Mohon tunggu...
Media Online
Media Online Mohon Tunggu... Editor - Social Media

Travel Story

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosok yang Tak Terlupakan

24 Agustus 2024   04:13 Diperbarui: 24 Agustus 2024   04:21 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini ditemukan di antara barang-barang almarhumah. Saya diminta untuk menyerahkannya kepada Anda," jelasnya.

Dengan tangan gemetar, Nia membuka kotak tersebut. Di dalamnya, terdapat beberapa foto lama, sepucuk surat, dan sebuah buku harian. Jantung Nia berdetak lebih kencang saat dia mengeluarkan surat itu dan mulai membacanya.

*"Untuk Nia, putriku tercinta,"* tulis Bu Sri dengan tangan yang tampak sedikit bergetar.

*"Ibu menulis surat ini untuk berjaga-jaga, kalau-kalau Ibu tak sempat mengatakannya secara langsung. Ibu tahu, akhir-akhir ini kita sering tidak sejalan. Ibu tahu kamu merasa Ibu terlalu mengatur hidupmu. Tapi, Nia, semua yang Ibu lakukan adalah karena Ibu mencintaimu."*

Mata Nia mulai berkaca-kaca. Setiap kata terasa seperti belati yang menyayat hatinya.

*"Ibu mungkin tidak sempurna, dan Ibu sadar kadang terlalu keras terhadapmu. Tapi Ibu takut. Takut kamu akan terluka, takut kamu akan memilih jalan yang salah. Maafkan Ibu, Nia. Ibu hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik. Jika suatu saat Ibu tak lagi di sini, ingatlah satu hal: Ibu selalu mencintaimu, dan akan selalu berada di sisimu, meski tidak lagi terlihat."*

Air mata mengalir deras di pipi Nia. Ia terisak, mencoba menahan rasa sakit yang menghantam dadanya.

"Aku menyesal, Bu... Aku menyesal..." bisiknya di tengah isakan, seolah berharap ibunya bisa mendengar.

Malam itu, untuk pertama kalinya sejak kematian Bu Sri, Nia membuka buku harian ibunya. Di dalamnya, terdapat catatan-catatan sederhana tentang kehidupan sehari-hari, termasuk momen-momen kecil yang ternyata berarti besar bagi ibunya. Hal-hal yang dulu Nia anggap sepele, seperti senyum pertamanya, saat ia belajar berjalan, hingga momen-momen ketika Nia tumbuh menjadi remaja yang keras kepala.

Namun, di halaman terakhir, ada sesuatu yang membuat Nia terdiam. Tulisan tangan Bu Sri yang biasanya rapi terlihat kacau, seolah-olah dia menulis dengan tergesa-gesa.

*"Aku merasa ada yang mengikutiku. Sesuatu yang dingin dan gelap. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi rasa ini semakin kuat. Nia, jika sesuatu terjadi padaku, tolong jaga dirimu baik-baik. Aku mencintaimu."*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun