PERJALANAN lima jam menggunakan mobil dari Bandara Muara Bungo menuju Desa Ngaol di Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin Provinsi Jambi cukup menyita tenaga. Lebih dari separuh waktu perjalanan dihabiskan di jalan yang bergelombang naik turun.
Goncangan yang dirasakan di dalam mobil semakin terasa karena badan jalan sudah rusak parah di beberapa titik, Senin 3 September 2019. Tapi semua terbayar saat sudah tiba di Desa Ngaol.
Matahari sudah mendekati ufuk Barat saat kami tiba di Desa Ngaol. Sudah lewat pukul 16.00. Semua merasakan kelelahan. Tak ada waktu istirahat panjang.
Perjalanan belum berakhir, desa tujuan masih jauh. Tempat wisata yang jadi tujuan kami adalah Desa Air Liki, berada di ujung Kabupaten Merangin. Saya mendapatkan informasi keindahan Desa Air Liki ini dari teman yang mengunjunginya saat libur akhir tahun 2017.
Kami hanya istirahat sekitar 30 menit, lalu berjalan ke arah sungai Sungai Batang Tabir. Sungai ini merupakan anak Sungai Batanghari. Untuk menuju desa itu, cara satu-satunya hanya lewat sungai. Tidak ada jalan darat. Perjalanan ini adalah perjalanan yang memacu adrenalin.
Belasan ketek (Sampan panjang yang dilengkapi mesin) berjejer di tepi sungai itu. Satu ketek bisa diisi hingga empat orang, termasuk satu orang nahkoda. Kami menaiki satu ketek yang berwarna kuning. Nahkodanya bernama Madi
"Perjalanan dua jam lagi menuju Desa Air Liki," ungkap Madi, sang nahkoda ketek. Dia lalu menghidupkan mesin berbahan bakar bensin. Bunyi mesin serupa nama alat transportasi ini. Ketekketekketekketek.
Bunyi itu menderu sepanjang perjalanan dari Ngaol menuju Air Liki. Madi bilang, nama ketek merupakan terjemahan dari suara yang dihasilkan mesin saat berada di atas air.
"Jangan terlalu banyak bergerak di atas ketek, bisa oleng," saran nahkoda itu sebelum perjalanan ke tempat wisata Indonesia yang tersebunyi itu.
Perjalanan ini adalah sebuah petualangan melawan arus sungai yang cukup deras. Sesekali air sungai memercik ke dalam ketek. Perlu gunakan jas hujan tipis atau sejenis agar tak basah kuyub.
Sang nakhoda terlihat begitu terampil mengemudikan ketek itu. Dia sudah hafal betul rutenya, sehingga tahu jalur aman. Rute yang dilewati ini ada kalanya dangkal, berbatu, dan dalam. Saya sempat khawatir akan terguling lalu diterkam buaya. Tapi nahkoda meyakinkan jalur ini aman.
Lebatnya pepohonan di kiri dan kanan sungai sungguh memanjakan mata. Sungai ini memang diapit oleh hutan. Pepohonan menjulang tinggi, mungkin sudah berumur ratusan tahun.
Bukit yang jauh di atas sana, yang ditumbuhi pepohonan lebat, seakan memanggil-manggil meminta diciumi aromanya.
Di tengah sungai banyak bebatuan besar yang memecah aliran air. Lalu di pertengahan jalan terlihat dua air terjun yang airnya menghempas ke tanah.
Beberapa ekor kerbau berdiri di tepi sungai itu dan melihat  ke arah orang-orang yang sedang naik ketek. Monyet juga tak mau ketinggalan, mereka menunjukkan aksi bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain. Rasanya bagai melihat surga.
Setelah perjalana hampir dua jam akhirnya tiba juga di pelabuhan Desa Air Liki. Duduk di atas bebatuan besar di tepi sungai merupakan cara terbaik untuk melepas lelah. Tidur-tiduran di atas batu juga tak masalah. Gaya sesuka hati asal masih sopan.
Arus sungai terus bersuara menyapa orang-orang yang di sampingnya. Sungguh sejuk, nyaman, sangat jauh dari kebisingan kota. Air sungainya sangat jernih. Arusnya bagai menari-nari ketika melewati bebatuan. Oh alangkah indahnya negeri ku ini.
Rasanya masih ingin berlama-lama di tepi sungai ini. Tapi sayang, hari sudah mulai malam. Warga setempat yang menyapa kami dengan ramah, mengajak kami bergegas pindah dari tepi Sungai Batang Tabir itu.
Desa Air Liki penduduknya tidak terlalu banyak. Informasi dari kepala desa, tidak sampai 500 kepala keluarga yang tinggal di desa yang berada di kaki Taman Nasional Kerinci Seblat itu.
Desa ini akan sangat ramai saat libur akhir tahun dan libur tahun baru karena para perantau dari desa ini akan pulang kampung, dan juga warga luar daerah yang diajak oleh perantau itu.
Desa yang sangat sejuk, tanpa polusi, dikelilingi rimbunnya pepohonan dan sungai, sangat cocok untuk yang ingin libur akhir tahun yang menginginkan petualangan atau adventure.
Untuk bisa sampai ke desa ini bisa melakukan penerbangan dari Bandara Sultan Thaha di Kota Jambi menuju Bandara Muara Bungo. Ada jadwal penerbangan setiap pagi. Aplikasi Pegipegi akan sangat membantu untuk memesan tiket pesawat.
Selanjutnya menyewa mobil dari Muara Bungo ke Desa Ngaol. Untuk perjalanan dari Desa Ngaol ke Air Liki, sudah ada banyak nahkoda ketek yang menunggu penumpang, dengan biaya Rp 200 ribu per satu ketek.
Apa saja yang bisa dijelajahi di desa ini? Desa Air Liki merupakan desa yang alamnya masih masih. Paling menyenangkan di desa ini adalah menjelajahi sejumlah sungai yang mengalir di sekitar desa. Airnya sangat jernih dan masih banyak ikannya. Tak cukup dua hari untuk menjelajahi semua sungai yang ada di sini.
Lalu karena desa ini dikelilingi hutan dan pepohonan berusia ratusa tahun, sangat menarik masuk ke dalam hutannya, mencium aroma segar dari dihasilkan tanpa polusi. Tantangan cukup banyak, mulai dari jalan yang licin, tebing yang landai hingga curam, serta berusaha survive di tengah hutan. Bila beruntung, bisa menikmati buah-buahan di tengah hutan dengan gratis. Ada buah durian juga.
Desa Air Liki ini bagai tanah surga. Menggunakan aplikasi Pegipegi sangat berguna untuk menuju desa yang menawarkan panorama dan aroma surga ini. Segar lahir dan bathin. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H