Ada sebuah hal yang menggelitik. Hal ini sedikit banyak berhubungan dengan seremonial yang saya terangkan diatas.
Teringat dengan dua buah kejadian yang berurutan dalam rentang waktu yang tidak begitu lama. Beserta dengan satu event penting. Dua peristiwa dan satu event penting ini memiliki embel-embel "Nasional is Me" dalam bahasa kerennya. Sebut simpel saja "Nasionalisme".
Satu event penting itu adalah piala AFF 2010. Sebuah event olahraga yang ternyata mampu menyatukan diri rakyat Indonesia. Saling dukung dan saling tepuk tangan membahana untuk skuad lapangan tempur. Segala hal memerah putih.
"Belah dadaku! Ada merah putih di dalamnya!", begitulah semangat ini membahana.
Yang pasti ada kebanggan menelusup ketika mendukung skuad merah putih. Ketika berteriak kegirangan dan dada berdegub kencang melihat bola yang mengulir diantara kaki-kaki pemain, doa-doa terucap mengharapkan kemenangan.
Menurut saya, ini adalah saat yang membuat diri merasa menjadi bagian dari Indonesia yang besar ini. Terlihat dari antusiasme warga ketika merayakan kemenangan dan kekecewaan yang mendalam ketika kekalahan pahit itu tercecap.
Namun.
Sekali lagi namun... Apakah nasionalisme ini nasionalisme cap abal-abal?
Saya menyangsikannya ketika mengulas dua peristiwa yang berurutan.
Pertama, tentang wacana pemblokiran Blackberry serta yang kedua tentang isu bahwa pihak MPA akan memboikot film Hollywood ke Indonesia.
Apa pasal? Ternyata untuk kedua hal yang bersifat kedaulatan negara itu, banyak ditentang oleh rakyatnya sendiri. Ramai-ramai menghujat serta menyalahkan. Bola panas menggelinding kemana-mana.