Mohon tunggu...
Study Rizal L. Kontu
Study Rizal L. Kontu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bidang yang saya geluti terkait dengan filsafat, dakwah, dan civic educatiion.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harun Nasution dan Nurcholish Madjid: Bapak Mazhab Ciputat dan Warisan Pemikiran Progresif

5 Oktober 2024   22:46 Diperbarui: 8 Oktober 2024   16:44 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Islam di Indonesia telah melalui berbagai fase perkembangan, dari pengaruh sufisme yang mendalam pada masa awal penyebaran hingga munculnya gerakan pembaruan pemikiran di abad ke-20. Dalam konteks ini, Mazhab Ciputat muncul sebagai pusat pembaruan yang signifikan dalam kajian Islam di Indonesia, terutama melalui kontribusi intelektual dari Harun Nasution dan Nurcholish Madjid. Dua tokoh ini membawa warna baru dalam cara pandang terhadap Islam, khususnya dengan mengedepankan pendekatan rasional, modern, dan terbuka terhadap perubahan sosial dan politik.

Harun Nasution dan Nurcholish Madjid sering dianggap sebagai "Bapak Mazhab Ciputat" karena keduanya memainkan peran penting dalam merumuskan dasar pemikiran Islam yang lebih progresif dan inklusif. Pemikiran mereka tak hanya memengaruhi kalangan akademisi di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN, kini UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tetapi juga menyebar luas ke berbagai elemen masyarakat, termasuk kalangan mahasiswa, aktivis, dan pembuat kebijakan.

"Islam Progresif", sebuah istilah yang sering dikaitkan dengan Mazhab Ciputat, merujuk pada upaya untuk memadukan nilai-nilai Islam dengan prinsip-prinsip modernitas, seperti rasionalisme, pluralisme, dan demokrasi. Bagi Harun Nasution dan Nurcholish Madjid, Islam tidak hanya sebuah sistem kepercayaan yang harus dipatuhi secara dogmatis, tetapi juga sebuah etika yang dapat memandu umatnya dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk dalam ranah politik, sosial, dan budaya.

Pendekatan progresif ini menempatkan Islam sebagai agama yang dinamis dan adaptif, yang tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern atau perkembangan demokrasi. Sebaliknya, mereka menekankan bahwa Islam memiliki kemampuan untuk berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih inklusif dan toleran, dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial dan kemanusiaan.

Pemikiran Harun Nasution yang menekankan rasionalisme dalam teologi Islam, dan Nurcholish Madjid yang memperkenalkan gagasan pluralisme serta pemisahan agama dari politik praktis, memberikan fondasi bagi pengembangan Islam Progresif. Kedua pemikir ini menolak pandangan bahwa Islam harus dipahami secara rigid dan tekstualis, melainkan menekankan pentingnya pendekatan kontekstual yang mempertimbangkan dinamika sosial dan historis.

Dalam konteks Mazhab Ciputat, "Islam Progresif" tidak hanya menyoroti pentingnya pembaruan dalam teologi, tetapi juga memberikan ruang bagi umat Islam untuk berpartisipasi aktif dalam membangun peradaban modern. Pemikiran ini berupaya menciptakan keseimbangan antara keyakinan agama dan tuntutan modernitas, tanpa mengorbankan esensi moralitas Islam.

Harun Nasution: Pembaharu Rasional dalam Teologi Islam

Harun Nasution adalah tokoh yang memperkenalkan rasionalisme dalam kajian teologi Islam di Indonesia. Melalui karyanya, ia memperkenalkan pemikiran Mu'tazilah, sebuah aliran dalam Islam yang menekankan penggunaan akal dalam memahami wahyu. Pemikiran Harun ini menjadi semacam antitesis terhadap pandangan konservatif yang menekankan otoritas tunggal teks suci tanpa mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial.

Harun melihat pentingnya menggunakan pendekatan rasional dalam memahami ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan zaman. Ia menekankan bahwa Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern dan bahwa umat Islam harus berani mengadopsi pendekatan kritis dalam menafsirkan ajaran-ajaran agama. Melalui bukunya Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Harun Nasution mempopulerkan ide-ide pembaruan yang akhirnya menjadi salah satu landasan utama Mazhab Ciputat.

Di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Jakarta), Harun Nasution memainkan peran penting dalam membangun fondasi intelektual dan akademik yang berbasis pada rasionalisme. Kurikulum yang dirancangnya mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis dan terbuka terhadap perubahan, mengajarkan mereka untuk tidak sekadar menerima doktrin, tetapi juga untuk menguji kebenaran melalui pendekatan ilmiah. Pengaruh pemikiran Harun ini terasa kuat di kalangan akademisi dan intelektual Muslim di Indonesia.

Nurcholish Madjid: Islam Yes, Partai Islam No

Sementara Harun Nasution membentuk landasan rasionalisme dalam pemikiran Islam, Nurcholish Madjid, atau Cak Nur, menambahkan dimensi sosial dan politik yang lebih luas. Cak Nur dikenal sebagai pemikir Muslim yang menolak formalisasi agama dalam politik melalui slogannya yang terkenal, "Islam Yes, Partai Islam No." Ia meyakini bahwa Islam sebagai ajaran agama harus diintegrasikan ke dalam etika kehidupan pribadi dan sosial, bukan dimanifestasikan dalam bentuk partai politik atau simbol-simbol formal lainnya.

Cak Nur memperkenalkan gagasan pluralisme dan sekularisasi dalam arti bahwa agama tidak harus selalu dihubungkan dengan struktur politik formal, tetapi lebih kepada nilai-nilai moral yang menjadi fondasi masyarakat yang adil dan damai. Pemikiran ini, meskipun kontroversial pada masanya, menjadi landasan penting bagi diskusi tentang hubungan agama dan negara di Indonesia.

Pidato Cak Nur pada pertemuan sillaturrahmi para aktivis organisasi Islam (Persami, HMI, GPI dan PII) 3 Januari 1970 yang berjudul "Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat" merupakan titik balik bagi pemikiran Islam progresif di Indonesia. Dalam pidato tersebut, ia menekankan pentingnya pembaruan pemikiran Islam yang sejalan dengan modernitas dan kontekstualisasi Islam dalam realitas sosial-politik Indonesia. Gagasan ini mencerminkan arah baru dalam memahami Islam, yang membuka ruang bagi toleransi, keterbukaan, dan dialog lintas agama.

Warisan Pemikiran Progresif: Mazhab Ciputat dan Pengaruhnya

Mazhab Ciputat, yang berkembang dari pemikiran dua tokoh ini, menjadi pusat bagi intelektual Muslim yang mendorong pendekatan progresif terhadap Islam. Mazhab ini tidak hanya berfokus pada upaya rekonstruksi pemikiran teologi, tetapi juga pada perubahan sosial yang lebih luas, termasuk isu-isu tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralisme.

Pemikiran Harun Nasution dan Nurcholish Madjid memperkaya khazanah pemikiran Islam di Indonesia dengan membuka ruang bagi dialog yang lebih rasional dan inklusif. Mazhab Ciputat mendorong umat Islam untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi spiritualitas dan moralitas Islam. Warisan mereka telah mengilhami berbagai kalangan, mulai dari akademisi, aktivis sosial, hingga politisi, untuk terus mengeksplorasi cara-cara baru dalam mengintegrasikan Islam dengan nilai-nilai modern.

Generasi penerus Mazhab Ciputat, baik di lingkungan akademik maupun di luar, terus mengembangkan pemikiran ini. Mereka tetap konsisten memperjuangkan Islam yang ramah terhadap perubahan zaman, yang mendorong kebebasan berpikir dan menghargai keberagaman. Pemikiran progresif ini juga memberikan kontribusi besar dalam memperkuat demokrasi di Indonesia, dengan menekankan pentingnya toleransi, kesetaraan, dan keadilan sosial.

Catatan Penutup

Harun Nasution dan Nurcholish Madjid adalah dua tokoh kunci dalam sejarah pembaruan pemikiran Islam di Indonesia. Dengan rasionalisme dan inklusivisme mereka, keduanya telah menciptakan dasar intelektual bagi Mazhab Ciputat, yang sampai hari ini terus mempengaruhi pemikiran dan praktek keagamaan di Indonesia. Pemikiran progresif mereka tidak hanya relevan dalam konteks akademik, tetapi juga dalam pembentukan masyarakat yang lebih adil, toleran, dan demokratis.

Warisan intelektual ini memberikan kontribusi besar bagi generasi Muslim Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman modern. Harun Nasution dan Nurcholish Madjid, sebagai Bapak Mazhab Ciputat, telah menunjukkan bahwa Islam dapat terus relevan dan dinamis jika dipahami secara kritis dan inklusif, menjadikan mereka sebagai ikon pembaruan Islam yang akan terus dikenang dan dipelajari oleh generasi mendatang.

(Study Rizal LK adalah Dosen Tetap FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun