Mohon tunggu...
Hsu
Hsu Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang manusia biasa

Somewhere Only We Know

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cepu

9 Agustus 2015   00:20 Diperbarui: 9 Agustus 2015   00:20 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Yang masih kuingat... tubuhnya tak seperti yang lainnya. Termasuk kecil dalam barisannya, berambut ikal sebahu, dan tenaganya tak sekuat hentakan-hentakan yang lainnya manakala ikut menerpa tubuh lunglaiku.

Kepulihan raga dan pikiran mengantarkanku pada sebuah tanya pada penghuni lainnya tentang sosok itu sambil memperhatikan dirinya yang tengah memegang tongkat pemukul bola bilyard. Tatapannya hanya sekilas beradu dan setelahnya ia tak berani menatap lagi apalagi untuk beradu mata. Ada bayangan ketakutan bersembunyi.

"Itu Cepu!"

"Cepu???"

"Dia ikut memukuli kamu?"

"Ya pada bagian akhir!" Demikian jawabku tanpa memalingkan pandangan.

"Salah sasaran jika tiada hubungan dengan narkoba."

"Khusus narkoba?"

"Ya... mungkin sedang cari muka atau ingin posisi lebih dari itu!"

***

 

Malam hari menuju pagi ke-1460 hari...

Pak Kasim mengangkat ke-dua lengan ke atas kepala sambil menggeliatkan punggungnya. Layar monitornya memasuki mode screen saver, sementara layar monitor di hadapanku masih penuh dengan tabel perhitungan.

"Tinggal 2 batang lagi Den! Batas waktu kita hanya tinggal 3 hari untuk semua berkas usulan ini, jika tak dikejar pasti akan bahaya buat posisi saya ke depannya!. Hhhmm ke mana mencari rokok tengah malam seperti ini? Ada bayangan?"

"Tadi sore ada kiriman 30 orang dari Jakarta Pusat Pak! Sudah hampir lewat 8 jam berarti ada kemungkinan 'pelor'nya sudah keluar Pak!"

"Posisinya di mana?"

"Menara pengasingan lantai 2, Pak!"

"Kalau begitu kita ke sana!"

"Jangan Pak, biar saya saja! Banyak bibit penyakit di menara pengasingan sana, tolong bikinkan surat jalan malamnya saja biar lancar di pintu penjagaan!."

"Ok".

***

Sudah 2 pintu jaga kulewati dengan mudah berkat surat sakti dari Pak Kasim. Hanya tinggal pintu Menara Pengasingan... dan klop... greeeeetttt pintu pun dibukakan.

"Jangan terlalu keras ya Den!" bisik salasatu petugas jaga sambil menitipkan sebundel kunci-kunci bernomor yang kubalas dengan anggukan kepala.

20 undakan anak tangga putar telah kulalui. Satu demi satu kamar kulihat dengan seksama. 9 kamar hanya berisi 'buaya-buaya' penampungan yang penuh dengan penyakit kulit. Tinggal 1 kamar besar yang ternyata hanya berisi satu orang. Ya satu orang yang kini berdiri di balik besi dan tatapannya membuat otakku seperti melayang pada kejadian 1400 lebih hari yang lalu. Hari di mana hentakan tangan dan kakinya ikut menghujami tubuhku. Sosok yang tak bisa aku lupakan. Sosok yang kini ikut pula terperosok ke jurang yang sama melalui jalan yang berbeda.

Pikiranku berkecamuk sementara jari-jari langsung mengepal keras. Tubuhku kini sudah jauh berotot dibandingkan beberapa tahun lalu. Sementara tubuh sosok dihadapanku ini malah lebih kurus dari sebelumnya. Apakah kubenturkan saja kepalanya kemudian injak-injak seluruh tubuhnya sampai ia minta ampun, ataukah....arrrggghhh kutepuk-tepuk dadaku serta keningku. 

Arrgghhhh aku bukan orang yang seperti itu!!!

