Mohon tunggu...
Adolf Nugroho
Adolf Nugroho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dilahirkan di Kota Gudeg Jogjakarta. Seorang pendidik, trainer, penulis di majalah SDM dan psikologi. 2,6 tahun mengabdikan diri di bidang pendidikan di Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengembalikan Yogyakarta sebagai Basis Budaya

3 April 2019   13:00 Diperbarui: 4 April 2019   09:37 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kasih contoh di kampung saya Kricak Kidul kelurahan Tegalrejo yang masih sangat terbuka siapapun yang tinggal/ngontrak di wilayah tersebut tetap diterima untuk bisa hidup bersama sama. 

Bahkan ketua RW 07 adalah seorang pendeta. Namun memang pernah terjadi isu penolakan (surat kaleng). Tapi itu sudah lama dan kemudian wacana tersebut hilang begitu saja, karena tidak ditanggapi oleh warga.

Jogja memang menjadi kota budaya, terutama ciri khas yang belum hilang adalah jogja sebagai kota pelajar sehingga siapapun bisa datang dan mengayuh kehidupan di kota ini. Wilayah yang dulunya sebuah kerajaan Mataram Hindu, kemudian berlanjut Mataram Islam dalam berkembangannya menjelma menjadi kota yang berpenduduk beragam. 

Kota yang terbuka bagi siapapun, mengakomodasi berbagai kepentingan, ideologi dan keyakinan berbeda. Maka tak bisa dipungkiri mungkin muncul ketidaksiapan psikologis dalam menerima "yang lain". 

Hidup berdampingan dengan "yang lain" yang berbeda keyakinan. Padahal perkembangan kehidupan manusia akan terus berubah, kita tak lagi bisa hidup dengan "yang sama"  terus menerus. Sekali waktu bahkan dalam perjalanan kehidupan mungkin terjadi kita akan berjumpa dengan "yang lain". 

Hidup bersama bertetangga. Siapkah kita?! Untuk menjaganya nilai nilai luhur demi menciptakan tatanan masyarakat yang baik harus dikedepankan. Bukankah itu ciri khas masyarakat DIY? Mumpung gejala ini masih belum masif, maka rawatlah keberagaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun