Sebagai manusia kita pasti bisa merasakan secara fisik ketika sesuatu yang dikerjakan dengan niat jangka pendek kah, atau jangka panjang.
Masuk dalam kategori niat jangka pendek apabila dengan perbuatannya dia hanya mementingkan kesementaraan, hanya agar dapat selesai dan agar tidak membebaninya. Maka hasilnya pun adalah asal-asalan, dan tergesa-gesa.
Berbeda dengan niat jangka panjang, yaitu perbuatan yang mementingkan keabadian, kekekalan. Pahala adalah suatu yang abadi dan kekal yang akan kita panen di akhirat. Melakukan segala sesuatu dengan ikhlas akan membuahkan pahala bagi pribadi dan terlebih bagi lingkungan sekitar kita yang ikut terbantu akan manfaat atas apa yang kita perbuat.
Ibnu Ajibah membagi ikhlas kepada 3 tingkatan. Pertama adalah ikhlasnya orang-orang awam ‘awam, dimana dalam hal berikhlas mereka masih mengharapkan pamrih atas apa yang mereka perbuat secara dunia maupun akhirat. Seperti berharap atas hal-hal yang bersifat materi setelah mengerjakan sesuatu, bersamaan dengan perngharapan atas pahalanya.
Kedua adalah ikhlasnya orang-orang elit khawash, dimana dalam hal berikhlas mereka masih mengharapkan pamrih atas apa yang mereka perbuat secara akhirat saja. Hanya berharap pada pahalanya saja.
Dan yang ketiga adalah ikhlasnya orang elit dari kalangan orang-orang elit khawash al-khawash, dimana dalam hal berikhlas mereka benar-benar tidak mengharapkan pamrih apapun. Mereka melakukannya mutlak sebagai ibadah untuk Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang didalam hatinya tidak ada yang lain selain Tuhan, bahkan mereka kategorikan sebagai maksiat jika hati mereka tergelincir terhadap sesuatu yang selain Tuhan.
Jika aku ingin menambahkan sebetulnya masih ada satu tingkatan lagi yaitu tingkatan yang lebih rendah dari tingkatan pertama, tingkatan awam dari kalangan orang-orang awam ‘awam al-‘awam, dimana ini banyak terjadi pada diri kita. Seperti saat kita mengatakan bahwa kita ikhlas mengerjakan sesuatu tetapi pada kenyataannya hati kita berbicara tidak. Ini banyak disebut dengan kalimat “lain di kata lain di hati”
Kemudian dari tingkatan paling rendah tersebut banyak yang akhirnya tergelincir pada sifat yang berlawanan dengan ikhlas yaitu riya. Sifat ini yang disebutkan sebagai sifat yang paling ditakutkan oleh kanjeng Rasul masuk kedalam hati umatnya. Bahkan Rasul mengategorikannya sebagai syirk al-khafy yaitu syirik yang tidak nampak. Semoga Tuhan selalu melindungi kita dari perbuatan tersebut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H