Namun, seiring perkembangan bahasa Jawa, kata "we" mulai tidak digunakan lagi dalam konteks air biasa. Kata baru, "banyu" mulai muncul dan lebih populer digunakan untuk menyebut air dalam bahasa Jawa modern. Meski demikian, kata "we" tidak sepenuhnya menghilang. Kata "we" ternyata masih digunakan dengan kombinasi kata "adhang" yang berarti 'memasak'. Kombinasi dua kata tersebut membentuk kata baru yaitu "wedang" yang memiliki arti "air yang dimasak / direbus" atau "minuman panas".
Awalnya, wedang digunakan untuk merujuk pada air yang telah dipanaskan atau direbus, biasanya untuk membuat minuman yang hangat. Dalam perkembangan selanjutnya, kata "wedang" mengalami perubahan makna. Jika dahulu wedang merujuk pada air panas secara umum, kini kata ini lebih sering digunakan untuk menyebut minuman tertentu yang menggunakan bahan-bahan seperti teh, jahe, atau kopi, yang disedu dengan air panas. Wedang dalam budaya Jawa dan Indonesia memiliki asosiasi dengan minuman yang hangat dan menenangkan, seringkali dikonsumsi untuk menghangatkan tubuh dalam cuaca dingin.
Asal-usul kata wedang tersebut juga dapat ditelusuri dalam bahasa Madura. Orang Madura sekalipun ternyata mengadopsi kata "wedang" menjadi "biddheng" dalam bahasa mereka. Mereka menggunakan kata tersebut untuk menyebut air yang dimasak atau direbus.
Wah, dari sini kita mengetahui betapa panjangnya sejarah terbentuknya kata "wedang". Jadi, wedang seperti apa yang Anda suka? ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H