Setelah itu, gegerlah dengan ditemukannya berton-ton material. Lalu Ahok pura-pura berteriak, ada pihak tertentu yang ingin mensabotase.
Kenapa Ahok Butuh Pencitraan?
Ahok butuh pencitraan, karena beberapa bulan lagi kursi kepemimpinan Ahok akan berakhir. Namun Ahok masih memiliki ambisi kuat untuk kembali menjadi orang nomor satu di tempatku. Sehingga trik dan intrik sebagai pemimpin sekaligus calon kandidat incumbent pun dilakukan secara matang dan terukur.
Di mulai dengan membuat pasukan relawan lapangan yang terdiri dari relawan KTP, relawan penggiring isu propaganda. Juga membangun struktur relawan media social atau yang dikenal dengan istilah buzzer, serta membangun koneksitas dengan sejumlah media.
Dalam membangun sistem relawan, Ahok menggunakan mekanisme jejaring terputus, yaitu menunjuk orang-orang tertentu untuk mendirikan atau merekrut para relawan yang siap bertempur yang tentunya para relawan akan mendapat gaji yang lumayan. Namun hanya relawan inti saja yang mendapatkan nikmat gaji lumayan, relawan berikutnya hasil jejaring melalui pendoktrinan melalui isu-isu yang disebar.
Bagi relawan yang terpancing melalui isu, adakalanya mereka mendapat gaji juga namun juga banyak hanya mendapat pujian saja atau dengan istilah kerennya apresiasi.
Untuk mengawal para relawan agar terukur, disediakan tempat-tempat yang agak mewah untuk aktivitasnya. Sesekali dibrifing di puncak Bogor, agar doktrinnya lebih mendalam.
Dana dalam menciptakan mesin relawan, Ahok juga menggunakan mekanisme terputus. Ahok bekerjasama dengan sejumlah pengusaha hitam kelas kakap, untuk membiayai para relawannya. Lalu pengusaha hitam menyewa orang tertentu untuk dibiayai agar menciptakan mesin relawan. Ahok pura-pura tidak tahu.
Pada sisi lain, Ahok juga melakukan komunikasi politik dengan sejumlah pimpinan partai, yang tujuannya apabila para relawannya tidak kuat membangun isu, para pimpinan partai yang didekati Ahok mau mengusung dirinya. Pun relawan Ahok dinilai sudah mencukupi, setidaknya sejumlah mesin partai yang didekati Ahok tetap turut membantu Ahok meskipun pura-pura tidak mengusungnya.
Dalam propaganda media, Ahok menggunakan teknik “geger media”. Seperti celetukan-celetukan yang bikin ramai di media, yang diikuti kebijakan-kebijakan paradoksal. Ahok akan menghantam warga kecil dengan istilah-itilah yang hiperbola atau dibesar-besarkan, namun tumpul ke atas.
Warga kecil, termasuk pegawai rendahan, akan disalah-salahkan. Namun pengusaha hitam justru akan diberi ruang seluas-luasnya. Preman-preman kecil dipangkas habis, namun preman-preman pengusaha kakap justru dipelihara agar para preman pengusaha kakap tetap mau mengucurkan sejumlah uangnya untuk pemenangan dirinya.