***

Kulangkahkan kakiku sambil terus meredam hawa dendam. Kuambil posisi berjongkok di hadapan pintu kamarnya. Kuminta ia untuk berjongkok pula.

"Mengapa?"

Ia hanya bisa tertunduk pasrah.

"MENGAAAAPAAAAAA???" teriakanku membuatnya ketakutan.

"Arrgghh ya sudahlah... apa yang membuatmu sampai juga ke tempat ini? bukankah para penegak hukum itu adalah barisanmu?"

Ia terdiam dan kemudian menyerahkan butiran-butiran pelor plastik yang masih menebarkan aroma kotoran yang begitu menyengat sambil berkata.

"Hebat kamu bisa berposisi seperti sekarang di dalam sini! Tolong bawakan aku 2 lembar kertas dan penanya! Hidupku pasti akan habis di tempat ini karena sejarah hidupku. Kamu pasti mengerti akan hal itu!"

Tatapan memohonnya membuatku mengangguk dan serta merta ikut meredam hawa emosiku yang tadi sempat meledak terpanasi hawa dendam.

Segera kulangkahkan kaki untuk keluar dari menara dan menuju salasatu kamar mandi untuk mencuci pelor-pelor plastik dan menukarkan salasatu lembarannya dengan beberapa bungkus rokok ke warung malam di salasatu sudut lorong.

***

Esoknya kubawakan permintaan orang itu. Dan beberapa hari kemudian kuambil kembali dalam bentuk 2 lipatan surat. 1 surat ditujukan padaku dan 1 surat lagi untuk seseorang di luar sana.

Surat untukku ternyata berisi pengakuan dirinya adalah seorang pemakai dan juga kurir narkoba yang kemudian dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk dijadikan 'cepu' atau mata-mata. Ia bertutur dalam surat itu pula bahwa dirinya sudah habis dan tak pernah bisa pulang karena posisinya bisa membahayakan keselamatan keluarga beserta isteri dan anaknya. Serta permintaan maaf secara pribadi kepadaku untuk alasan yang tak bisa disebutkan.

Paragraf terakhir suratnya untukku berbunyi seperti ini...

"Kehidupan ini memiliki 2 lingkaran, satu berwarna putih dan satu berwarna hitam. Siapapun bisa masuk ke salahsatunya. Dirimu dan diriku telah masuk ke dalam lingkarang hitam, hanya bedanya dirimu masih bisa keluar dan melompat sementara diriku (dirinya) sudah masuk ke inti pusaran lingkaran hitam dan tiada lagi kesempatan untuk melompat keluar."

Kalimat yang seringkali membuatku merenung... "setiap insan pada dasarnya memiliki hati nurani yang murni. Hanya saja harum wangi kefanaan kehidupan duniwai ini seringkali melenakan setiap insan."

Meskipun ia seorang Cepu, aku kini menghargainya. Ia masih memiliki rasa cinta kepada orang disekelilingnya terutama keluarganya meskipun ia pun menyadari bahwa hidupnya sepi tanpa kawan dan bisa dikatakan sudah habis.

...

Semoga waktu bisa mempertemukan kita kembali. Dalam suasana yang sudah berbeda tentunya.

~oooOOOooo~

 

Catatan:

* Cepu adalah orang yang diberdayakan oleh penegak hukum khususnya sebagai informan atau mata-mata dalam pemberantasan narkoba, di mana para cepu itu sendiri adalah berasal dari para pelaku kejahatan narkoba yang kemudian direkrut secara diam-diam. Namun jika membahayakan penegak hukum, maka si cepu pun akan dibuang dan dikorbankan.

* Pelor Plastik adalah lembaran-lembaran uang yang di lipat sedemikian rupa sampai sekecil butiran kapsul, dan kemudian dibungkus sangat rapi dengan plastik tipis yang dipanasi sedemikian rupa agar tidak bocor, karena akan ditelan oleh para tahanan atau narapidana yang akan dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.

 

~fiksi malam~

Ilustrasi "Demon Eyes" dari deviantart.net

~Hsu~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun