Kadang sakit, tak sengaja tertusuk pecahan beling. Telunjuk kananku berdarah-darah, tak berhenti mengucur. Aku membasuhnya dengan air sampai berhenti dan membalutnya dengan khansaplast. Lalu mengambil cikrak dan sapu, kemudian membuangnya ke tong sampah.
Saat itu aku menyadari bahwa, apa yang kuperjuangkan selama ini adalah duri.
Semakin kugenggam erat, semakin menusuk dalam. Dan aku tak sadar, itu sudah terlalu dalam. Â
Jadi mungkin semesta mulai kasihan, melihatku yang mulai kepayahan sehingga memaksaku untuk menghentikan.
Ketika terlepas, masih ada bagian yang tak merelakannya. Meronta, merasa tak terima. Tapi semuanya justru membuatku semakin merana. Sama seperti ketika aku berusaha memungut serpihan beling-beling itu dengan tanganku. Semakin sakit hati dan putus asa.
Tetapi ketika mulai tenang dan mengikhlaskannya, aku merasa lega. Menyembuhkan sakit dengan cara yang tepat. Berada di tempat yang mendukung untuk memulihkannya. Melakukan kegiatan yang dapat kembali membangun semangat diri. Pelan-pelan merasa tenang, pulih dari ketakutan, kemudian dapat tersenyum. Dapat tertawa dan ingin melihat ke luar jendela.
Toxic circle, prinsip yang bertentangan dengan nurani, hal yang menyakitimu secara terus-menerus memang tak boleh dipertahankan. Apa pun alasannya. Dan aku bersyukur terlepas dari duri itu.
Seperti aku bersyukur karena pecahnya gelas itu. Aku baru teringat, gelas itu sudah tak kucuci setahun lamanya, sehingga tentu banyak bakterinya. Lebih baik gelas itu pecah, daripada diriku yang terbunuh si kuman.
Kisah ini cerpen ilustrasi inspirasi, bukan dari kisah nyata. Diselipkan dengan sedikit humor, maaf bila kurang atau gagal melucu.
Intinya adalah jika sesuatu yang kita perjuangkan mati-matian menjadi berantakan atau hancur di luar dugaan, mungkin itu suatu proses untuk hal yang lebih baik. Mungkin ketika mengalaminya, kita tidak mengerti dan bertanya 'kenapa aku?' atau 'kenapa begini?' Tetapi perlahan kita akan tahu, itu untuk sesuatu yang lebih baik.
Semesta selalu seimbang. Selalu menarik beberapa hal yang satu frekwensi. Seperti pepatah, 'burung-burung yang sejenis akan hinggap di dahan yang sama'. Segala sesuatu pun akan berkumpul dengan unsur yang sama. Hal yang baik akan menyatu dengan hal yang baik, begitu juga sebaliknya.Â
Jika masuk ke bahasa religius, kata-kata 'Terkadang Tuhan menarik kita keluar dari sesuatu untuk menyelamatkan kita' terasa tepat untuk menggambarkannya.Â
Semoga ceritanya bisa sedikit menginspirasi atau sekadar menghibur. Hehe.