Mohon tunggu...
Sahashika Sudantha
Sahashika Sudantha Mohon Tunggu... Freelancer - Telling stories until mine echo with meaning.

Holds a Bachelor’s degree in International Relations, with a focus on the issues of Palestine, Rohingya, and Indonesia. Currently writing on several platforms.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Apakah Kosakata dalam Bahasa Indonesia Sesungguhnya Rendah?

14 Agustus 2024   18:00 Diperbarui: 14 Agustus 2024   18:08 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegiatan perayaan kemerdekaan Indonesia. Sumber: Krisna Azie melalui Unsplash.

Beberapa waktu lalu, seorang pengisi siniar bernama Indah G, menyatakan bahwa jumlah kosakata Bahasa Indonesia tergolong rendah dibandingkan bahasa-bahasa lain, terutama bahasa Inggris. Benarkah kita kalah jauh dari bahasa lain?

Kosakata: Sebuah Ukuran yang Kompleks

Untuk memahami kompleksitas jumlah kosakata, perlu diketahui bahwa setiap bahasa memiliki karakteristik dan cara penghitungan yang berbeda. Misalnya, bahasa Inggris dikenal memiliki lebih dari 170.000 kata yang aktif digunakan, berdasarkan Oxford English Dictionary (OED). Namun, apakah jumlah ini benar-benar menunjukkan kekayaan bahasa tersebut? Tidak sepenuhnya. Kosakata dalam sebuah bahasa tidak hanya soal jumlah, tetapi juga tentang konteks, fungsi, dan fleksibilitasnya.

Bahasa Indonesia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki sekitar 91.000 lema. Jumlah ini mungkin tampak lebih sedikit dibandingkan bahasa Inggris, tetapi perlu diperhatikan bahwa Bahasa Indonesia juga dikenal sebagai bahasa aglutinatif.
Dengan kata lain, suatu kata dapat dibentuk dengan menggabungkan morfem-morfem yang memiliki arti tersendiri. Ini berbeda dengan bahasa Inggris yang lebih banyak menggunakan fleksi.


Misalnya, kata "menyanyikan" terdiri dari tiga morfem: me- (prefiks), nyanyi (kata dasar), dan -kan (sufiks). Sistem ini memungkinkan Bahasa Indonesia untuk menciptakan kosakata baru dengan relatif mudah tanpa harus bergantung pada kosakata yang sudah ada. Contoh lain adalah penggunaan reduplikasi atau perulangan unsur kata, seperti "gerak-gerik" atau "lari-lari kecil," yang memperkaya cara kita berkomunikasi.

Perkembangan Kosakata dalam Bahas Kita

Di era globalisasi ini, Bahasa Indonesia terus berkembang dan beradaptasi dengan pengaruh-pengaruh dari luar. Banyak kata baru yang diserap dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris, seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Kata-kata seperti "startup," "influencer," dan "content creator" kini telah menjadi bagian dari kosakata sehari-hari. Selain itu, dalam dunia digital, istilah-istilah baru terus muncul dan memperkaya kosakata Bahasa Indonesia, seperti "unggah" (upload), "gawai" (gadget), dan "swafoto" (selfie). Proses ini menunjukkan bahwa bahasa adalah entitas yang dinamis dan terus berkembang.


Jumlah kosakata dalam suatu bahasa juga dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan teknologi. Bahasa Indonesia adalah contoh yang baik dari bagaimana bahasa terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Sebagai bahasa yang relatif muda, Bahasa Indonesia terus menyerap kata-kata baru dari bahasa asing, terutama dari bahasa Inggris dan Belanda, sebagai akibat dari sejarah kolonial dan globalisasi. Misalnya, kata "internet," "komputer," dan "telepon" adalah kata-kata serapan yang berasal dari bahasa asing, tetapi kini sudah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari.


Kosakata yang kaya juga memungkinkan masyarakat untuk mengekspresikan ide-ide yang kompleks dan abstrak. Dalam Bahasa Indonesia, misalnya, terdapat banyak peribahasa dan ungkapan yang memberikan nuansa lebih dalam pada percakapan. Ungkapan seperti "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing" atau "tak ada rotan, akar pun jadi" menunjukkan kemampuan bahasa untuk mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya.

Peran Bahasa Daerah di Indonesia

Selain Bahasa Indonesia, Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 700 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Nusantara. Bahasa-bahasa daerah ini adalah bagian tak terpisahkan dari identitas kebahasaan kita. Beberapa di antaranya, seperti Bahasa Jawa dan Sunda, memiliki jutaan penutur dan bahkan kosakata yang lebih kaya dari Bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Jawa, misalnya, memiliki sistem tingkatan bahasa (ngoko, krama, dan krama inggil) yang menambah kompleksitas dan kehalusan dalam berkomunikasi.

