Mohon tunggu...
Siti Maryamah
Siti Maryamah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Etika Berkonsumsi dalam Islam

25 Februari 2018   12:07 Diperbarui: 25 Februari 2018   12:42 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bila salah seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke dalam gelas" (HR Bukhari).

Prinsip Kesederhanaan

Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial.

"Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" (Qs al-A'raf, 7: 31). Arti penting ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh pada perut.

Prinsip Kemurahan hati.

Maka sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan kemurahan hati.  Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan anugrah-Nya bagi manusia.

Prinsip Moralitas.

Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak semata -- mata memenuhi segala kebutuhan. Allah memberikan makanan dan minuman untuk keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.  Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan.

Halal adalah sesuatu yang mubah (diperkenankan), yang terlepas dari ikatan Iarangan, dan diizinkan oleh Pembuat Syari'at untuk dilakukan. Haram adalah sesuatu yang dilarang oleh Pembuat Syari'al dengan Iarangan yang pasti, di mana orang yang melanggarnya akan dikenakan hukuman (siksa) di akhirat, dan adakalanya dikenai hukuman juga di dunia (Qaradhawi, 2007:13).

Haram adalah sesuatu yang Allah SWT larang. Oleh karena itu, seorang Muslim harus dapat mengidentifikasi apa yang halal dan apa yang tidak. Menurut Hosen (2007) (Soesilowali, 2009:22) terdapat kriteria makanan haram, secara garis besar terbagi 2 yakni:

Haram Ii dzatihi, haram dalam substansinya (za'r-nya) yang pada dasarnya memang dilarang oleh agama dan sudah jelas rambu-rambunya di dalam AI-Quran. Menurut wujudnya terdapat dua kriteria yang haram di konsumsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun