Mohon tunggu...
Hsu
Hsu Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang manusia biasa

Somewhere Only We Know

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rahula

17 Februari 2014   09:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Then The Lord God formed the man from the dust of the earth and blew the breath of life into his nostrils. The man became a living being.

Dan... demikian denganku... dihembuskannya nafas kehidupanNya melalui hidungku... dan aku menjadi manusia yang hidup...

Dan demikianlah aku masuk melalui sebuah pintu... untuk kemudian hidup di dalamnya... dan pintu itu terkunci...

Kini... aku berada dalam sebuah ruangan dengan satu pintu utama yang terkunci... entah di mana kuncinya... namun seperti halnya sebuah ruangan... ada pintu utama maka tentunya ada pintu lainnya seperti jendela... aku masuk melalui pintu utama... mungkinkah aku melewati pintu lainnya manakala waktunya tiba bagiku untuk keluar ruangan?

Bagaimana jika aku melewati jendela dan ada yang melihat hal itu?

Bagaimana membuka kembali pintu utama yang kini terbelenggu agar aku bisa meneriakkan Pekik Kemenanganku untuk kemudian bersujud di hadapanNya?

***

Mungkin aku terlahir memang untuk bekerja dan bekerja... demikian yang pernah terlintas dalam pikiranku selama dalam masa kegelapan di lembah hitam penuh dengan lumpur dosa.

Pada usia di mana dalam pikiranku senantiasa ada keinginan yang begitu terpendam manakala melihat anak-anak seusiaku bermain dengan riangnya sambil berlarian di antara garis persegi di tengah-tengah hamparan hijau menguningnya senyuman bunga-bunga padi.

Mimpi indah merah mudanya usia remaja yang harus pula kukubur begitu dalam di dasar telaga hati.

Menapaki makam-makam canda tawa dan kegembiraan yang membuatku perlahan namun pasti menaiki undakan anak tangga yang berkilauan dan menuju ke panggung yang penuh dengan ornamen materi.

Yah... masuk usia dewasa dengan segala kemapanan... pendidikan, pengetahuan, pekerjaan. Telah kumiliki apa yang menjadi impian setiap pemuda dan mungkin impian setiap orang. Rumah lengkap dengan isinya serta kendaraan.

***

Musim semi tak menjadikanku bersemi... sebagai seorang yang berprofesi di bidang keuangan, telah menjadi rutinitas yang jika dipikirkan sebenarnya sangat menyebalkan... berpacu dengan waktu yang semakin dekat untuk melaporkan perhitungan pajak tahunan. Pulang dari kantor melebihi batas jam kerja telah menjadi rutinitas yang mau tak mau harus aku lakoni.

Malam tujuh hari menjelang hari pelaporan... tak seperti biasanya rasanya aku ingin cepat sampai di rumah dan memanjakan tubuhku dalam balutan selimut tebal dan hembusan penyejuk udara. Sambil berteriak kecil... kutinggalkan tumpukan kertas simulasi perhitungan yang masih selisih dan hampir membuat kepalaku pecah. Ku raih kunci mobil dari dalam laci meja dan sengaja kutinggalkan tas kerjaku karena tak mau ribet bolak balik membawa tas besar berisi dokumen-dokumen yang penuh dengan deretan angka-angka yang kenyataannya tak pernah kupegang atau kurasakan uangnya. Cukup aman dengan mengunci ruang kerja saja dan meninggalkan dokumen di dalam ruangan.

***

Deru mesin yang nyaris tanpa suara menjadikan alunan musik dalam mobil menjadi bening... lumayan mengendorkan pikiran dan menjadikan sedikit larut dalam hayalan... hayalan akan bidadari bersuara merdu bergaun ungu yang kerap hadir bak cerita berseri dalam tidurku.

Hanya tinggal melewati satu lampu merah lagi... mobil kulajukan semakin perlahan menjelang lampu merah...

"Tok tok tok" suara ketukan pada jendela kaca.

Tanpa curiga kubuka jendela karena kusaksikan dari gerak bibirnya adalah ucapan minta tolong.

Oppss sebuah belati di arahkan ke leherku...

