Atas dasar itulah, nilai-nilai etika dan moral harus benar-benar hidup di dalam sanubari dan kehidupan kita. Sebab, apapun itu, kalau tidak bersumber atau dilandasi oleh etika dan moral, akan berpotensi besar membahayakan masa depan dan menggagalkan tujuan kita mewujudkan kehidupan bangsa dan negara yang demokratis, berkeadaban, dan berkeadilan.
Membangun politik sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kegiatan interaksi dan komunikasi dengan manusia lainnya. Manusia senantiasa akan selalu berinteraksi dengan yang lainnya dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Melalui proses interaksi dan komunikasi ini pula lahirlah sebuah budaya dalam kehidupan masyarakat. Suatu budaya yang diterapkan dalam kehidupan suatu sistem sosial akan mempengaruhi sistem komunikasinya pula. Karena itulah komunika memiliki kaitan yang sangat erat. Sama halnya yang dikatakan oleh Edward T. Hall, "Budaya adalah komunikasi" dan "Komunikasi adalah budaya". Budaya adalah hasil dari proses komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam berkomunikasi, budaya sangat mempengaruhinya baik secara pola, jenis ataupun konteks. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu sistem sosial yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia.
Menurut Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Budaya politik merupakan cerminan sikap khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem politik itu. Bisa dikatakan budaya politik merupakan orientasi psikologis terhadap objek sosial-sistem politik-yang kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif (pemahaman dan keyakinan), afektif (ikatan emosional/perasaan) dan evaluatif (penilaian). Budaya politik merupakan cerminan sikap khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem politik itu. Bisa dikatakan budaya politik merupakan orientasi psikologis terhadap objek social-sistem politik yang kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif (pemahaman dan keyakinan), afektif (ikatan emosional/perasaan) dan evaluatif (penilaian).
Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi kemudia komunikasi juga ikut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Ini berlaku juga pada budaya politik yang berpengaruh kuat terhadap komunikasi politik di Indonesia.
Dalam kehidupan masyarakat, Almond dan Verba mengatakan bahwa ada tiga tipe budaya politik yang dapat ditemukan, yaitu budaya parokial, kaula, dan partisipan. Untuk Indonesia sendiri saat ini ada dua budaya politik yang ada dalam masyarakat, yaitu budaya politik parokial dan kaula. Masyarakat Indonesia masih tertinggal dalam hak dan kewajiban akan politiknya. Hal ini disebabkan pengalaman politik di kehidupan masa lalu, seperti imperialisme, feodalisme, dan patrimonialisme. Hanya sebagian saja yang sudah memiliki budaya partisipan dalam kehidupan politknya, yaitu kalangan elite politik dan masyarakat perkotaan. Hal ini ditopang oleh kemampuan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
Sistem politik demokratis yang dijalankan Indonesia saat in masih belum seiring dengan kebudayaan politik yang ada di dalamnya. Idealnya, negara yang demokratis bisa didapatkan jika budaya politik masyarakat yangpartisipan. Namun, kembali pada budaya politik yang terdapat di Indonesia-parokial dan kaula-belum bisa mewujudkan sistem yang demokrasi. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya, kalangan pemerintah dan elite politik harus mengambil langkah-langkah strategis demi mewujudkan budaya politik partisipan (demokrasi). Ini dilakukan untuk mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratis. Kepentingan dan aspirasi rakyat harus menjadi pusat perhatian dalam pengambilan kebijakan.
Penerapan suatu konsep seringkali menjadi kabur ketika akan diaplikasikan di dalam praktek berpolitik dalam kehidupan sehari-hari, namun proses institusionalisasi demokrasi partisipatif akan terdorongmelalui desentralisasi dan devolusi kewenangan ke tigkat lokal karena partisipasi maksimum masyarakat dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran dariunit pengambilan keputusan. Demokrasi pertisipatif juga dapat ditingkatkan dengan memfasilitasi terbangunnya institusi masyarakat seperti asosiasi berbasis tempat tinggal, mata pencaharian, hobi dan sebagainya yang memungkinkan berlangsungnya solidaritas antar individu dan upaya kolektif. Keberadaan komite masyarakat, forum masyarakat dan bentuk-bentuk asosiasi yang demokratis lainnya dianggap strategis untuk mengimplementasikan demokrasi partisipatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H