Dalam hati ya aku hanya mbatin saja, kalau bisa cepat dapat pekerjaan ya jelas langsung bekerja. Kenapa dia seolah menceramahi orang tanpa tahu kondisi begitu?
Lagipula aku tahu, Mbak Jo adalah seorang pekerja keras. Dia juga merangkap freelance selain bekerja di tempat kerjanya. Ditambah lagi, tulang punggung keluarga pula. Jadi tak mungkin ada waktu baginya untuk berleha-leha.
Lebih baik diam sambil menyemangati dan berempati, kan? Karena kita juga tak pernah tahu, seberapa keras para korban PHK sudah berusaha untuk mendapat pekerjaan baru. Seberapa kuat mereka berusaha bertahan untuk kelangsungan hidup selama mencari kerja.
Di sela-sela heningnya kami, tiba-tiba Mbak Jo berucap.
"Aku bingung, Ran."
"Bingung kenapa, Mbak?" Tanyaku meski mulai menebak.
"Entahlah. Kemungkinan aku akan pulang ke kampung  setelah habis sewa kosan," jawabnya.
"Lho, kenapa Mbak?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Bukan untuk kepo, tapi untuk menjaga perasaan.
"Aku libur seminggu ini dan belum dapat ganti. Kalau sampai akhir sewa belum dapat, ya aku akan pulang," Mbak Jo terlihat tegar mengucapkannya. Meskipun nadanya terdengar bergetar.
"Gak coba bertahan lebih lama, Mbak? Sampai bulan depan?" tanyaku.
"Pengennya begitu. Tapi rasanya gak bisa," ucapnya sambil tertawa miris.