kakawin/ mawirama. Wirama Kakawin merupakan salah satu seni kesusastraan Bali yang lebih banyak menggunakan tembang (puisi) Sekar Agung atau sering disebut Wirama, disamping Palawakia (prosa liris).Â
Salah satu kegiatan yang selalu ada dalam setiap acara piodalan di pura adalahAku mulai tertarik dengan kekawin ketika selesai studi S2 di UGM tahun 1997. Saat itu setiap pulang ke rumah asal di Banjar Penestanan Kaja Ubud, Bape/Ayahku (alm.) selalu melantunan Wirama Kakawin. Karena kagum dan tertarik aku lalu berinisiatif merekam beberapa contoh kekawin yang dilantunkan oleh Bape untuk dipelajari. Selebihnya buku-buku petunjuk makekawin karangan Bapak I Ketut Remen, I Nengah Tinggen aku beli untuk menambah pemahaman.
Sejak saat itu aku kemudian bergabung dengan Kelompok Pesantian Banjar Penestanan Kaja Ubud yang dibimbing oleh Jero Mangku Desa Penestanan Ubud (alm). Tidak banyak yang ikut hanya beberapa orang tua saja. Mungkin jenis Sekar Agung/ Wirama ini dianggap "berat" sehingga hingga kini belum banyak diminati oleh kaum muda dan remaja. Kelompok Pesantian ini selalu tampil ngayah pada setiap ada piodalan di pura membawakan aneka wirama kekawin, seperti: Sronca, Basantatilaka, Pretthitala, Rajani, Sardula Wikridita, Wangsata, Wirat Jagaddhita, Girisa, Aswalalita, Merdhu Komala, Rahi Tiga dan lainnya.
Aku juga ikut Kelompok Pesantian di Banjar Tempekan Candraditya, Denpasar. Ida Bagus Aji Karang (alm) dari Klungkung selaku pembimbingnya. Sama dengan Kelompok Pesantian Banjar Penestanan Kaja, Kelompok Pesantian ini hanya diikuti oleh para orang tua, belum banyak diminati oleh generasi milenilal.
Walaupun demikian aku tetap berharap Kelompok Pesantian ini bisa semakin berkembang dan tetap bisa sebagai ajang ngayah nyastra serta menciptakan suasana kedamaian, karena aku berharap Wirama Kakawin bisa jadi merupakan media pelestarian Bahasa Kawi dan Aksara Bali.
Apa Itu  Wirama Kakawin?
Mawirama adalah salah satu tradisi nyastra yang masih eksis di Bali. Tradisi ini memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, dan telah menjadi bagian dari kebudayaan Bali selama berabad-abad. Mawirama adalah sebuah tradisi yang melibatkan pembacaan dan penafsiran teks-teks suci dalam bahasa Kawi, yang merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa zaman dulu.
Kakawin merupakan wacana puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa kuno atau dengan kata atau bahasa lain. Semua wacana puisi berbahasa Jawa kuno disebut dengan kakawin. Secara etimologi, kata kakawin sebagai campuran dari kata Sanskerta kawi 'penyair' serta afiks Jawa (kuno) ka- dan -n, yang berarti 'karya seorang penyair' atau 'syair (puisi) karya penyair' Beberapa contoh wacana kakawin misalnya Ramayana, Bharatayudha, Arjunawiwha, Sutasoma, Nagarakertagama, Bomantaka, Aji Palayon, Nitisastra, dan Siwatrikalpa
Wirama Kakawin memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Karya sastra ini telah ada sejak abad ke-10, yaitu pada zaman kerajaan Majapahit. Pada zaman itu, wirama kakawin digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan agama, politik, dan kesenian.
Sebuah kakawin dalam metrum tertentu terdiri dari minimal satu bait. Setiap bait kakawin memiliki empat larik dengan jumlah suku kata yang sama. Lalu susunan apa yang disebut guru laghu juga sama. Guru laghu adalah aturan kuantitas sebuah suku kata.
Suku kata bisa panjang atau pendek. Sebuah suku kata panjang adalah suku kata yang memuat vokal panjang atau sebuah suku kata yang memuat sebuah vokal yang berada di depan dua buah konsonan.