"Diam dan serahkan isi dompetmu!!!" demikian suara ancaman dari bibirnya

Kuterdiam sejenak melirik ke arah ujung belati yang menempel erat pada kulit leherku... lampu merah masih lumayan lama dan hanya mobilku yang terhenti di sini... jika kupaksa melaju tiba-tiba memang bisa saja, namun pasti akan keras hantamannya dengan kendaraan yang sedang melaju cepat dan horisontal.

Karena aku diam tanpa reaksi... pria berjaket jeans biru dengan logat khas Indonesia Timur... memaksa masuk setelah membuka pintu yang telah ia tarik tombol bagian dalam pintunya... ia masuk paksa sambil menginjak pahaku... kesempatan pikirku dan spontan kudorong sekuat tenagaku hingga ia agak terjerembab di kursi samping kemudi pada posisiku duduk... namun dengan sigap pula ia segera berusaha mengatur posisinya... pergumulan terjadi antara aku dan dia di dalam mobil... lengan kiriku sekuat tenaga menahan lengan kanannya yang memegag pisau dan berusaha melakukan gerakan menusuk... sementara lengan kananku memukul-mukul sekenanya saja.

Rasa takut bercampur amarah merasuki pikiran dan tubuhku... sekuat tenaga lengan kiriku yang menahan gerakan menusuk kuarahkan dengan membenturkan lengan kanannya yang memegang belati ke bagian dashboard sekuat-kuatnya... belati terlepas dan jatuh ke kolong bagian kemudi dekat dengan pedal kopling... spontanitas pula yang membuat mata dan lenganku melakukan gerakan menunduk berusaha mengambil belati yang terjatuh... entah berapa pukulan masuk ke kepalaku ketika ku berusaha mengambil belati... dan begitu terambil... sekuat tenaga dengan penuh amarah dan juga entah hawa apa yang merasuki tubuhku... kuhujamkan belati itu sekuat tenaga ke arah lehernya.

Sembuaran darah yang mengenai muka dan bajuku membuatku berteriak... aku ketakutan... tanpa berpikir lagi kubuka pintu samping dan dengan sekuat tenaga kudorong tubuh pria itu dengan kedua kakiku sambil tubuhku bersandar pada pintu kanan mobil yang tertutup. Tubuh pria itu terjatuh ke jalanan dalam keadaan leher tertusuk dan bersimbah darah. Dengan nafas terengah dan menggigil ketakutan... berusaha menenangkan diri sambil memacu mobil sekencangnya.

***

Setelah mobil masuk ke halaman... kututup gerbang sambil mataku menatap ke kanan ke kiri... takut sekali jika ada yang melihatku dalam keadaan wajah terkena percikan darah dan baju putihku berlumuran noda darah. Kututup pintu garasi... aman sudah mobil yang bagian jok kursi sama seperti keadaan wajah dan bajuku.

Hawa menggigil dan rasa takut yang luar biasa menghinggapi tubuhku... rasa yang seumur hidup tak pernah kurasakan sama sekali. Di hadapan cermin dalam kamar mandi aku menangis sambil menutupi wajahku... menangis sambil meradang.

Beberapa menit kemudian kucoba menenagkan diri... membasuh wajah dari noda darah... sambil memejamkan mata kuatur nafasku perlahan... agak tenang.

Setelah tenang... segera ku mandi... setelah itu merapikan baju-baju yang bernoda darah... harus aku buang segera... kududuk di sofa ruang tengah sambil memandang siaran televisi yang tak bisa kupahami karena pikiranku tetap diliputi rasa takut dan sedikit menggigil.

Sambil sedikit memejamkan mata... kurebahkan tubuhku di atas sofa... sementara jari lengan kananku sedikit menjenggut rambut... sempat terpikir kembali bahwa aku besok harus juga membereskan noda darah yang ada pada kursi mobil... ahhh pokoknya semuanya harus bersih... namun...

"Arrgghhhh apakah ada yang melihat kejadian tadi atau tidak ya Arrgghhh" sedikit kubentur-benturkan kepala bagian belakangku pada handle sofa.

"Ya Tuhan... mengapa bisa terjadi seperti ini?"

bersambung...

~oooOOOooo~

~A Story by Me~

Ilustrasi "Supermassive Black Hole" dari wikia.com; telah diedit sendiri

~Hsu/A.H~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun