Bekerja dan mengejar karir menuju hidup yang mapan... itulah yang ada dalam benak Rin selepas wisuda dan meraih gelar Sarjana Hukum. Usaha keras yang akhirnya menjadikannya sebagai seorang Jaksa Penuntut Umum. Sebuah profesi yang terhormat apalagi sebagai seorang wanita. Kemapanan hidup telah menjadi miliknya. Cantik dan berwibawa adalah dua kata pujian manakala mata-mata yang tertuju pandangan melihat tampilan Rin dalam seragam profesinya.
"Siapapun suaminya pastilah menjadi laki-laki paling beruntung" demikian kalimat yang banyak terlontar dari banyak mata yang memandang sosok Rin.
Tampak luar yang kedalaman suara hati tentunya hanya Rin yang tahu. Ya hanya Rin yang paling tahu.
Sore itu... antrian elevator membuat Rin memilih tangga darurat untuk naik ke kamar Apartemennya. Tak terlalu tinggi hanya tiga lantai undakan anak tangga yang harus di titi jejak kakinya yang berbalut sepatu hak tinggi warna coklat tua. Sambil melambaikan telapak tangan kemudian menunjuk dengan jari telunjuknya membuat seorang penjaga kafe menganggukkan kepala tanda mengerti akan pesanan secangkir kopi hitam kesukaannya. Tak banyak menimbulkan suara... Rin memutar anak kunci pintu apartemen dan dengan sekali gerakan ia menutup rapat pintu... melempar tas kerja ke atas kasur... masih sambil berdiri Rin melepas sepatunya satu demi satu... menaruhnya di sudut tembok di belakang pintu... melangkah ke cermin rias kemudian membuka ikatan rambutnya... tergerai ikal memanjang semakin menambah pesona Rin.
"Tok... tok... tok..." Suara ketukan pintu yang membuat Rin sedikit berlari kecil... membuka sedikit pintu dan menerima secangkir kopi pesanannya tadi.
Rin membuka laci meja rias dan mengambil bungkusan kecil warna putih yang ternyata adalah sebungkus rokok... berjalan ke arah jendela... membuka jendela sedikit... membuka bungkusan rokok tadi... mengeluarkan korek api gasnya dan pluusss... pluusss... dua hembusan asap mengalir dari mulut dan hidungnya... matanya memandang hilir mudik kendaraan dan orang-orang di bawah.
Bukannya semakin lega pikiran Rin malah semakin menjadi penat... percakapan di telepon semalam dengan Ibunda tercinta yang telah seringkali menanyakan mengenai kapan akan menikah membuat pikiran Rin jadi sedikit kacau.
Telah menapaki setengah baya kini usia Rin... kesibukannya telah lama membuatnya tak memikirkan mengenai pacar ataupun pernikahan semenjak hubungan cintanya pada usia sekolah di tentang habis-habisan oleh Almarhum Ayah dan juga Ibunya. Tak mungkin kini Rin berharap dan mencari mantan kekasihnya... entah di mana kabarnya pun ia tak tahu.
Semakin berat rasanya kepala Rin... beban pikiran yang akhirnya membuatnya terbaring sambil menatap kipas baling-baling warna putih yang ada tepat di atas langit-langit kasurnya. Semakin berputar dan semakin berputar hingga akhirnya tertidur... Tidur yang akhirnya terkejutkan dengan dering suara telepon genggam yang secara spontan menggerakkan kedua lengannya mengambil bantal kepala untuk menutupi kepala sekaligus telinganya.
"Arrgghhh pasti Ibu... pasti Ibu... Arrgghhh..." diraihnya telepon genggam di atas meja kecil di samping kasurnya... sambil mengintip layar dan akan memencet tombol merah untuk mematikan...
"Heehhh nomor siapa ini? loh bukan Ibu ternyata ahh atau Ibu punya nomor baru ya?" Rin menggumam sambil memegang hp nya dan mata melirik ke arah jam dinding... waktu menunjukkan pukul 11 malam.
Penasaran Rin memencet tombol hijau dan... say hello... dan biiiippp... telepon terputus.
"Aneh... diangkat kok malah mati!" Rin kembali bergumam dan ketika akan meletakkan kembali telepon ke atas meja... berbunyi kembali... say hello... dan biippp terputus kembali.
"Arrgghhhh..." Rin sedikit geram dan langsung menaruh hp di atas meja dan menutupi kembali wajahnya dengan bantal.
Driiinggg Driiinggg Driiinggg... HP berbunyi kembali namun bukan suara panggilan... dering pesan masuk.
Rin meraih kembali hp nya dan membuka pesan masuk...
"Tolong saya... saya Tomi... tolong sampaikan pesan ini untuk Ibu saya di rumah... ini alamatnya... bla... bla... bla... saya di dalam penjara ini baik-baik saja... namun membutuhkan obat untuk penyakit kulit" demikian isi pesan yang masuk.
Rin terdiam... berpikir... berpikir... semakin penasaran... Rin menelepon balik nomor yang mengirim pesan... namun ternyata tak di angkat. Rin mencoba beberapa kali namun tetap tak di angkat... "Aneh... pesan dari penjara... heehh bagaimana bisa? ahh pasti ini lelucon... aahhh". Rin menutupi kembali wajahnya... ia tak peduli walaupun belum mandi... rasa lelah membuatnya tertidur.
***
Akhir pekan... membuat Rin semakin jenuh... entah sudah berapa batang rokok sejak tadi ia habiskan... menatap pemandangan di bawah dari jendela kamar pun semakin membosankan. Rin menghembuskan asap rokok... namun kali ini pandangannya tertuju pada hp nya...
"Ahhh iya pesan semalam!" Rin bergumam.
Rin membuka pesan yang semalam masuk ke hp nya... membacanya kembali... sambil manggut-manggut... "Tak ada salahnya kucari alamat ini!".
Rin segera bersiap... celana jeas warna biru tua ketat dan atasan kaus polos putih... sepatu kets... topi putih untuk menguncir rambutnya seperti ekor kuda... dan kunci mobil digenggamnya.
***
Komplek perumahan yang sepi... tak banyak orang yang terlihat... "Ahhh ini dia... hhmm sepi sekali rumah ini" Rin menepikan mobilnya. Melangkah membuka gerbang kecil yang hanya di selot tanpa gembok... kemudian mengetuk pintu dari bahan triplek yang di cat warna coklat tua.
Selang beberapa detik menunggu... pintu terbuka... seorang wanita tua mengenakan kain poleng dan kaus warna abu-abu membuka pintu...
"Selamat Siang Bu... Benar ini rumah Tomi?" Rin bertanya sambil tersenyum.
"Adik ini siapa? iya benar... tapi Tomi tak ada dan sudah lama di penjara Dik!"
Rin terdiam sebentar... "Owh ternyata benar" Rin menggumam dalam hatinya.
Rin pun menyampaikan maksud kedatangannya... dari Ibu Tomi itu... Rin mendengarkan cerita mengapa Tomi bisa masuk penjara... Si Ibu sangat yakin bahwa puteranya Tomi tak mungkin membunuh Ayahnya sendiri... meskipun tak melihat langsung namun si Ibu mengungkapkan keyakinannya.
Rin mendengarkan semuanya dari cerita si Ibu... sebelum kejadian memang Tomi sempat ribut mulut dengan Ayahnya dan banyak tetangga yang menyaksikan ribut mulut itu... namun tak ada saksi yang menyaksikan sendiri kebenaran peristiwa itu.
Rin manggut-manggut mendengarkan sambil berpikir mengingat-ingat... "rasanya aku pernah mendengar kasus ini... ahhh sudah lama sekali... menarik juga untuk di telusuri!"... Rin tersenyum kepada si Ibu dan berpamitan... namun tak berani mengutarakan maksud Tomi yang meminta obat penyakit kulit... Rin mengurungkan untuk menyampaikan hal itu melihat kondisi si Ibu yang hidupnya kini bergantung dari pemberian tetangga.
***
Malam setelah mandi... Rin mencoba menghubungi nomor Tomi yang semalam berkirim pesan padanya... namun tiada reaksi... nadanya tak sibuk namun tak di angkat... Rin pun berinisiatif untuk mengirim pesan...
"Pesanmu sudah saya sampaikan pada Ibumu Tomi, tolong angkat telepon saya, saya mau bicara!" demikian isi pesan yang dikirim Rin.
Tak lama pesan masuk berbunyi... "Terima Kasih... dan terima kasih... saya tak bisa angkat telepon... terlalu banyak petugas jaga... hanya bisa berkirim pesan dan ini pun tanpa suara... nanti jika sepi saya beritahu dan bisa menelepon... sms an saja ya dan ini pun pulsanya terbatas!"
Rin pun mengikuti petunjuk Tomi... masih ragu apakah benar pesan dari seberang sana ini benar dari dalam Penjara... Sms berlanjut dan mulai banyak pertanyaan dari Rin... hingga waktu tengah malam... isi pesan dari Tomi bertuliskan... "Aman... kamu bisa telepon!"
Rin sedikit ragu... namun dilakukannya juga dan berbicaralah mereka di telepon... semakin panjang pembicaraan tak terasa waktu hampir pagi... pembicaraan pun usai.
Esoknya kembali berlanjut... selepas lelah bekerja... menghadapi berbagai kasus... menghilangkan kepenatan... Rin dan Tomi kembali larut dalam pembicaraan... terkadang sampai tertawa-tawa riang terdengar dari bibir mungil merah jambu milik Rin. Telah menghadirkan hiburan tersendiri bagi Rin... Rin mengerti ketiadaan pulsa milik Tomi dan Rin pun mengirimkannya untuk Tomi.
Hingga beberapa minggu... Rin memutuskan untuk bertemu... Semula Tomi menolak... namun akhirnya tak kuasa menolak... Tomi pun memberitahukan penjaranya di mana. Janji bertemu telah disepakati.
***
Di ruang kunjungan penjara... semua pandangan tertuju ke diri Rin manakala menyaksikan Rin mengenakan seragam seorang Jaksa... Jaksa yang sangat cantik... datang ke dalam penjara... dan ke ruang kunjungan... banyak mata mencari-cari... siapa yang dikunjungi jaksa cantik ini.
Rin dibimbing seorang narapidana yang melayani ruang kunjungan... di arahkan ke meja di mana Tomi yang di maksud Rin telah menunggu.
Seorang pria berkulit putih namun agak dekil dan pada bagian kulit lengan terlihat ada banyak luka seperti koreng penyakit kulit.
"Hai Tomi!" Demikian Rin menyapa sambil menjulurkan tangan.
Tomi tak segera membalas salam itu... Tomi berdiri mematung seakan tak percaya dengan apa yang kini hadir dalam pandangan matanya...
"Kamu Rin???... Kamu Jaksa Penuntut???" Tomi bertanya memastikan.
"Ya inilah aku Tom" Rin menjawab pasti sambil tersenyum.
"Sampai kapan aku harus berdiri dan menjulurkan tangan begini sementara kamu seperti patung begitu? Apa tak boleh ya seorang Jaksa menjenguk seorang Narapidana?"
"Ohhh iya... iya maaf Ibu... eh Ibu atau Rin?"
"Panggil seperti biasa... panggil Rin saja ok."
Mereka berbicara banyak selama 2 jam waktu yang tersedia... Rin banyak bertanya... terutama tentang penyakit kulit yang diderita Tomi... Tomi lebih banyak menunduk merasa minder sekali.
Pertemuan pertama... Rin semakin tersentuh mendengar dan berbicara dengan Tomi.
***
Dalam perjalanan pulang... sambil memegang kemudi Rin berpikir dari semua yang Tomi ceritakan... termasuk juga cerita Ibunya... "Ada yang tak beres dengan kasus Tomi ini!" Demikian yang ada dalam pikiran Rin.
***
Dalam sela-sela waktu bekerjanya Rin pun mulai menyempatkan memeriksa berkas-berkas perkara Tomi... Sementara malam hari mereka masih terus berhubungan via telepon... dan pulsa memang tetap dikirimkan oleh Rin...
"Heehhh kok aku jadi kepikiran Tomi terus ya???... tapi memang aku merasa dia baik dan sangat menghiburku... ahhh entahlah." Ada senyum kecil dari bibir mungil Rin ketika teringat setiap canda tawa saat mengobrol via hp di malam hari.
***
"Ohh barang bukti berupa pisau belati... hehhh tapi kok tak ada pembuktian sidik jari ya???" sebuah tanya terbersit manakala membaca lembar bagian barang bukti pada berkas Tomi...
"hhmm bagaimana ya? Ahhh minta bantuan rekanku di kepolisian ya... hhmmm baiklah hari ini agak luang jadi bisa ke tempat penyimpanan barang sitaan negara."
***
Hampir sebulan lamanya Rin menunggu hasil pemeriksaan sidik jari terhadap barang bukti berupa pisau belati dalam kasus Tomi... menunggu dan menunggu... menunggu dan semakin larut... semakin dekat... dan semakin nyaman pembicaraan dan pertemuan dengan Tomi... Obat yang dibawakan Rin untuk mengobati penyakit kulit yang diderita Tomi sudah mulai menunjukkan hasil. Kulit Tomi sudah terlihat membaik... wajahnya sudah tak terlihat kusut dan dekil. Barang-barang bawaan Rin saat menjenguk Tomi banyak memberikan asupan gizi bagi fisik Tomi.
Hal yang membuat Senyuman di bibir mungil Rin menjadi semakin manis... semakin berani menatap wajah Tomi yang ternyata... ow... ow... membuat jantungnya mulai berdegup.
***
Dua bulan kemudian...
"Tomi... bersiaplah!" Rin berkata singkat ketika akan meninggalkan Tomi karena waktu kunjungan hampir habis.
"Bersiap untuk apa Rin?"
"Hahaha bagus... sekarang sudah tidak grogi memanggilku dengan nama ya hahaha bagus!"
"Ehh salah ya?" Tomi bertanya sedikit gugup.
"Hhhmm hahaha tidak kok tak apa dan malah bagus jadi tak ada jarak antara kita... dan oh iya... bersiaplah menyambut kebebasanmu! Penyidikan sudah hampir final... kasusmu telah diteliti kembali... dan tak ada satupun sidik jarimu pada barang bukti... karena yang ada di situ adalah sidik jari pamanmu lengkap dari jempol hingga kelingking!" Rin kembali tersenyum.
Tomi terdiam sejenak... namun perlahan ada sebuah senyuman dan ke dua telapak tangan Tomi menengadah ke langit dan kemudian mengusap wajahnya.
"Hhhmm Kamu bisa bawa Mobil Tom?" Rin bertanya sambil mengedipkan mata
"Bisa... bisa eehh tapi kan sudah lama tak memegang kemudi sejak di penjara ini!"
"Hahaha pasti tetap bisa... nanti aku siapkan tambangnya untuk menarik pintu besi kamar selmu hingga hancur hahaha" Rin tertawa riang.
"Aku bercanda Tom hehehe... hhmmm pasti menyenangkan jika punya sopir pribadi yang jujur seperti kamu Tom hehehe bersiaplah... setidaknya walaupun nanti belum bekerja... kamu bisa membawaku jalan-jalan dan kamu yang menyetir... mungkin ke pantai atau... hehehe"
"Mengapa begitu Rin? Aku merasa tak pantas!"
"Hooppsss... lengan Rin menutup bibir Tomi... Waktu berkunjung habis... Tunggulah beberapa hari lagi kamu akan Bebas... Bebas Demi Hukum... dan demi jadi sopirku hahaha dan kalau mau tahu mengapa sini aku bisikkan di telingamu!!!... mengapa??? itu karena aku suka kejujuranmu! Itu modal yang paling utama untuk berjalan bersama hehehe Daaahhhh aku pamit dulu."
***
Tunggulah Tomi... Kau akan terbang tinggi... terbang tinggi di bawah kubah langit biru kebebasan yang selama ini menjadi mimpi terindahmu!!!
~oooOOOooo~
~Just My Imagination~
Ilustrasi "i love you...we will break this jail" dari amazedio.com
Video "Better Man - Robbie Williams[vietsub + kara]"
~Hsu~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H