Tingkatan bahasa ini mencerminkan status sosial dan menghormati lawan bicara, sesuatu yang tidak dimiliki oleh banyak bahasa lainnya. Sistem ini memperlihatkan betapa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cerminan budaya dan norma-norma sosial. Keberadaan bahasa daerah ini memperkaya Bahasa Indonesia melalui serapan kosakata dan istilah-istilah lokal yang kemudian menjadi bagian dari bahasa nasional.

Misalnya, kata "goyang" dalam bahasa Jawa bisa berarti bergerak dalam konteks tertentu, sementara di daerah lain mungkin memiliki makna yang berbeda. Seperti bahasa Aceh, kata yang sama bisa berarti takut. Pengaruh bahasa daerah juga terlihat dalam banyak kata serapan yang telah menjadi bagian dari kosakata resmi Bahasa Indonesia. Contohnya, kata "senggol" yang berasal dari Bahasa Betawi, "tempe" yang berasal dari Bahasa Jawa, dan "rendang" dari Bahasa Minangkabau. Penggunaan kata-kata ini tidak hanya memperkaya bahasa, tetapi juga menghubungkan kita dengan warisan budaya yang mendalam.

Perbandingan dengan Bahasa Negara Lain di ASEAN

Bagaimana jika dibandingkan dengan bahasa lain di ASEAN? Bahasa Melayu, yang sangat mirip dengan Bahasa Indonesia, memiliki sekitar 180.000 lema dalam Kamus Dewan. Namun, banyak dari kosakata tersebut juga ada dalam Bahasa Indonesia, mengingat kedekatan linguistik keduanya. Keduanya berasal dari rumpun bahasa Austronesia, yang juga mencakup bahasa-bahasa seperti Tagalog di Filipina dan bahasa-bahasa di Maluku, Nusa Tenggara, hingga Madagaskar.


Rumpun bahasa ini terkenal dengan sistem morfologi yang memungkinkan penciptaan kata baru melalui berbagai kombinasi afiks. Di sisi lain, bahasa Thailand dan Vietnam memiliki sistem tulisan yang berbeda dan struktur sintaksis yang unik, sehingga sulit untuk dibandingkan secara langsung. Bahasa Thailand menggunakan alfabet Thailand, sementara bahasa Vietnam menggunakan alfabet Latin yang dimodifikasi. Kedua bahasa ini tidak berasal dari rumpun Austronesia, melainkan dari rumpun bahasa Tai-Kadai (Thailand) dan Austroasiatik (Vietnam), yang memiliki karakteristik struktural yang berbeda, termasuk dalam cara mereka membentuk kata dan kalimat.


Yang menarik adalah bahwa jumlah kosakata yang terdaftar tidak selalu mencerminkan sejauh mana bahasa tersebut digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia, misalnya, kaya akan kosakata lokal yang tidak selalu tercatat dalam kamus resmi, tetapi sangat hidup dan digunakan oleh masyarakat di berbagai daerah. Kosakata ini mencerminkan keragaman budaya dan etnografis yang dimiliki Indonesia. Misalnya, istilah "gotong royong" yang menggambarkan semangat kerja sama masyarakat Indonesia, atau "pancasila" yang menjadi dasar negara, memiliki makna yang mendalam dan tidak selalu bisa diterjemahkan secara langsung ke dalam bahasa lain.


Bahasa Indonesia sendiri juga semakin diakui di kancah internasional, terutama di ASEAN. Banyak lembaga pendidikan di luar negeri yang mulai menawarkan kursus Bahasa Indonesia, dan semakin banyak penutur bahasa asing yang tertarik untuk mempelajari bahasa ini. Ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia memiliki daya tarik yang terus berkembang dan menjadi bagian penting dari dinamika global.

Kesimpulan: Kosakata dalam Bahasa Indonesia tidak Sesungguhnya Rendah

Pernyataan bahwa kosakata Bahasa Indonesia rendah sebenarnya lebih merupakan argumen daripada fakta yang didukung oleh bukti yang kuat. Bahasa dengan jumlah kata yang lebih sedikit bisa saja memiliki cara yang lebih efisien dan kaya untuk mengekspresikan gagasan kompleks, sesuatu yang sangat terlihat dalam Bahasa Indonesia dengan penggunaan majas dan peribahasa yang kaya.
Kemampuan bahasa untuk membentuk kata baru, menyerap kosakata dari bahasa daerah, dan mengadopsi istilah dari bahasa asing menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang dinamis dan akan terus berkembang.


Dengan adanya kontribusi dari berbagai bahasa daerah dan pengaruh dari bahasa asing, Bahasa Indonesia akan terus memperkaya kosakatanya dan tetap relevan di era globalisasi. Maka, alih-alih meragukan kekayaan kosakata Bahasa Indonesia, kita seharusnya merayakan keanekaragaman linguistik yang ada dan terus mengembangkan serta melestarikannya sebagai bagian dari identitas nasional kita.

Krisna Azie

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun