Etika Lingkungan Urang Kanekes
Pada Seba Baduy 2022 kemarin, warga baduy bermanah kepada pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan di wilayah Baduy. Namun, persoalan lingkungan tentu saja tidak hanya berlaku bagi warga baduy saja melainkan berlaku bagi kita semua yang berada di wilayah Indonesia khususnya di Kabupaten Lebak. Pasalnya, berbicara lingkungan Kabupaten Lebak memerlukan pembenahan lingkungan. Disinilah perlunya mengambil Seba Baduy sebagai tuntunan bukan sekedar tontonan.
Etika lingkungan urang kanekes bersumber dari pandangan filsafati dan kebudayaannya. Secara umum, dasar etika lingkungan mereka juga dibangun dari dua sumber tersebut.Â
Dari aspek filosofis, seluruh pandangan filsafati dijadikan dasar seutuhnya oleh Urang Kanekes. Sedangkan secara kultural, setidaknya ada empat hal yang paling mendasar dari bangunan etika lingkungan mereka yaitu kanekes sebagai kabuyutan atau mandala yakni tempat yang disucikan: Urang Kanekes sebagai pemuja Nyi Pohaci Sanghyang; Urang Kenekes sebagai peladang padi lahan kering dan Urang Kanekes sebagai masyarakat yang taat pada tradisi karuhun (leluhur) (Dinas Kebudayaan Provinsi Banten, Bantenologi UIN SMH Banten, 2015:3-4).
Etika lingkungan urang kanekes terejawantah dalam bentuk norma-norma moralitas. Norma moralitas adalah aturan, standar atau ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Nomra-norma moralitas memandu Urang Kanekes dalam menentukan apa yang harus diperbuatnya.Â
Untuk yang bersifat kolektif norma-norma moralitas dijadikan rujukan oleh puun dalam menyikapi satu hal baru yang masuk kedalam kebudayaan kanekes. Contohnya ijtihad tiga puun dalam menyikapi penanaman pohon albasiah. Puun mengeluarkan fatwa bahwa pohon albasiah tidak boleh ditanam didalam tanah larangan dan urang tangtu tidak boleh menanamnya karena dipandang akan menodai kesucian sukma yang seharusnya mereka jaga.
Setidaknya ada lima norma dekat moralitas yang dipegang oleh Urang Kenekes terkait hubungannya dengan alam yaitu kesucian dengan skralitas alam dan kanekes sebagai unti jagat kesesuaian dengan kesucian sukma manusia yang harus dijaga, kesucian dengan adat dan kepercayaan karuhun (leluhur), prinsip kesederhanaan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam seperlunya. Dalam hal ini, Urang Kanekes tidak mengambil dan memanfaatkan kekayaan alamnya secara berlebihan. Dengan norma tersebut mereka menembang pohon sesuai dengan keperluannya saja.
Norma tersebutlah salah satunya yang kemudian dikembangkan menjadi seperangkat buyut (tabu) yang bersifat spesifik. Tabu itu sendiri memudahkan Urang Kanekes dan juga orang luar kanekes untuk melihat mana saja hal-hal dan perbuatan-perbuatan yang dilarang dan mana saja yang diperbolehkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H