Bulu kuduk Nia meremang. Pikiran-pikiran aneh mulai muncul di benaknya. Apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu? Apakah kematian ibunya benar-benar alami, atau ada sesuatu yang lain?
***
Sejak membaca catatan itu, Nia mulai merasa ada sesuatu yang aneh di rumahnya. Bayangan hitam kadang terlihat sekilas di sudut matanya. Suara-suara berbisik yang tak jelas sering terdengar di malam hari, membuat bulu kuduknya meremang.
Nia berusaha untuk tidak memikirkannya, tapi ketakutan mulai merasuk ke dalam pikirannya. Hingga suatu malam, saat ia tengah terlelap, sebuah suara membangunkannya.
"Nia..." suara itu terdengar lembut namun dingin, seperti berbisik di telinga. Nia terbangun, keringat dingin mengucur di dahinya. Dia memandang sekeliling, tetapi tak ada siapa-siapa. Rumah itu sunyi senyap.
Namun, ketika dia menoleh ke arah jendela, dia melihat sosok bayangan gelap berdiri di sana, menatapnya dengan tatapan yang menusuk. Mata Nia terbelalak. Dia berusaha berteriak, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Bayangan itu perlahan mendekat, semakin dekat, dan semakin dekat.
Tiba-tiba, Nia teringat kata-kata ibunya di surat itu: *"Aku selalu berada di sisimu, meski tidak lagi terlihat."*
Dengan hati yang dipenuhi ketakutan dan kerinduan yang mendalam, Nia akhirnya berani untuk menatap sosok itu lebih dekat. Ketika bayangan itu nyaris menyentuhnya, tiba-tiba wajah Bu Sri muncul di benaknya, penuh dengan kehangatan dan cinta.
"Ibu...?" Nia bergumam pelan.
Bayangan itu berhenti, seolah merespons panggilan Nia. Perlahan-lahan, sosok gelap itu mulai memudar, meninggalkan jejak kehangatan di udara.
Saat cahaya pagi mulai menyelinap melalui tirai, Nia merasa beban di hatinya perlahan terangkat. Meskipun kehilangan itu masih menyakitkan, dia tahu bahwa ibunya tidak pernah benar-benar pergi. Cinta seorang ibu begitu kuat, hingga bisa melampaui kematian.