Sepuluh tahun pula daerah yang kami diami menjadi makin padat. Makin banyak perumahan berdiri. Dan makin kupandangi bahwa perumahan baru posisinya jadi lebih tinggi dari perumahan tempatku tinggal. Kreditan rumahku sendiri masih menyisakan angsuran sekitar 60 bulan lagi. Daerah yang sudah menjadi padat.
Hingga akhirnya kejadian yang sungguh tak pernah terpikirkan, tak pernah terduga, dan membuatku sangat stress ketika terjadi. Banjir besar melanda. Tak terduga hingga mengungsi pun hanya sempat membawa diri. Kejadian yang akhirnya membuatku tersadar dan bersyukur bahwa aku, isteri dan juga anak-anak masih selamat. Biarlah kuikhlaskan seluruh perabotan terendam air yang tingginya mencapai atap rumah. Hal yang kami pandangi dari ketinggian tempat kami mengungsi. Kuikhlaskan walaupun shock berat menggelayuti pikiranku. Ada rasa takut namun tak mungkin kusesali. Memang benar perkataan beberapa temanku sepuluh tahun yang lalu mengenai lokasi perumahan yang kami tempati.
Sudahlah... toh sudah terjadi. Ikhlas dan menerima. Memunguti perabotan yang masih bisa di pakai ketika banjir telah surut. Merapikan segala sesuatu di dalam rumah yang sempat terendam air. Memisahkan barang-barang yang sudah rusak seperti barang elektronik dan juga mesin cuci. Beruntung aku belum membeli kendaraan. Beberapa tetangga yang tak sempat menyelamatkan kendaraannya merasa sangat terpukul.
Ibarat berjuang kembali dari titik nol. Januari yang meluluhlantakkan apa yang telah kuperjuangkan selama sepuluh tahun.
SEMANGAT!!! demikian kulecut diriku walaupun depresi melanda.
Jebolnya tanggul, aliran air yang tertutup sampah dan juga beberapa komplek perumahan baru yang lebih tinggi membuat perumahan yang kami tinggali menjadi sangat rendah dan menjadi seperti ember tampungan air.
***
Pengalaman pahit telah mengajarkanku. Perabotan yang kemudian kubeli setelah banjir besar pun beralih ke bahan yang ringan dan tak terlalu besar. Merapikan semua dokumen ke dalam tempat yang mudah aku angkat sewaktu-waktu. Banjir yang telah menjadi rutinitas tahunan selama lima tahun setelah banjir besar pertama.
Ketika melihat iklan-iklan di televisi, mata dan otakku spontan tertuju begitu mendengar dan menyaksikan bahwa barang tersebut "anti dan tahan air". Ya... anti air adalah barang yang selalu menarik perhatianku.
Dari tahun ke tahun... setelah Desember dan memasuki Januari... Waspada adalah yang tertanam dalam otakku walaupun telah menjadi terbiasa. Dan bahkan terkadang jadi santai saja menghadapinya.
"Pak... bangun pak... air sudah mulai masuk" demikian isteriku membangunkan malam hari ketika banjir mulai melanda.