaran ia harus bisa memimpin dirinya sendiri, dengan kata lain dia bisa menentukan mana yang bermanfaat untuk dirinya dan mana yang kurang bermanfaat. 

Prinsip mengatur dirinya sendiri adalah refleksi diri (ANDIR) atau analisis kemana kita harus melangkah dan apa yang harus kita lakukan dalam mencapai tujuan kita.  Dalam hal ini guru memiliki peran penting untuk memberikan semangat atau motivasi kepada siswa tersebut.

Itulah mengetahui makna dari kurkulum merdeka, atau merdeka belajar.  Tentu saja ada hal mendasar yang banyak orang tanyakan yaitu kenapa kurikulum merdeka. 

Jika kurikulum merdeka, berarti apakah kurikulum kita selama ini belum merdeka dalam artian terjajah? Kemudian kemana arah kurikulum merdeka ini? Ini menurut saya sangat menarik, mengenai pertanyaan ini saya akan membahasnya dengan tinjauan historis, dan akan kita  kaitakan dengan apa yang dinamakan oleh para pemikir mazhab pendidikan kritis sebagai politisasi pendidikan.

Politisasi Pendidikan  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun